Awalnya Gempa kira sesak di dadanya hanya bersifat sementara, tapi rasa sakit itu kembali muncul di saat melihat kedekatan Halilintar dan Yaya.
Sampai lulus pun, perasaan tidak rela yang menggelayuti hati Gempa tidak kunjung hilang. Alih-alih sirna, justru gejala tambah lebih serius. Batuk yang tidak mengenal waktu ... bonus dengan darah dan lama-kelamaan terdapat kelopak bunga dari batuk tersebut.
Pada akhirnya, pemuda beriris emas itu diam-diam ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya. Hasilnya sungguh di luar dugaan.
"Hanahaki disease, ya?" Gempa sungguh tidak menyangka penyakit ini menyerang dirinya.
Sampai kapanpun Gempa tidak akan pernah bercerita ke siapa-siapa. Dia akan memendam sendiri ketakutannya itu, takut jika ia beberkan ... orang-orang akan khawatir padanya.
Kemudian saat Gempa tengah mengerjakan tugas kuliah, tiba-tiba saja ia kesulitan bernapas. Rasa sakit itu semakin kuat, padahal ia yakin telah meminum obat sebelumnya. "Ugh .... " Secara refleks Gempa dengan cepat memegang dadanya.
BRUK!
Sedetik kemudian ia ambruk dan para saudaranya segera mengerubunginya setelah mendengar suara keras yang jatuh.
"Astaga, Kak Gempa! /Gempa!"
•••Dengan mencoba untuk tidak panik, mereka bergegas membawa Gempa ke rumah sakit. Memang sejak pagi wajah Gempa sudah kehilangan ronanya, pucat.
Dokter pun dengan sigap menangani pasiennya. Membiarkan Halilintar dan Taufan membaringkan Gempa. "Silakan kalian tunggu di luar lebih dulu, sementara pasien diperiksa," ujar dokter ber-name tag Yuki Prahmana tersebut.
Hati benar-benar kalut sekarang. Sebenarnya ... apa yang tengah disembunyikan oleh Gempa?
|•♦•|
Selang beberapa menit Dokter Yuki pun keluar.
"Bagaimana keadaan Gempa, Dok?" tanya Halilintar cepat.
Dokter Yuki menghela napas pelan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Gempa hanya kelelahan dan mungkin dia sedang banyak pikiran, jadi tubuhnya langsung drop," ujarnya tenang. Namun ada kejanggalan pada tatapan dokter tersebut; seperti menyembunyikan sesuatu.
Tanpa menunggu Dokter Yuki menyambungkan perkataannya, Ice dan Blaze menerobos masuk ke tempat Gempa.
"KAK GEMPA!"
|•♦•|
Saudara Gempa yang lain tidak tahu jika sebelumnya ia pernah masuk ke rumah sakit, lebih tepatnya untuk konsultasi mengenai keanehan yang ia alami.
Merasa tubuhnya sedang tidak dalam keadaan yang baik, beberapa hari yang lalu Gempa pergi memeriksakan diri dan Dokter Yukilah yang kebetulan melayaninya.
"Batuk kamu ini disertai darah?" tanya sang dokter sembari meletakkan stetoskopnya di atas dada Gempa.
"Iya, tapi belakangan ini ada kelopak bunga yang ikut keluar."
Mendengar jawaban tersebut, Dokter Yuki membelalak. "K-kau yakin? Apa cintamu bertepuk sebelah tangan?" Ragu-ragu Gempa menganggukkan kepala.
Dokter muda tersebut terkejut dengan jawaban Gempa. Dari ciri-ciri gejalanya Dokter Yuki terpikir satu penyakit. Penyakit Hanahaki, di mana bunga tumbuh dalam paru-paru sehingga penderita kesusahan untuk bernapas. Ia tidak menyangka pemuda tersebut mengidap penyakit yang bisa dikatakan mematikan.
"Aku mohon, Dok. Jangan sampai ada yang tahu tentang ini," pinta Gempa.
"Kamu yakin? Penyakit ini cukup berisiko," Dokter Yuki meyakinkan kembali. Inilah salah satu pekerjaan yang berat, menyimpan rapat-rapat rahasia pasiennya.
Gempa meremas tangannya untuk meyakinkan dirinya bahwa jalan inilah yang terbaik bagi semuanya. "Sangat yakin," ujarnya mantap.
"Hhh ... baiklah, jika ini maumu."
Rahasia pasien adalah prioritas bagi dokter yang menanganinya. Bahkan bagi keluarga sekalipun jika pasien tak mengizinkan, maka ia tidak berhak membocorkan rahasia pasien.
"Kamu harus pilih salah satu cara untuk menyembuhkan penyakit itu. Cintamu harus terbalaskan ... atau memakai jalan operasi."
Rasanya cinta Gempa mana mungkin terbalas. Itu sungguh mustahil. Mungkin Gempa akan memilih jalan operasi saja.
"Untuk sementara, aku akan berikan resep untuk meredakan rasa sakitnya," ucap Dokter Yuki sebagai penutup.
____________
02 Juni 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Lied || Gempa
Fanfiction[Remake of für dich] Puspa yang merekah adalah sebuah keindahan, tapi tidak dengan yang menjalar pada paru-paru. Perlahan kelopak itu mengikis waktu hidup Gempa, merebut jatah ia bernapas dengan bebas. Kebohongan pun Gempa lakukan demi orang-orang t...