5. The Day

135 11 2
                                    

7 Juli, hari di mana pernikahan Renjun dan Jeno di laksanakan dengan sangat megah, sesuai dengan apa yang di impikan Renjun selama ini.

Sesrrahan berupa buket bunga uang pecahan 100 ribu sebanyak 31 buket, dengan buket yang sangat besar. Sepasang set perhiasan di mulai dari perak, silver, emas, bahkan berlian yang Jeno berikan. Rumah beserta isinya, kendaraan berupa mobil, motor, serta pesawat jet pribadi yang Jeno berikan sebagai seserahan yang ia berikan kepada Renjun.  Pakaian, aksesoris, sepatu dan masih banyak lainnya yang Jeno berikan kepada Renjun.

Jujur saja Renjun terkejut melihat seserahan yang Jeno berikan. Pasalnya ketika Jeno tanya seserahan apa yang Renjun inginkan, Renjun hanya menjawab seserahan apa daja yang tidak memberatkan-mu, dan juga tidak merendahkan-ku.

Dan yang kalian lihat sekarang, bahwa Jeno benar-benar tidak merendahkan Renjun sedikit pun, mengenai barang bawaan yang ia bawa untuk Renjun.

Beberapa jam mereka harus duduk bangun, duduk bangun, hanya untuk menyalami tamu yang datang. Akhirnya pernikahan mereka pun telah usai.

"Ibu, ayah, Mama, Papa. Kami pulang lebih dulu ya." Pamit Jeno kepada kedua orang tua Jeno dan Renjun. Sedangkan Renjun hanya diam dan menyender di lengan Jeno karena kelelahan.

"Gak mau mampir ke rumah dulu?" Tanya Ibunya Renjun.

"Enggak dulu ya mom. Renjun-nya sedang kelelahan. Jadi, kami pamit pulang saja." Ujar Jeno, yang langsung membawa Renjun ke kursi penumpang bagian belakang, di ikuti dirinya yang duduk di samping Renjun, sedangkan yang menyetir mobilnya adalah pak supir.

Di selama perjalanan pulang, tidak adanya percakapan antara Renjun dan Jeno. Jeno yang diam seraya memainkan ponselnya, untuk membalas pesan penting rekan kerjanya. Sementara Renjun tertidur pulas di mobil, karena tidak bisa menahan rasa lelahnya.

Beberapa menit membelah padatnya kota Jakarta, akhirnya mereka tiba di salah satu rumah berukuran tidak terlalu besar, tapi terlihat sangat modern.

Jeno langsung saja turun, dan membawa Renjun ala bridal style. Tidak mungkin kan dia membangunkan Renjun yang tengah tertidur pulas.

Masuk ke dalam rumahnya, lalu langsung masuk ke dalam kamar utama yang ada di dalam rumah ini.

Sampai di dalam kamar, Jeno langsung menaruh Renjun di atas ranjang berukuran king size miliknya. Setelahnya, dia langsung bergegas menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, untuk membersihkan tubuhnya yang berasa sangat lengket.

Di sela-sela kegiatan mandi Jeno, Renjun pun melenguh. Tidurnya terasa terganggu begitu mendengar suara air yang menyala, yang di lakukan Jeno saat ini.

Renjun segera mengedarkan pandangannya, menatap ruangan yang ada di sekitarnya, yang sepertinya bukan ruang kamarnya sendiri.

Tersadar kalau dia masih memakai dress, ia langsung bergegas menuju wadrobe, dan mulai mengganti dressnya secara susah payah. Tapi apalah daya Renjun ketika resleting gaunnya berada di belakang, yang mengharuskan seseorang membantunya untuk melepaskannya.

Dengan helaan nafas kasar, Renjun keluar dari wadrobe kamarnya, dan menunggu Jeno untuk menyelesaikan acara mandinya.

Dan tak lama kemudian, Jeno keluar dari kamar mandi dengan keadaan shirtless. Alias tanpa memakai atasan, yang membuat tubuh atletisnya terpampang nyata.

Renjun yang melihat 8 kotak serta dada bidang Jeno yang sangat memanjakan mata, ia hanya bisa menelan salivahnya secara kasar, dan memalingkan wajahnya, guna memikirkan hal yang tidak-tidak.

Sementara Jeno langsung menuju wadrobe-nya, mengambil baju, dan segera memakai bajunya. Walaupun mereka sudah bersuami-istri, tapi Jeno paham kalau Renjun terlihat risih dengan keadaan Jeno yang shirtless.

"Maafkan aku. Aku tidak tau kalau kau sudah bangun." Ujar Jeno, begitu telah keluar dari wadrobe.

"Ah gapapa-- kamu gak salah kok." Ujar Renjun, menanggapi permintaan Jeno dengan cepat, tapi masih tergagap karena gugup.

"Kenapa bangun?" Tanya Jeno yang perlahan duduk di sofa ruang kamarnya, di hadapan Renjun yang tengah terduduk di atas ranjang.

"Kebangun aja. Eum... aku ingin meminta tolong kepada-mu." Pinta Renjun.

"Dan apa itu?" Tanya Jeno, dan Renjun pun langsung menbalikkan tubuhnya, menampakkan sedikit punggung putih mulus miliknya, karena Renjun telah berusaha membuka resleting belakangnya.

"Tolong buka ini. Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk membukanya, tapi tidak bisa." Ujar Renjun.

'Jeno, tetap santai Jen. Tetap waras!' Batin Jeno, menasehati dirinya sendiri agar tidak ketelepasan, hanya karena melihat punggung mulus Renjun.

Dengan perlahan Jeno beranjak dari duduknya, menghampiri Renjun yang masih setia dengan posisinya.

Sampai akhirnya dia tiba di depan punggung Renjun. Dengan perlahan, Jeno mulai menjulurkan tangannya untuk memegang resleting itu. Dengan perlahan juga Jeno mulai menurunkan resleting itu, yang membuat punggung mulus Renjun makin terlihat lebih banyak.

"Kau ingin mengambil hak dan kewajiban-mu atau tidak?" Tanya Renjun, seraya membalikkan tubuhnya, menatap Jeno. Begitu resletingnya sudah terlepas dengan sempurna.

Jeno terdiam. Bukan! Bukan berati ia tidak mengerti dengan ucapan Renjun. Ia mengerti, sangat malah. Di usianya yang sudah sangat dewasa seperti ini, tidak mungkin dia tidak mengerti. Tapi ia terdiam karena terkejut akan ucapan Renjun.

Otaknya berpikir dan menerka-nerka maksud dari ucapan Renjun. Ini Renjun berbicara seperti ini tuh serius memberikan yang dia jaga untuk Jeno. Atau hanya ingin menguji Jeno, apakah Jeno sama dengan lelaki pada umum-nya, atau tidak.

Jika di lihat dari status pernikahan mereka yang terjadi karena perjodohan. Sangat tidak mungkin kalau mereka berhubungan intim layaknya suami istri.

"Jen." Panggil Renjun sekali lagi, karena tidak mendapatkan jawaban dari Jeno.

"Ah--eummm.... kau serius mengatakan hal itu?" Pertanyaan serta tatapan polos yang keluar dari mulut Jeno, sukses membuat Renjun harus menahan rasa tawa yang ingin meledak.

Sebelum menjawab, Renjun berdeham terlebih dahulu, untuk mengusir tawanya."Kau pikir aku bercanda? Aku serius. Kau ini suami aku, sudah menjadi hak dan kewajiban kamu kalau kamu menginginkan hal itu dari aku." Jelas Renjun, dengan senyumannya.

"Tapikan hubungan kita di landasi karena perjodohan." Peringat Jeno, ia tidak mau Renjun terpaksa, atau yang lebih parahnya menyesal karena telah melakukan hal itu kepada dirinya.

"Lantas kenapa? Kau sendirikan yang bilang. Kalau dirimu tetap akan menjalankan pernikahan ini, walaupun di landasi dengan perjodohan. Kau juga yang bilang kalau ikatan suci ini tidak ingin kau bakal main." Ujar Renjun, yang tidak masalah dengan hal ini.

"Tapi bagaimana nantinya kalau aku menghianati dirimu dan pernikahan ini?" Tanya Jeno.

"Ya gapapa, berati emang jalannya sudah seperti ini." Jawab Renjun yang acuh akan pertanyaan Jeno.

Bukannya acuh sih. Lebih tepatnya Renjun telah menyiapkan berbagai macam konsekuensi yang akan ia dapatkan dari pernikahan ini. Jadi, mau baik atau buruknya, ia harus terima.

"Jadi bagaimana?" Tanya Renjun memastikan.

"Yakali aku menolak, jika istriku sendiri yang minta."

TO BE A LOVER - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang