Sampai di kos-kosan

13 4 6
                                    

Sekian lama waktu perjalanan dari Pelabuhan, mereka sampai di kosan mereka. Sebelum mereka masuk ke kosan, mereka pergi ke rumah Babeh Minto, pemilik kos kosan khusus cowo itu.

"Assalamualaikum beh." Jiden mengucapkan salam dengan lembut.
Pintu rumah pak Minto terbuka.

"Waalaikumsalam, eyy anak² babeh dah balik ke sini lagi."
Jiden dan Yasha bersalaman dengan Babeh. Babeh yang memegang kepala mereka berdua dan mengelusnya dengan tangan kirinya ketika bersalaman.

Mereka sudah duduk di sofa Babeh yang empuk.
"Wahh rumah babeh ga berubah ya?" Rumah Babeh yang masih banyak koleksi² barang jadul dan foto² 90 an.

"Babeh awet muda yee." Jiden yang membandingkan wajah Babeh yang sekarang dengan foto Babeh ketika masih bujang.
"Woh iya lah. Babeh kan bahagia trus."
"Iya bener. Babeh ga suka marah-marah, bahagia trus." Yasha yang sambil makan kue kering yang tersaji di meja.

Mereka berbincang-bincang tentang banyak hal sampai ga kerasa sudah mau menjelang magrib.
"Sepertinya ini dah mau Maghrib beh. Kuncinya mana beh?" Jiden yang kembali mengambil ranselnya yang sebelumnya dia letakkan di sampingnya ketika mau duduk.

"Sebentar ya."
Babeh yang mengambil kunci dari gantungan di lemari nya dan memberikan nya ke mereka berdua.

"Nak Jiden." Panggil Babeh.
"Iya beh?" Tangan nya yang masih megang kerupuk udang.
"Nanti kita sholat berjamaah ya di masjid."
"Okay Babeh, sip. Jiden mau mandi dulu ya beh."

-

Jiden terlihat lebih tampan dan adem ketika sudah menggunakan baju koko putih celana hitam dan di kepalanya sudah ada peci yang menutupi rambutnya.

"Ayo nak." Babeh yang udah menunggu di gerbang kosan.
"Ayo beh." Jiden meletakkan sajadah dia di pundak nya.

Saat mereka berjalan, tiba-tiba ada yang memanggil mereka. Jiden yang sadar menoleh ke belakang nya. Ternyata itu kak Tio.

Tio yang berbalut baju koko nya berwarna coklat dan dia sudah menggunakan sarungnya yang berwarna polos coklat.

"Bang, jangan lari."
Tio yang tadinya berlari, kemudian berjalan santai tapi cepat. Dia tau yang di katakan Jiden pasti baik untuk nya.

"Hmm ayo bareng." Tio yang sudah berada di samping Jiden.

-

Mereka setelah bersalaman dengan para jamaah lain selesai sholat, Jiden dan Tio pun keluar dari masjid dan hendak mencari sandal mereka. Babeh ga keluar dulu karena mau mendengarkan khutbah.

"Banggg, sandal Jiden satunya ilang."
Tio melihat Jiden yang hanya pakai sandal sebelah.
"Udah di cari blum?" Tio yang sudah memakai sandalnya nya.

"Udah bang. Nah, tuh di pake anak-anak main lempar sandal" Tio melihat sandal Jiden yang udah di jadikan menara sandal untuk di robohkan.

Mereka menghampiri 4 anak yang mau merobohkan menara itu.
"Permisi dek, Kaka ini mau ngambil sandalnya boleh?" Tio menghampiri salah satu dari mereka.
"Kakak² ganteng harus ikut main dulu sama kita. Baru, sandalnya kita kembaliin." salah satu anak cewe menghampiri mereka.

"Okeyy."
Jiden dan Tio join main lempar sandal. Sebelumnya mereka suit untuk menentukan kelompok.

-

Permainan selesai, kelompok Jiden yang menang dan kelompok Tio kalah.
"Nih kak, makasih ya dah ikut main." Anak kecil cowo yang memberikan sandal ke Jiden.
"Terimakasih banyak dek." Jiden mengelus lembut kepala anak itu.

"Kapan-kapan main lagi ya kak abis magrib." Kata anak itu lagi.
"Nama kamu siapa? Biar kita kenal" Tio yang sedikit menunduk badannya.
"Ini bukannya Pak Tio ya? Yang dulu ngajar kelas aku. Pak, ini aku Razel." Anak itu sambil menunjuk ke dirinya.

"Razel yang... Oh yang pernah lempar kertas ya ke bapak ya? Haha astaga. Bapak baru ingat." Tio mengacak-acak rambut anak yang bernama Razel itu.

"Yang lain namanya sapa nih? Yang mau kenalan, kak Jiden beliin jajan di supermarket nihh." Jiden tersenyum melihat anak-anak itu senang dan mulai memperkenalkan dirinya masing-masing.

-

Setelah berkenalan, Jiden mentraktir anak-anak itu ke supermarket dekat kosan.
"Abis berapa den? Biar gua juga bayar" Tio yang mengeluarkan dompetnya dari saku bajunya.
"Gausah bang. Uang nya dah cukup." Jiden yang memberikan uangnya ke kasir. Karena gajadi, Tio kembali memasukkan dompetnya ke saku.

"Anak-anak dah pada pulang kan?" Tio meminum sebuah jus jeruk yang dia beli di dekat supermarket.
"Udah sepertinya, abang dah makan blum?"
Tio hanya menggelengkan kepalanya yang berarti dia belum makan.

"Gua kangen warteg nya Mpok Siti, gimana kita ke sana bang?sela Isya juga" Tangan Jiden yang di masukkan ke saku celananya karena dingin.
"Boleh"

Jiden Nak Rantau {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang