20. Bencana Lokal

66.6K 6.2K 204
                                    

Supaya bisa merawat Giska, Abi rela tidak masuk kantor hari ini. Dia juga tidak membiarkan istrinya itu bekerja barang sedikit. Menyiapkan sahur, menyapu, sampai beres-beres, Abi yang melakukan semuanya. Ilmu hidup mandiri selama kuliah bisa berguna juga di saat istri sakit seperti sekarang.

"Udah gak pusing lagi?" tanya Abi sembari meletakkan gelas ke atas nakas.

Giska menggeleng. "Enggak, Mas." Lalu, dia meraih tangan Abi lengkap dengan senyum lebar, siap menjalankan misi. "Kan, aku udah makan sama minum obat, nih. Jadi, boleh nonton TV, dong?"

"Enggak. Kamu gak boleh nonton TV sampai benar-benar sembuh." Abi melayangkan ultimatum tak terbantahkan. "TV itu memancarkan radiasi yang gak bagus untuk kesehatan. Daripada menonton TV, lebih baik kamu baca ini aja."

Refleks Giska menurunkan pandangannya. Entah kapan Abi mengambil buku. Buku berjudul La Tahzan untuk Pengantin Baru karya Ahmad Mujib El-Shirazy sudah ada di tangan Giska. Ia memerhatikan sampul buku itu dan melirik Abi dengan bingung.

"Kita bukan pengantin baru, lho, Mas."

"Masih baru, lah. Dua bulan juga belum, 'kan?" Abi membawa nampan yang berisi mangkuk dan gelas kotor-bekas Giska sarapan-dan bangkit dari duduknya. "Kamu baca itu aja, ya. Saya mau ke bawah."

Secepat kilat Giska menarik ujung kaus Abi sebelum ia beranjak. "Cuci piringnya nanti aja, ya? Mas langsung naik lagi, temenin aku di sini."

"Saya mau bersihin dulu kamar mandi yang di bawah, Giska. Lantainya udah licin. Saya gak mau kamu jatuh waktu ambil wudu." Abi mengusap jilbab yang menutupi rambut indah istrinya. "Nanti saya ke sini lagi, kok. Kalau saya udah mandi, kita pacaran lagi, ya."

Dengan berat hati, Giska melepaskan pegangannya dan membiarkan Abi pergi. Padahal, Giska sudah bilang biar dia saja yang membersihkan kamar mandi setelah sembuh nanti, tetapi Abi bersikukuh akan mengerjakannya hari ini. Saking baiknya, Abi menyuruh Giska untuk tidak berpuasa. Giska mau heran, tetapi suaminya memang seperti itu.

Sementara di bawah sana, Abi segera masuk kamar mandi setelah mencuci piring bekas Giska. Dia segera menyambar cairan hydrochloric acid yang ada di rak kecil. Menyemprotkan ke lantai, lalu berjongkok untuk menyikatnya. Awalnya, Abi tampak luwes membersihkan semuanya. Namun, mendadak tubuhnya membeku saat tak sengaja berpandangan dengan makhluk hitam yang muncul dari lubang pembuangan air.

"Jangan berani mendekat." Abi mengarahkan sikat pada makhluk itu. "Masuk lagi ke sana. Jangan ke sini. Hus!"

Niat hati menyiram makhluk itu supaya dia menjauh, malah berlari ke arah Abi. Berulang kali Abi menghindar sembari terus menyiramnya, tetapi selalu nihil. Yang ada, gerak makhluk itu semakin cepat dan semakin dekat dengan Abi.

"Giskaaaaaa! Toloooooooong!"

Di lantai atas, Giska langsung melompat dari kasur. Dia berlari menuruni tangga dan menggedor pintu kamar mandi. "Mas? Kenapa?"

"Tolong saya, Giska," lirih Abi dari dalam kamar mandi.

"Buka dulu pintunya." Berulang kali Giska menggedor pintu tanpa ampun. Khawatir langsung menyelimuti hatinya. Dia benar-benar takut Abi kenapa-kenapa di dalam sana. "Mas, pintunya dirusak aja, ya? Nanti beli lagi pakai uang Mas Abi."

"Eh, jangan!" teriak Abi di dalam sana. "Buka aja. Enggak dikunci, kok."

Saking paniknya, Giska mendadak lupa kalau pintu memiliki kenop untuk dibuka. Sedari tadi dia hanya sibuk menggedor tanpa ampun. Hanya saja, rasa khawatirnya itu hilang seketika saat melihat apa yang terjadi di dalam sana.

Abi berdiri di toilet sembari memegang gayung dan sikat. Sebagian bajunya sudah basah, sampai rambutnya juga. Matanya tampak berkaca-kaca, seperti ingin menangis.

Surga Bersamamu [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang