Gelora mengernyit setelah berhasil membuka kedua mata. Rasa kantuk yang beberapa menit terakhir berhasil membawanya sejenak ke alam bawah sadar, seketika hilang saat Gelora membaca banner di mana ias sekarang berada.
"Ngapain kita ke sini, Ngga?" tanya Gelora panik.
"Yah, kenapa nggak ada 'Mas'nya lagi. Males ah jawab."
Gelora menghela napas, meraih botol air mineral yang diulurkan Gangga, meneguknya hingga habis. "Ini kenapa kita ke tempat pembuatan tato? Kamu mau bikin tato? It's really not cool at all!"
"Aku mau ngehapus tato, Ra."
"Kamu nggak harus, Ngga. Aku--"
"Kamu concern tentang tatoku, Ra. Aku cuma pingin kamu nyaman dalam hubungan ini. Jadi ya, aku akan hapus tatoku." Gangga lantas keluar dari mobil.
Dandelion and letter B? Padahal tato Gangga bagus sih.
--olc--
Gelora masih mengusap punggung terbuka Gangga dengan tisu basah. Menatap kulit punggung Gangga yang memerah karena pria pemilik 'Rumah Tato' ini berhasil menghapus tato Dandelion and letter B di punggung Gangga. Pemilik 'Rumah Tato' tadi berusaha ekstra keras saat menghapus huruf B pada tato Gangga karena Gangga mengaku membuat tato itu di luar negeri.
"Memang sih, kalau di tempat itu susah banget ngehapusnya, Bro," kata pria berjambang tipis pemilik tempat ini. "Gue juga pernah pas ke California, bikin tato di sana. Buset mahal banget, tapi memang hasilnya nggak bisa dibohongin bagusnya."
"Gue tebak yang di lengan kanan lo itu, kan?" terka Gangga.
"Emang. Ini tato pertama gue, emang sengaja pas ada tawaran kerja ke California mau bikin tato gambar kuda. Eh malah dibikin jatuh cinta sama dunia tato."
"Huruf B yang susah banget lo hapus tadi juga tato pertama gue sih." Gangga kemudian berjabat tangan dengan pemilik tempat ini. "Thanks, Bro."
"Sama-sama. Gue ambilin minum dulu. Kalau kalian mau lebih sejuk, di belakang aja. Banyak pohon rindang di belakang."
"Oke sip!"
Pria berbadan lumayan besar itu berlalu meninggalkan Gangga dan Gelora. Gelora menghentikan gerakannya mengusap tisu basah pada punggung Gangga. Membuat Gangga memutar kursi yang ia duduki hingga ia berhadapan dengan Gelora. Tersenyum menatap Gelora.
"Ke belakang, yuk?" ajak Gangga.
"Nggak pulang aja?"
"Bentar lagi." Gangga meraih kaos hitam di pangkuan Gelora dan mengenakannya. "Ayo!" Gangga menarik tangan Gelora. Mengajak wanita itu ke bagian belakang 'Rumah Tato'.
Gangga berjalan pelan beriringan dengan Gelora. Menikmati indahnya halaman belakang tempat ini. Di mana banyak pohon rindang dan tanaman bonsai yang berjejer rapi.
"Tato B di punggungku bukan untuk Bella," celetuk Gangga. Menarik tangan Gelora agar ikut berhenti. Pria itu lantas mendorong pelan tubuh gelora untuk bersandar pada pohon Kiara Payung. "Tato itu aku buat saat aku lulus SMA, pas itu aku diajak Mamanya Manda buat ngehadirin wisuda Jeff di California. B.. untuk Binar, nama bundaku, Ra."
Gelora mengerjap beberapa kali. Pikirannya tidak fokus karena penjelasan Gangga barusan, juga semerbak aroma khas Gangga yang mulai meracuni indera penciumannya. Mengganggu kinerja otak Gelora dan seluruh akal sehat Gelora. Wanita itu menelan saliva, menatap Gangga yang semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Gelora. Satu tangan Gangga sekarang sudah berada pada pipi kanan Gelora, mengusap lembut pipi Gelora yang merona. Gelora bahkan reflek memejamkan mata untuk sejenak. Mencoba menetralkan gemuruh di dalam sana. Gelora tidak ingin menjadi 'gila' karena aroma Gangga semakin liar meracuni pikiran Gelora.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Chance - Republish
RomanceRe-publish. Sudah tamat th 2019 Adult (19+) Tidak ada yang lebih berat dari kehilangan sosok yang paling kita sayangi, sosok tumpuan kita. Gelora Jingga Gestama, wanita berusia 25 tahun yang baru kehilangan belahan jiwanya--suami yang telah membersa...