Halo semuanya, maaf banget aku baru kembali setelah sekian lama cerita ini ku-unpublish, dan baru ku republish hari ini. Sebenarnya aku gak cukup yakin kalo cerita ini banyak peminatnya, karena cerita ini jauh dari kata romance, dan cenderung ke slice of life kehidupan para kucing.
Jadi, kalau kalian cocok silahkan tinggal, dan jika tidak cocok, tolong jangan tinggalkan komentar tak menyenangkan.
Anyway, happy reading everyone ❤️
🐈🐈🐈
Pagi ini aku membuka kelopak mataku dan kurenggangkan otot tubuhku. Kulihat area sekitar, tak menemukan si babu. Aku melompat turun dari atas ranjang, mengeong pelan sebelum pergi meninggalkan kamar Rayza.
Hening.
Aku melewati ruang tengah, melewati kamar Mam dan Pap, Lalu aku juga melewati kamar mandi. Tak ada siapapun di rumah. Aku bahkan tak melihat keberadaan Rayza, Mam dan juga Pap. Ke mana mereka bertiga?
Kulangkahkan kaki-kaki cantikku menuju dapur, hanya menemukan mangkuk makanan yang sudah penuh terisi. Ikan pindang adalah makanan favoritku.
Pagi itu seperti biasa, kuhabiskan makananku sebelum pergi ke halaman depan. Setelahnya bergegas pergi ke halaman depan dan melihat matahari yang cukup terik. Menurut para tetua, sinar matahari bagus untuk pertumbuhan bulu. Dan karena aku ingin tetap menjadi kucing betina yang paling cantik di komplek, ini adalah saat yang tepat untuk berjemur.
Kurenggangkan tubuhku kembali sebelum merebahkan diri di lantai, aku berguling ke kiri dan ke kanan. Ya ampun.... enaknya.... Tak ada yang mampu mengalahkan rasa ubin hangat yang terkena sinar matahari.
Lama-lamanya aku jadi mengantuk.
Namun, sebelum sempat menutup kelopak mataku, sayup-sayup kudengar ucapan tetangga yang sedang melewati rumah babuku.
"Kucing itu.... Kira-kira apa yang ada di dalam pikirannya?"
Aku mendongak, menemukan dua manusia yang sedang melirik ke arahku. Kalau tidak salah Rayza menyebut dua manusia ini dengan sebutan Pak RT dan Bu RT.
"Memangnya apa, Pak? Paling ya cuma mikir makanan."
Pak RT terkekeh, melirik wanita yang berdiri di sebelahnya. "Mirip kamu ya, Buk?"
"Enak aja! Aku mikir makanan karena bingung mau masak apa. Yang paling penting uang belanja, Pak. Awas ya, kamu, kalau sampai..."
Aku tak lagi mendengar percakapan kedua manusia itu karena mereka sudah melangkah jauh.
Selama hidup bersama Rayza, aku merasa manusia itu adalah makhluk hidup yang menarik. Tak berbeda jauh dengan kaum kami. Mereka suka sekali tidur, makan, dan tentunya aku sering melihat babuku berguling-guling di atas kasur, seperti aku.
Setiap hari aku selalu menemukan keanehan para manusia seperti Rayza yang suka bermain dengan kertas dan tinta. Mam dan Pap terkadang juga melakukan hal yang sama, mencoret-coret kertas dengan tinta, kata Pap apa yang ia lakukan mampu menghasilkan uang yang nantinya bisa digunakan untuk membeli Khiskas.
"Oi... Miyu."
Aku kembali mendongak dan menemukan keberadaan kucing lain. Dia adalah kucing liar di komplek ini. Orang-orang sering memanggilnya dengan sebutan Oyen. Oyen adalah kucing jantan yang memiliki bulu berwarna jingga kecoklatan, tubuhnya kurus, tidak memiliki perut gendut sepertiku, dan Oyen suka sekali mampir ketika Yufi kemari.
"Apa?" sahutku yang malas untuk bergerak.
Oyen bergerak masuk melewati celah-celah pagar besi, ia kemudian mendudukan dirinya dihadapanku. "Ke mana para babumu?"
"Mereka tak ada di rumah. Saat aku bangun, rumah sudah sepi. Kenapa?"
Aku menatap Oyen curiga. Bila dugaanku tidak salah, maka ia sedang mencari Yufi.
"Kupikir Yufi datang kemari,"
"Dia biasanya datang, setidaknya seminggu sekali. Kau menunggu Yufi karena sosis tuna yang selalu ia bawa?"
Oyen mengeong. "Ya sudah, jika Yufi tidak ada. Aku akan kembali saja."
"Baiklah... Pergi saja." kataku setengah hati, bukan bermaksud mengusir Oyen.
Tapi, Oyen tak kunjung pergi, Justru Oyen menatapku sekali lagi. "Miyu, apa kau tak bosan terus berada di dalam rumah?"
Bosan... Ya, aku terkadang bosan.
"Jika kau bosan, kau bisa pergi sebentar meninggalkan rumah,"
"Dan membiarkan kucing lain menempati posisiku sebagai makhluk kesayangan Rayza? Tidak! Terima kasih,"
Enak saja, aku tak bisa membiarkan kucing lain menempati tempatku. Rayza adalah babu kesayanganku yang tak akan tergantikan.
"Apa yang kau khawatirkan? Kau sudah menandai seluruh isi rumah." Bantah Oyen yang pernah masuk ke dalam rumah babuku.
"Kau benar."
"Tentu saja, aku ini kucing paling pintar."
🐈🐈🐈
Keesokan harinya Rayza datang bersama Yufi, seperti biasa aku selalu menyambut mereka dengan eongan singkat.
Yufi selalu datang ke rumah dengan membawa kantung plastik yang berisikan beberapa sosis tuna. Gadis itu berjongkok setelah memperlihatkan satu sosis tuna padaku. "Nah, ini jatah Miyu," katanya setelah membuka bungkus sosis tuna tersebut.
Hmm, sosis tuna memang paling enak...
Meow.
Itu adalah suara Oyen.
Aku melihat si Oyen masuk melalui celah pagar dan Rayza yang menatap Oyen heran. "Beb, kamu terlalu sering kasih dia sosis," kata Rayza pada Yufi sembari menunjuk si Oyen. "Dia jadi hafal tiap kamu di sini."
"Oyen, sini!" Panggil Yufi seraya membuka bungkus sosis tuna yang lain.
Oyen berlari cepat mendatangi Yufi, mengeong semanis mungkin sebelum mendapatkan sosis tuna dambaannya. Begitu Oyen mendapatkannya, ia segera melahap sosis itu hingga tak tersisa.
Aku memperhatikan cara Yufi memberi kami makan, ia tak pernah berlaku kasar dan membentak. Gadis ini memang cocok...
Cocok untuk menjadi babu baruku.
.
.
.
.
.With love, Bells.
© Ditulis : 8 Juni 2022
Publish : 27 Desember 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guy and His Beloved Cat
Teen Fiction[ cocok dibaca untuk Cat Lovers ] Kumpulan kisah kecil yang menceritakan hubungan spesial antara babu dan majikan berbulunya. Harap tidak menjiplak cerita ini dalam bentuk apapun tanpa seijin penulis. © Copyright Bella Mayfrisca 2022