07. Why You Leave Me Alone?

44 4 0
                                    

_________








"Cafe ini bukan, ya?" gumam Abin saat berada di cafe dekat hotel grand heaven. Namun ia tak kunjung menemukan sosok dosennya. Dan seingatnya cafe yang dekat dengan hotel grand heaven hanyalah cafe yang satu ini.

Lalu ia mengecek handphone nya namun tak ada notif dari prof. Joshua. Ia pun menelpon ke nomor tak di kenal tadi. Namun nomor itu tidak aktif. Sudah beberapa panggilan namun tak kunjung aktif.

Lalu ia mengecek ke nomor prof. Joshua yang ia simpan. Segeralah ia menelpon karena nomornya sedang aktif. Tak lama tersambung dan diangkatlah oleh dosen itu.

"Halo? Kenapa, bin?"

"Maaf prof. Tapi prof. ada di mana ya? Saya sudah ada di cafe dekat hotel grand heaven tapi tidak menemukan profesor."

"Lah? Saya ada di rumah, bin. Siapa yang nyuruh kamu ke cafe cofee?"

"Tadi profesor memanggil saya dengan nomor yang tidak dikenali. Dan profesor meminta saya datang karena ada sesuatu yang ingin dititipkan ke saya," ujarnya sesuai fakta.

"Tidak. Saya tidak pernah memanggil kamu. Mempunyai satu nomor saja rumit apalagi memakai dua nomor."

"Ah. Begitu ya, prof. Baiklah. Maaf saya telah mengganggu profesor."

"Ya, tak mengapa. Tapi, bin. Hati-hati biasanya ada orang yang berniat jahat denganmu. Dan berpura-pura menjadi saya. Saya benar-benar tidak memanggilmu."

"Ah iya prof. Tak mengapa. Saya yang terlalu mudah percaya."

"Jangan lupa di cek apakah ada yang salah. Saya berpesan jangan sampai terulang untuk kedua kalinya!"

"Baik, prof!"

Ditutup lah telepon itu.

Abin pun mematikan handphone nya dan berniat untuk kembali. Namun hujan melanda. Ia menjadi kepikiran dengan Felix. Namun saat dipikir ulang, ia bersama orang yang bisa ia percaya. Jadi ia pun meneduh terlebih dahulu. Sambil melihat apakah ada bus lewat.

. . . .


"Eh? Hujan?" ujar Felix dengan polosnya.

"Ya terus?" ketus Chandra.

"Eng-enggak, kak."

"Sini deket ke gue."

Felix bingung. Apakah ia harus mendekat?

"Lix. Sini!"

Segeralah Felix mendekat ke Chandra.

"Kenapa tadi nggak pake jaket? Dingin, kan? Nih pake jaketnya kakak."

Felix terkejut namun ia senang. Ia tersenyum dalam tundukannya.

10 menit pun berlalu dan udara semakin mendingin.

"Oke. Kesabaran gue habis. Lix ayo balik."

"Hujannya masih deras, kak."

"Dari pada kita nggak bisa balik? Disini dingin, loh."

"Iya deh."

Chandra pun segara menggendong Felix karena ia tahu, Felix pasti hanya akan menghambat larinya jika tidak ia gendong.

"Kenapa nggak ada ojek payung yang dateng, sih? Biasanya di halte banyak, loh!" ucapnya saat sampai di halte bus.

"Kak, pakai lagi aja jaket nya. Felix gapapa, kok!"

"Gapapa gimana? Ini dingin, lix. Kamu gak bakal kuat nahan dinginnya. Sebentar kamu tunggu disini. Kakak cari apa gitu deh buat nyebrang ke apartemen kakak kamu. Ga mungkin kita terobos. Hujannya lebat banget. Jangan kemana-mana. Ngerti?"

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang