1. Selepas Kepergiannya

52.5K 712 27
                                    

SATU.

Suasana duka masih menyelimuti keluarga Gestama. Meski ini sudah hari ketiga sejak kepergian sulung dari keluarga Gestama, Arga Putra Gestama. Namun, duka itu masih tertinggal dengan apik di rumah besar itu. Setidaknya duka mendalam itu masih dirasakan di dalam kamar Gelora Jingga Gestama, istri dari mendiang Arga.

Wanita dua puluh lima tahun itu masih terduduk lesu di sana, di sudut ruangan kamarnya yang luas. Berpakaian serba hitam, Gelora masih memeluk pigura berisi foto suaminya dan sang anak, Ghaitsa Angelina Gestama. Foto yang diambil tiga bulan lalu saat ulang tahun Arga yang ke dua puluh enam di sebuah restoran di Bali.

Gelora menatap ke luar jendela. Pada indahnya taman belakang rumah yang baru selesai di buat Arga dua minggu lalu. Taman impian Gelora semasa ia masih kecil.

Pintu kamarnya yang diketuk, membuat Gelora menoleh. Ia buru-buru menghapus buliran air mata yang tersisa. Wanita itu baru akan melangkah menggapai pintu, saat pintu berwarna putih itu terbuka. Sosok Caitlin Amithy, teman baiknya yang dua hari ini menginap, dan Ghaitsa yang terlelap dalam gendongan Jeff, tunangan Caitlin yang baru hari ini sampai.

Buru-buru Gelora meletakkan pigura dalam dekapannya ke atas meja rias. Berjalan menghampiri dua sahabatnya itu, ia memindahkan putri kecilnya dari gendongan Jeff.

"Udah lama dia tidur, Cait?" tanya Gelora sepelan mungkin.

"Setengah jam mungkin. Tadi kami ngajak dia ke toko mainan, tapi nggak mau. Dia minta muter-muter naik motor. Ehh ketiduran di motor," jawab Caitlin.

Dengan pelan Gelora membaringkan putri kecilnya di atas kasur. Melepas flatshoes yang dikenakan Ghaitsa, ia lalu mencium kening putrinya yang terlelap.

"Ra, bisa kita bicara di luar?" Caitlin menepuk bahu Gelora pelan.

"Okey," jawab Gelora. Kemudian mengikuti dua sahabatnya keluar dari kamarnya.

--olc--

"Kami harus pulang malam ini, Ra. Besok siang Kak Ivan mau ke PH. Bahas project baru yang akan kami rilis," kata Caitlin.

"Kalian nggak jadi seminggu di sini?" tanya Gelora.

"Honestly, kami sebenarnya ingin selamanya aja tinggal di sini." Jeff menyahuti, "Ya Tuhan, Ra. Ini Bali. Siapa yang nggak ingin berlama-lama di sini?" Lelaki 30 tahun itu memang dari dulu mengagumi Bali, dan terang-terangan mengatakan iri dengan Gelora yang akhirnya dipersunting Arga, lalu diajak pindah ke Bali.

Gelora mengulas senyum tipis. "Ya udah. Nanti biar Bayu nganter kalian ke bandara."

"Nggak usah, Ra. Kami naik taksi atau travel aja. Kasihan kalau harus Bayu yang antar. Dia kan juga masih harus menerima tamu yang berbela sungkawa."

"Aku minta maaf banget ya, Cait. Aku nggak bisa--"

"Sst.. aku yang minta maaf karena nggak bisa lama-lama di sini," sela Caitlin. "Nanti sampaikan salam kami buat Ghaitsa, ya? Kalau kerjaan udah beres, aku pasti akan ngunjungin kamu di Bali." Caitlin mengusap lengan Gelora.

"Atau kamu mau ikut kami ke Jakarta? Sungguh, project baru kami ini akan butuh banyak bantuan dari kamu, Ra," imbuh Jeff. Pria itu menyengir saat kakinya dengan sengaja diinjak Caitlin. "I'm just telling the truth, Cait."

Caitlin hanya melirik Jeff sekilas lalu mengulurkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah amplop. "Ini nggak seberapa, Ra. Tapi aku mohon banget, terima ya, Ra?" ucap Caitlin seraya menyerahkan amplop itu pada Gelora. Hal yang langsung ditepis oleh Gelora. Wanita itu meraih tas Caitlin, hendak mengembalikan amplop itu pada tas. Namun dengan cekatan, Jeff menyembunyikan tas Caitlin di balik badannya.

One Last Chance - RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang