01 - Poison

163 17 17
                                    

Lee Minho mengenal Lee Juyeon sejak bertahun-tahun yang lalu. Ia tidak bisa menjelaskan dengan detail kapan mereka pertama kali bertemu. Yang jelas, itu sudah terjadi lama sekali dan bukan berlebihan jika dirinya mengatakan jika ia sudah mengenal Juyeon sepanjang hidupnya.

Tapi, fakta itu tidak menjamin jika keduanya memiliki hubungan yang baik. Karena nyatanya, Juyeon adalah penyebab segala bentuk penderitaan yang Minho rasakan sejak dahulu. Entah apa kesalahan yang sudah ia lakukan pada lelaki itu, yang jelas tidak pernah ada tatapan atau sapaan lembut dari si Lee yang lain itu untuknya.

Minho tidak tahu, Juyeon hanya pemeran antagonis dalam hidupnya.

Tapi lagi, ada fakta lain yang membuat Minho seakan tidak bisa lari walau hidupnya sudah dirundung kemalangan karena Juyeon. Entah ia yang sial atau semesta memang suka mempermainkannya dengan selalu menempatkannya dan Juyeon pada tempat yang sama kapan dan dalam kondisi apapun itu.

Minho tak bisa lari ataupun pergi dari Juyeon.

Sama halnya dengan apa yang terjadi sekitar sepuluh menit yang lalu dan membuat Minho menyesal harus mampir ke toko roti ini untuk sekedar membeli beberapa bungkus roti untuk sarapannya hari ini dan besok. Itu jelas bukan sebuah keberuntungan saat ia tengah menunggu kasir menghitung jumlah belanjaannya dan telinganya—yang kelewat peka itu—menangkap sebuah percakapan dari meja yang letaknya tak jauh dari sisi kirinya. Percakapan itu membawa nama Juyeon dan sebuah rencana rahasia yang jelas saja mengancam nyawa lelaki itu.

Dan entah Minho yang terlalu totol atau apa hingga ia berakhir ke sebuah tempat yang tidak harus didatanginya.

Itu adalah sebuah bangunan besar seperti rumah yang terlalu mewah dan megah. Tapi Minho tahu dengan jelas jika itu bukan sekedar rumah. Itu adalah markas dari sebuah kelompok yang dipimpin Juyeon. Namanya Poison.

Minho tidak mau mengerti dengan baik kelompok seperti apa Poison itu. Mereka melakukan kejahatan tapi entah mengapa terlihat baik di mata dunia. Ada juga yang menyebut mereka adalah kelompok mafia atau sekelompok pembunuh haus darah dan uang. Tapi, ada juga yang menyebut mereka orang baik yang punya hati besar untuk berbagi dari kelebihan yang mereka punya.

Minho tidak tahu dan ia tidak mau peduli.

Hadirnya di markas itupun masih jadi pertanyaan tersendiri untuknya.

Kenapa ia ada di sana? Bahkan setelah Juyeon dengan jelas mengatakan jika lelaki itu tidak membutuhkannya.

Tidak, Minho tidak terobsesi untuk bergabung dengan Poison. Karena ia tahu dengan jelas jika ia bergabung dalam kelompok itu, maka ia akan menjadi yang terbelakang. Walau ia tahu dengan jelas jika otaknya mampu bekerja lebih baik dari otak Juyeon.

“Gak. Gue gak butuh lo!”

Minho diam setelah kalimat itu Juyeon ucapkan sebagai balasan untuk apa yang ia katakan sebelumnya. Itu menyakitkan dan Minho merasakannya. Tapi, ia tidak akan pergi begitu saja. Ia sudah merelakan pipinya ditonjok pengawal di depan sana dan ia tidak akan membiarkan itu berakhir sia-sia.

“Lo gak butuh gue, tapi lo butuh apa yang ada di otak gue.”

“Udah gue bilang, gue gak butuh—”

“Gue punya informasi.”

Juyeon berucap jengah tadi, tapi dengan cepat Minho memotongnya. Sukses saja membuat lelaki yang masih duduk itu menatapnya dengan sebelah alis terangkat.

“Gue gak butuh lo bayar berapapun untuk informasi penting ini ataupun masuk ke kelompok gak penting ini. Gue cuma mau lo dengerin gue.”

Juyeon terlihat menarik ujung bibirnya, terlihat tidak tertarik. “Gue gak ada niat bayar karna pasti informasi lo gak penting.”

s c a r •• juyeon ft. lee knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang