4. I Wanna Tell U

133 8 1
                                    

"Jadi gimana Njun?" Tanya Karina, teman kecil Renjun yang saat ini sedang menatap Renjun di hadapannya.

Bukan hanya Karina saja. Tapi ada Winter, Giselle, Ningning dan Haechan, teman masa kecil Renjun.

Saat ini Renjun memang memutuskan untuk bertemu dengan teman-temannya. Ah lebih tepatnya si Haechan mengajak mereka bertemu, karena sudah lama mereka tidak bertemu.

"Ya gitu, gue nikah sama dia." Ujar Renjun, seraya meminum minumannya.

"Yeuh si anjir, jadi beneran nikah tahun ini?" Tanya Ningning tak percaya. Pasalnya Renjun kalau di tanya nikah itu pasti jawabannya tahun depan mulu.

"Iya jadi. Minggu ini malah. Undangannya udah gue kirim lewat whatsapp ya." Seru Renjun yang sepertinya tak ada beban untuk berbicara seperti ini.

"Gimana cowo pilihan ibu lo? Ganteng? Kaya gak?" Tanya Haechan. Haechan itu tau kalau kriteria cowonya Renjun hampir menyerempet ke sempurna, udah kayak rokok kan.

Tanpa ba bi bu, Renjun langsung mengeluarkan ponselnya, dan menunjukkan foto Jeno kepada teman-temannya.

"Ini mah paket lengkap anjir." Seru Giselle yang tidak menyangka jodohnya Renjun bisa dapet apa yang dia inginkan.

"Ini sesuai request-an lo?" Tanya Winter.

"Iyalah. Lo tau sendirikan kalau gue sukanya sama cowo ganteng, kaya dan seiman? Mumpung udah ketemu, langsung gue iyain aja. Lagipula gue cape di tanya kapan nikah mulu. Dahal gue gamau nikah. Kalo ibu gue gak nuduh gue lesby, gak bakal nikah gue sampe sekarang." Ujar Renjun.

Iya ibunya Renjun tuh punya banyak cara supaya Renjun nikah. Sampai satu titik di mana Renjun udah lelah, dan akhirnya menyetujui perjodohan yang di ajukan sama ibunya, ketika ibunya nuduh dia suka sesama wanita.

Kan aneh bukan? Padahal kalo ngeliat fotonya Taeyong nct, Renjun selalu teriak kayak orang gila. Masih aja di tuduh lesby.

"Terus lo mau nikah di mana?" Tanya Ningning.

"Gbk. Temanya ada 3 dalam 1 acara, ada Indonesia, Kpop sama bola." Jawab Renjun.

"Fix sih, semua hoki lo udah kepake semua. Kayaknya di kehidupan sebelumnya lo pernah nyelamatin negara deh. Bisa-bisanya semua keinginan yang lo pengen keturutin semua." Ujar Giselle.

"Iya sih anjir. Udah dapet cowo ganteng, kaya, seiman. Udah gitu konsep pernikahannya yang pengen dia inginin lagi." Sahut Winter.

"Itu namanya kekuatan omongan." Timpal Karina, yang membuat keempat temannya menatapnya, kecuali Renjun.

"Kekuatan omongan gimana?" Tanya Haechan.

"Lo tau sendiri kan si Renjun sering ngomong kalo dia pengennya dapet lelaki kayak gitu, terus juga dia pengen ngadain tempat nikah di gbk, sama pakai 3 konsep yang berbeda. Itu namanya kekuatan omongan, berubah menjadi doa dan juga kenyataan. Makanya kalo ngomong buat diri kita sendiri itu yang baik-baik." Jelas Karina.

"Lagipula si Renjun juga kaya. Gak mungkin dia nyari calon di bawahnya dia. Lo gak lihat sekaya apa dia sekarang? Jadi wajar lah kalo nyari calon yang setara sama dia. Lo tau sendiri kan cowo jaman sekarang itu kebanyakan maunya di nafkahin." Sahut Haechan, menyetujui ucapan Karina.

"Iya termasuk lo kan?" Ledek Giselle.

"Ih gue mah bukan! Lagipula gue bottom njir. Jadi wajar." Balas Haechan, menanggapi ledekan Giselle.

Sedangkan Renjun hanya bisa terkekeh mendengar semua yang di ucapkan temannya. Temannya hanya tau yang enaknya saja. Mereka gak tau gimana kerja keras Renjun selama ini, sampai dia masih bisa bertahan dan hidup di titik ini.

"Lah, mau ke mana lo?" Tanya Haechan, menatap heran Renjun yang beranjak.

"Mau ketemu calon gue dulu. Anaknya udah teleponin dari tadi." Ujar Renjun, seraya menunjukkan layar ponselnya sekilas, lalu pamit pergi meninggalkan teman-temannya.

Sampai di depan cafe, Renjun langsung mengangkat panggilan masuk dari Jeno, yang daritadi terus bergetar.

"Hallo Jen, kenapa?" Tanya Renjun to the point.

"Makan siang di mana? Aku akan menjemput-mu untuk makan siang ya?" Tanya balik Jeno, yang langsung to the point juga, atas maksud dan tujuannya.

"Nasi padang di dekat rumahku saja gimana? Enak terus murah lagi." Tawar Renjun.

"Oke kita makan siang nasi padang. Kalau begiu aku otw kantor-mu ya." Seru Jeno, yang menyetujui tawaran Renjun.

"Jangan ke kantorku. Aku tidak ada di kantor soalnya. Kita ketemuan aja di depan masjid. Aku bawa motor soalnya." Ujar Renjun, menolah tawaran Jeno untuk menjemput dirinya.

"Oh yaudah kalau begitu. Aku berangkat sekarang ya. Hati-hati bawa motornya." Seru Jeno.

"Heum. Hati-hati juga bawa mobilnya." Balas Renjun, yang langsung mematikan ponselnya secara sepihak.

***

"Eum... Ren, ada hal penting yang ingin aku bicarakan." Ujar Jeno yang saat ini sudah ada di hadapan Renjun.

Mereka cukup terdiam lama selama beberapa menit setelah makan. Namun pada akhirnya Jeno pun mulai membuka suaranya. Membuat Renjun langsung menaruh ponsel yang ia pegang, lalu menatap Jeno yang sedang mengajaknya bicara.

"Kamu ingin bicara apa?" Tanya Renjun, yang sudah siap mendengarkan Jeno.

"Aku sudah mempunyai kekasih." Jujur Jeno, yang sukses membuat Renjun terdiam sejenak.

"Aku tidak apa-apa. Kan aku sudah pernah bilang? Aku tidak akan membatalkan perjodohan ini, apapun kondisinya. Aku juga pernah bilang kepada-mu juga kan? Aku tidak masalah kamu ingin menjalin kasih dengan siapapun, walaupun kita sudah menikah nanti." Jelas Renjun yang paham akan kondisi Jeno.

Renjun sadar diri akan posisinya. Di sini, posisi Renjun terlihat sebagai perebut kekasih orang. Jadi, mau tidak mau dia harus menanggung segala resiko yang akan terjadi nanti. Termasuk hal ini. Jadi, dia akan memberikan kebebasan kepada Jeno.

"Bukan itu yang aku permasalahkan saat ini." Ujar Jeno, dan Renjun hanya terdiam, menunggu Jeno untuk melanjutkan ucapannya.

"Aku memang sudah mempunyai kekasih, itu juga sebagai back up-an kalau sewaktu di suruh bawa kekasih sama mama. Eh ternyata mama malah jodohin aku. Tapi kamu tenang saja, aku sudah memutuskannya." Jelas Jeno.

"Jadi di sini aku ingin memberi tau-mu, agar tidak menjadi kesalah pahaman nanti. Kalaupun ada wanita yang mengaku sebagai kekasih-ku? Ketahuilah bahwa aku sudah memutuskan hubungan-ku dengannya." Sambung Jeno.

"Tapi kenapa?" Tanya Renjun yang bingung. Padahalkan Jeno bisa melanjutkan aksinya.

Jeno terdiam, pandangannya terus menatap manik mata Renjun yang penuh kebingungan.

"Karena aku tidak akan bermain-main dengan yang namanya pernikahan. Bagiku, pernikahan adalah suatu hal yang tidak bisa di permainkan, satu hal yang hanya bisa di lakukan sekali dalam seumur hidup. Ya walaupun pernikahan ini di landasi dengan perjodohan, tapi tetap saja aku tidak akan memainkan ikatan yang sakral dan suci ini."

TO BE A LOVER - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang