21. Tentang Anak

64.7K 5.8K 46
                                    

Atas usul Cecep, malam ini akan diselenggarakan buka bersama. Tidak terlalu banyak, hanya keluarga Abi, keluarga Sugih, Cecep, dan Kevin. Ya, biarpun tidak menjalankan ibadah puasa, Kevin tetap semangat untuk ikut buka bersama teman-temannya. Tidak diselenggarakan di tempat mewah, melainkan tempat ayam geprek di pinggir jalan.

“Katanya kamu sempet sakit beberapa hari yang lalu? Sakit apa, Gis?” tanya Erina sembari sibuk menata makanan di atas meja yang dipesan.

“Cuma demam, Mbak. Tapi, alhamdulillah sekarang udah lebih baik,” jawab Giska sembari tersenyum tipis. Biarpun kurang nyaman, tetapi Giska harus bersikap sangat baik pada Erina. Itu yang dikatakan suaminya. “Mbak Erina udah beli baju lebaran? Kalau belum, nanti kita belanja bareng. Gimana?”

Erina menoleh. Melirik Giska sekilas, lalu kembali fokus pada sendok yang dibersihkannya. “Belanja ke mana? Pasar Baru? Aduh, aku sama Mas Sugih gak biasa belanja di sana. Jadi, kayaknya kita gak bisa belanja bareng, deh, Gis.”

Senyum ramah Giska luntur perlahan. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Hanya bisa ber-oh ria.

“Tiap tahun, aku sama Mas Sugih beli bajunya di mal. Kalau di Pasar Baru pasti pada dorong-dorong gitu, 'kan? Aduh, aku gak bakal kuat.” Erina bergidik ngeri membayangkan tubuhnya berdesakan dengan orang lain. “Atau, kalau gak di mal, aku beli online. Beli baju bagus di official store supaya terpercaya. Kalau beli diskonan atau flash sale takut ketipu.”

“Iya, Mbak.” Giska hanya bisa mengangguk. Sesekali ia melirik ke luar, berharap Abi segera kembali dari warung sebelah.

Erina mendudukkan diri di tepat di seberang meja. “Emang, kamu mau belanja di mana nanti?”

Sontak Giska menoleh, lalu berkata, “Belum tahu juga, sih, Mbak. Belum ada obrolan sama Mas Abi. Nanti bapak mertua sama adik ipar dari Jogja juga lebaran di sini. Belanjanya pasti ramai-ramai. Sama ibu aku juga.”

“Kalau ramai-ramai begitu, mending ke toko bagus aja, Gis. Kalau ke pasar biasa, takutnya kepisah-pisah. Ya, itupun harus menyesuaikan budget, sih.”

Kening Giska lantas berkerut. Maksudnya apa, nih? Aku gak sanggup beli baju lebaran buat keluarga di tempat bagus, gitu?

Sebelum Giska angkat suara, para laki-laki kembali dari warung. Abi hanya mengantar teman-temannya membeli rokok. Dia kembali dengan tangan kosong. Hanya ada Lala—anak Sugih dan Erina—di pangkuannya. Rasa kesal Giska hanya bertahan beberapa detik saja. Kini, perhatiannya tertuju pada balita lucu yang duduk di sampingnya.

“Cantik, jajan apa?” tanya Giska pada Lala. Dia sedikit menunduk untuk menyentuh tangan mungil anak itu.

“Agel, Tante Gis,” jawab Lala. Matanya yang berbinar menatap Giska. Dia menunjukkan agar aneka rasa yang ada di tangannya. “Tante Gis mau?”

Senyum Giska semakin melebar. “Emang boleh? Lala mau kasih satu agarnya sama tante?”

Lala mengangguk kecil dan segera memberikan satu agar rasa anggur. “Ini buat Tante.”

“Makasih, Sayang.” Giska menerima agar itu lalu mencium puncak kepala Lala. “Baik banget, ya, Lala. Tante jadi makin sayang.”

“Kalian udah cocok buat jadi orang tua, lho. Kapan mau punya momongan? Buat jadi temennya Lala.”

Celetukan Kevin berhasil membuat Giska dan Abi bertukar pandang. Lalu, mereka sama-sama tersenyum dan memanjatkan doa dalam hati. Setelahnya, Giska kembali duduk tegap menghadap Erina.

“Minta doanya, ya. Semoga kami segera diberi kepercayaan sama Allah,” jawab Abi pada akhirnya.

“Tapi, kalian gak menunda, 'kan?” Cecep ikut bersuara.

Surga Bersamamu [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang