Aku membuka kelopak mataku dan merenggangkan otot-otot tubuhku, suara bising yang mengganggu membuatku tak bisa tidur kembali. Kulihat ada Rayza dan beberapa laki-laki seumurannya berada di dalam kamar. Mereka begitu berisik dengan lembaran-lembaran kertas yang tak kupahami. Ada yang menulis di atasnya, ada pula yang memandangi kertas tersebut seolah itu adalah benda yang penting.
Aku melompat turun dari singgasanaku yang paling nyaman dan mendekat ke arahnya. Aku mengeong pelan, dan Rayza tersenyum seraya mengelus puncak kepalaku.
Fokus Rayza kembali lagi menghadap kertas tersebut, ada garis-garis lengkung seperti cacing di sana. Aku tak peduli dengan apa yang mereka lakukan saat ini, jadi aku hanya duduk tenang di sebelah Rayza.
Sembari menunggu apa yang dikerjakan babuku dan kertasnya selesai, aku membersihkan tubuhku. Menjilati bulu-bulu indahku yang mampu kuraih dan menggigiti kuku cantikku, aku harus merawat diriku secantik mungkin.
Lama.
Rayza berdiskusi tentang tugas kuliahnya. Dan aku tak tahu apa itu tugas kuliah, apakah itu jenis ikan lain selain ikan pindang yang selalu dibeli Mam di pasar? Masa bodoh, aku menggerakkan tubuhku dan berlari kecil menuju dapur. Jika Rayza tidak memperhatikanku, maka aku harus pergi mencari Mam.
Mam adalah wanita penguasa di rumah ini selain aku. Tapi, aku tetap penguasa pertama di sini, dan Mam adalah penguasa kedua.
Kulihat mam sedang mengerjakan sesuatu dengan piring-piring yang ia pegang. Kukeraskan suaraku dan mengeong sekencang mungkin. Mam terlonjak kaget dan menunduk untuk melihatku.
"Loh, waktunya makan?" Tanya Mam sembari melirik benda bulat yang menempel di dinding seperti cicak yang ingin kutangkap. "Pantas, sudah sore. Waktunya kamu makan, ya?"
Aku sekali lagi mengeong dan mengusap-usapkan kepalaku ke kaki Mam.
"Sebentar ya, pus," kata Mam.
Tidak, aku mau sekarang!
Aku harus makan sekarang. Perutku sudah tak bulat lagi karena tak ada isinya. Ayo, beri aku makan sekarang! Jika tidak bulat, Rayza tak akan mengusap perutku lagi.
"Aduh, iya, iya, sebentar," kata Mam terburu-buru.
Aku berhenti mengeong ketika Mam meletakkan mangkuk plastik berwarna biru dihadapanku. Di sana ada makanan basah dan kering yang telah dicampur, baunya lezat dan sangat menggoda untuk dilahap.
"Sudah, ayo dimakan,"
Tentu saja, tanpa Mam beritahu, aku pasti akan menandaskan makananku. Begitu makananku habis, aku kembali ke kamar Rayza dan membersihkan tubuhku kembali.
Kulihat Rayza dan babu-babu lainnya masih berkutat dengan kertas mereka. Aku kembali menjilati telapak kakiku, kebersihan adalah hal utama, dan aku harus tetap cantik. Setelah puas membersihkan diri, rasa kantuk mulai menyerang. Aku menguap lebar dan mencoba untuk tidur di sebelah Rayza yang duduk bersandar pada kursi sofa.
"Enak ya, jadi kucing," salah satu teman Rayza berseru pelan. "kerjanya hanya makan dan tidur,"
Rayza terkekeh, ia kembali membelai-belai punggungku, dan setelahnya aku tak tahu apa lagi yang mereka bicarakan karena kegelapan mulai menyerangku.
🐈🐈🐈
Hari ini cuaca begitu terik. Aku semakin bermalas-malasan di singgasanaku yang paling nyaman, kasur Rayza. Kugerakan ekorku sesekali ketika Rayza mengusap pelan bulu cantikku. Babuku yang satu ini memiliki kegemaran yang sama denganku, yaitu tidur. Aku sering kali mendengar Mam mengomel pada Rayza, julukan yang sering keluar dari mulut Mam adalah tukang tidur, tukang tidur dan tukang tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guy and His Beloved Cat
Teen Fiction[ cocok dibaca untuk Cat Lovers ] Kumpulan kisah kecil yang menceritakan hubungan spesial antara babu dan majikan berbulunya. Harap tidak menjiplak cerita ini dalam bentuk apapun tanpa seijin penulis. © Copyright Bella Mayfrisca 2022