2. The Story

207 6 0
                                    

"Aku pantas untuk dirimu?" Tanya Jeno, yang sepertinya sedikit terkejut dengan ucapan Renjun.

"Tentu saja. Kau kaya dan kau mampan." Jawab Renjun tanpa pikir panjang.

"Hanya itu?" Tanya Jeno.

Lagi-lagi Renjun langsung menganggukkan kepalanya tanpa berfikir. "Menurut-mu, aku akan menerima diri-mu jika kau tidak mampan dan tampan? Sorry, aku tidak akan memilih lelaki yang tidak mampan dan tampan. Karena apa? Aku bukan wanita yang suka di ajak susah bersama. Serta menurut-ku itu ketampanan pria itu sangat tampan. Karena apa? 99% pembentukan fisik seorang anak menurun dari ayah-nya. Sedangkan kepintaran? Menurun dari ibunya. Maka dari itu aku sangat mengejar pendidikan-ku sampai s3, agar anak-ku dapat mewarisi kepintaran-ku." Jawab Renjun.

"Kau tidak mau menikah, tapi kau sangat memikirkan masa depan anak-mu? I mean, kau tidak mau menikah, tapi kau ingin mempunyai seorang anak?" Tanya Jeno.

"Awalnya aku tidak ingin mempunyai seorang anak, kalau kehidupan-ku tidak berubah." Jawab Renjun.

"Kehidupan-mu berubah? Memang dulu itu kehidupan-mu seperti apa?" Tanya Jeno yang semakin tertarik mengenai Renjun.

"Dulu itu aku sangat susah Jen." Perkataan yang akhirnya Renjun ucapkan. Dia sebenarnya tidak ingin mengingat ini lagi. Kesusahan yang ia alami dulu, ingin ia hilangkan. Karena apa? Renjun akan menangis bila mengingat kembali kesusahan yang ia alami.

Ya walaupun Renjun tau, mungkin kesusahan yang ia alami ini tidak sebesar kesusahan yang orang lain di luar sana. Renju  tau bahwa masih banyak kesusahan yang lebih parah dari apa yang ia alami. Tapi tetap saja, kesusahan yang ia alami, ingin ia lupakan dari kehidupannya.

"Kau dulu orang yang--eum maaf, susah?" Tanya Jeno yang tidak percaya.

Bagaimana Jeno tidak percaya kalau kesuksesan Renjun saat ini, membuat dia seperti tidak pernah mengalami kesusahan. Tapi bukan berati Renjun tipikal yang arogant dan norak seperti orang kaya baru ya! Tidak! Renjun tidak seperti itu!

"Aku memang ingin mengubur semua kesusahan yang aku alami Jen. Dulu, aku sangat susah. Bahkan untuk makan saja, kami hanya makan 1 kali sehari, bahkan tidak makan seharian. Kehidupan-ku dulu benar-benar sangat menyakitkan bagi diri-ku." Jelas Renjun, yang mulai memberanikan untuk menceritakan ini kepada orang lain.

Pasalnya, seumur-umur Renjun tidak pernah menceritakan kesusahan yang ia alami kepada orang lain. Karena menurut Renjun percuma! Bahkan Renjun tidak pernah memberi tau kedua orang tuanya sekalipun.

"Permasalahan ekonomi, perceraian, perselingkuhan, dan masih banyak lagi yang telah aku dan kedua adikku alami. Di pandang sebelah mata bahkan tidak di hargai oleh keluarga besar ayah-ku, hanya karena keluargaku tidak sekaya keluarga mereka. Hutang kedua orang tuaku, adikku yang satu, yang tidak sekolah sebanyak 2 tahun dan 2 kali aku sekolahkan di tempat yang berbeda, karena di palak, dan gurunya yang galak. Aku yang menganggur selama beberapa tahun karena tidak ada koneksi sama sekali, yang membuatku jarang lolos tahapan interview, perselingkuhan yang terjadi oleh Ibuku hanya untuk mendapatkan uang dari pria hidung belang, serta perceraian yang hampir terjadi di antara ibu dan ayahku. Permasalahan ekonomi yang menjadi faktor utama di keluarga-ku. Kau tau? Aku bahkan pernah mempunyai pemikiran untuk menjual diriku sendiri karena sudah mentok, bagaimana cara menghasilkan uang."

"Bukan hanya itu saja! Aku bahkan punya pemikiran untuk mengakhiri hidup-ku, karena merasa tidak berguna menjadi anak pertama. Ya walaupun tau bahwa mencari nafkah itu bukan tugas seorang wanita, apalagi seorang anak. Nafkahnya seorang anak perempuan itu di tanggung oleh ayahnya, paman dari ayahnya, saudara laki-lakinya, dan suaminya. Tapi itu tidak berlaku untuk diriku, Jeno!"

"Kau tau? Aku sering menyalahkan diriku sendiri karena kegagalan-ku. Di saat teman-temanku sudah pada kuliah dan bekerja? Sementara aku masih menganggur! Aku benar-benar merasa tidak berguna saat ini. Aku sangat ingin mengakhiri hidup kala itu. Tapi aku berfikir lagi. Kalau aku mengakhiri hidup? Aku takut adikku merasakan hal yang sama denganku."

"Semua beban di tumpu ke tulang punggung-ku. Padahal aku sendiri terbuat dari tulang rusuk. Mencari uang untuk membayar cicilan hutang keluarga, mencari uang untuk makan dan kehidupan sehari-hari, mencari uang untuk bayar uang seragam, praktek sekolah, uang jajan sekolah, uang kas, dan segala tetek bengeknya sekolah untuk ke-2 adikku, cicilan hp untuk sekolah kedua adikku, cicilan motor, membayar listrik dan masih banyak lagi. Sementara di saat itu aku belum sekolah. Hanya pemasukkan dari semua penjualan yang apapun aku jaul, untuk menutup semua itu."

"Setiap malam aku tidak bisa tidur hanya untuk memikirkan besok aku makan apa, harus mencari uang ke mana lagi untuk uang jajan adikku, membayar semuanya yang di bebankan kepada diriku." Ujar Renjun, yang tak terasa air matanya sudah mengalir dengan deras, tanpa seijin dirinya.

Dia tidak bisa untuk tidak menangis, kalau sudah bicara deep talk seperti ini. Apalagi hanya dengan 2 orang.

Jeno yang melihat itu pun tidak tinggal diam! Ia segera menggeser bangkunya menjadi dekat Renjun. Di peluklah Renjun ke dalam dekapannya.

Jeno tidak habis pikir, ternyata orang yang terlihat tangguh di depan semua orang? Menyimpan begitu banyak beban yang harus ia pikul sendirian.

"Dan kau tau? Semenjak itu aku memutuskan untuk mencari banyaknya uang. Bahkan aku tidak pernah terbesit sedikit pun untuk mencari seorang pria." Ujar Renjun.

"Aku mulai membuka usaha dari bawah tanpa adanya bantuan siapapun. Walaupun keluarga ayah-ku sangat kaya? Mereka tidak mau memberikan koneksi yang mereka punya kepada diriku. Jatuh bangun dalam membangun bisnis sudah aku rasakan sejak dulu. Sampai aku nyaris gila di buatnya."

"Dan kau tau apa yang membuat aku bertahan selama ini, selain adik-adikku? Real Madrid, BTS, dan NCT yang sukses membuatku bertahan selama ini. Mereka salah satu faktor yang membuatku bertahan seperti ini."

"Walaupun banyak sekali orang yang bilang aku terlalu berlebihan, norak dan masih banyak lagi? Aku tidak perduli. Walaupun duli ketika aku susah, aku belum pernah dan sama sekali bertemu dengan mereka? Tapi kehadiran mereka di hidup-ku sangat berarti. Senyum yang kala itu sempat pudar, akhirnya terbit lagi karena konten, suara dan semua ucapan yang mereka berikan."

"Dan ya! Aku akhirnya bisa sampai di puncak ini karena mereka. Mereka yang juga menjadi pendorongku untuk sukses. Keinginanku untuk bertemu dengan mereka, yang membuat aku seperti saat ini."

"Dan kau tau? Anehnya Ibu-ku menganggap-ku tidak normal, hanya karena aku tidak ingin menikah. Padahal yang membuat diriku seperti ini tuh dia. Semua permasalahan yang di hadapi, dia tunjukkan semuanya kepadaku, sehingga aku bersikap seperti ini."

TO BE A LOVER - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang