02 - Venom

103 14 4
                                    

“Ini apa?”

Pertanyaan itu Juyeon ajukan saat matanya menangkap sebuah bungkusan berwarna hitam yang terletak di meja di hadapannya. Tangannya sama sekali tidak menyentuh benda itu. Dan ia hanya menatapnya untuk sepersekian detik sebelum mendongak dan menumpuhkan semua fokusnya pada dua orang lelaki yang berdiri di depannya.

“Itu ada di dalam bom yang berhasil kita jinakin di sayap barat, bos.” Jawab si lelaki yang berdiri di sisi kanan. Rambutnya berwarna kemerahan.

“Setelah dijinakin, bomnya kita bongkar. Ternyata ada benda itu di dalam bom. Kita gak berani pegang buat buka dan lihat isinya karna kita nemuin lambang Venom di antara bom juga. Jadi, kita bawa semuanya—termasuk badan bom dan alatnya—ke kak Jacob.” Sambung yang di sisi kiri, rambutnya pirang dengan wajah yang bertabur bintang di sekitar pipinya.

“Dan hasilnya?”

“Kata kak Jacob, itu bisa ular yang udah dimodifikasi sama beberapa jenis racun. Cukup berbahaya dan beruntung kita gak nekat tadi buat pegang langsung pakai tangan kosong.” Si rambut pirang kembali menjawab.

“Bom yang ada di sayap barat itu cuma bom akal-akalan doang, radiusnya gak jauh dan kerusakan yang ditimbulan sedikit. Kalaupun bom itu meledak pas bos ada di sana, bisa dijamin bos gak akan kenapa-napa. Karna sebenernya, bom itu hanya tipuan. Senjata utama mereka adalah racun di dalam bom itu.”

“Bisa ular yang dimodifikasi sama racun itu dimasukin ke dalam bom, biar sewaktu bom meledak, walaupun kerusakannya kecil, bisa dan racun dalam bom itu bisa mental terus kena orang di sekitarnya. Target mereka bukan kerusakan karna bom, tapi bisa dan racun itu.”

“Kak Jacob udah nyampurin penawar ke bisa dan racun itu, bos, jadi udah bisa dipegang pake tangan kosong.”

Kedua lelaki itu bergantian menjelaskan. Membuat Juyeon yang mendengarnya semakin lama semakin mengeraskan rahangnya. Ia tidak menyangkah jika penyusup yang sudah masuk ke dalam markasnya itu terlalu berani hingga saeperti itu. Tangan kanannya yang terletak begitu saja di atas meja kini sudah mengepal kuat hingga buku jarinya memutih.

“Venom sialan.”

Umpatan itu terucap pelan dan dua lelaki di depannya itu hanya diam. Lalu, hanya sunyi yang menyelimuti tempat itu. Hingga sang tuan kembali menatap keduanya dengan tatapan dingin yang menusuk.

“Eric, habis ini lo ke tempat bang Sangyeon. Kasih tahu dia kalau dua jam lagi gue bakal ke sana.” Juyeon berucap cepat setelahnya, si rambut merah—Eric namanya—langsung mengangguk cepat sebagai jawaban, “dan lo, Lix, setelah keluar dari sini, hubungin Changbin sama Kevin buat ketemu sama gue saat itu juga.”

“Baik, bos.”

“Habis itu, lo cari Bang Chan dan suruh dia ke tempatnya Minho.”

“Minho?” / “Minho?”

Lalu, ucapan Juyeon setelah itu sukses mengundang tanya dari dua lelaki itu.

Jelas saja, Minho bukan nama asing di telinga mereka. Mereka sudah cukup lama bergabung dengan Poison, tentunya eksistensi lelaki manis bermarga sama dengan bos mereka itu tidak akan luput dari mata mereka. Tapi sejauh yang mereka tahu, Minho bukan bagian dari Poison. Juyeon sendiri bahkan mengatakan bahwa Minho tak akan pernah menjadi bagian dari Poison. Dan setiap lelaki manis itu ada di sana untuk bertemu dengan sang bos, semua selalu berakhir dengan pengawal yang memukulnya dan menyeret lelaki manis itu keluar dari sana.

Lantas, kenapa sekarang Juyeon menyuruh Felix—si rambut pirang—untuk mencari Chan untuk pergi ke tempat Minho? Dan itu di mana? Untuk apa juga?

“Gue ada nyuruh lo berdua buat nanya?”

s c a r •• juyeon ft. lee knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang