Kukira,.. hal yang paling menyakitkan adalah akhir yang bahagia. Dimana orang-orang hanya berkhayal tentang akhir kisah yang bahagia.
Namun nyatanya bukan.. Kini bagiku hal yang paling menyakitkan adalah kehilanganmu.
Sosok mentari yang selalu saja menyinari hati yang sudah tak bisa merasakan hal apapun..
Datangmu bagaikan hamparan kunang-kunang.. Rapuh namun mampu menerangi.
Inikah akhirnya? Hanya beginikah kebahagiaanku bersamamu? Apakah memang benar sesingkat ini?
Tuhan.. bisakah engkau memutar waktu? Aku tak ingin kehilangannya. Aku harus bagaimana? Hari-hari memang ku lalui namun,..
Bagai sebutir pasir di tengah-tengah laut..
Aku memang berada di keramaian namun aku merasa asing dengan keramaian itu.
Aku tak lagi merasa hangat..
Suara langkahan kaki dari seorang CEO terdengar.
"Dimana pemuda korea itu?"
"Ada di aula, pak."
CEO itu pun segera menuju ke aula. Dan mendapati sosok pemuda asal korea selatan yang tengah membersihkan sisa pertemuan.
"Sudah kubilang ini bukan pekerjaanmu," si pemuda pun menghadap ke hadapan CEO. Dan disanalah ia mengetahui nama dari si pemuda asal korea itu yang tercantum di nametag.
Namun, setelah berulang kali memikirkannya. Ini semua memang takdir. Bukan salah siapapun. Semua ini sudah di gariskan..
"Lee Yongbok."
"Ah maaf, pak. Ini sudah menjadi kebiasaanku di korea saat seusai menggunakan lalu di bersihkan."
"Baiklah. Setelah itu temui aku di ruangan. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Baik."
. . . .
Kisah ku ini,.. aku hanya bisa mengambil kesimpulannya. Jika semua itu hanyalah titipan. Kita tidak perlu menangisi, membanggakan, atau melakukan hal yang berlebihan.
"Ini sudah 13 tahun sejak saat itu. Dan aku masih saja merasa hampa. Felix,.."
CEO yang diketahui bernama Hyundra Gefhano menatap si pembicara dengan tatapan lembut. "Sepertinya kamu harus merelakannya. Yah, bagaimanapun jika saja saat itu aku tidak menaiki bianglala pasti aku bisa menjaganya. Sedangkan aku menjaga diriku saja tidak bisa,.."
Tak ada yang perlu di sesali. Semua ini sudah tertulis dalam takdir setiap umat. Jika memang seseorang itu pergi, maka sosok yang membuatnya pergi hanyalah perantara.
Abin Kadeo. Sosok yang selalu merasakan hampa tiap detik itu mengukir senyum tipis. "Keluarga Lino bagaimana? Apakah kedua orangtuanya benar-benar berpisah?"
"Yah,.. seperti yang kita tahu. Farhan bersama ibundanya dan Lino tidak memilih keduanya. Ia bersama pamannya."
"Menurutmu,.. jika Felix masih hidup,.. akan seperti apa dia sekarang? Apakah ia akan melebihi tinggiku? Atau ia tetap menjadi mungil yang selalu ku dekap,.."
Suara ketukan pintu pun terdengar.
Benar ucapnya jika aku tidak harus membenci kakaknya. Bagaimanapun ini semua bukan salahnya, melainkan takdirnya yang memang berhenti sampai saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
FanfictionMemang benar jika semua itu tidak kekal. Sama hal nya dengan pertemuan kita. Sangat cepat bagaikan kilat menyambar. __________ Genre : Angst Main : Changbin Lead : Felix | Chan Sub : Hyunjin | Minho | Jisung Other : Ningning | Johnny...