8

428 89 33
                                    

Jisoo POV

Tiga minggu terlewati, aku tidak yakin akan mampu melewati minggu-minggu berikutnya.  Tiga minggu kemarin saja rasanya sudah seperti neraka terpanas. Grup chat kami di kakaotalk sepi bak suana pemakaman malam hari. Dan yang semakin membuatku gila adalah Jennie yang entah mengapa menjauh dan menghindar. Seharusnya dia bertanya untuk memastikan kebenarannya, Jennie lebih kenal aku jauh dari yang lain mengenal diriku. Apakah ini berhubungan dengan hubungannya dengan Lisa? Lisa melarang Jennie dekat denganku? Ah...tapi tidak mungkin, semarah apapun Lisa, dia pasti tidak mungkin mencampur-adukan masalah yang memang tidak ada sangkut-pautnya.

Selama tiga minggu kemarin, aku memperhatikan hubungan keduanya, sepertinya berjalan dengan baik. Beberapa kali aku melihat Lisa yang menjemput Jennie didepan butiknya. Wanita pertama yang ku bangunkan singgasana di dalam sini-hatiku. Walaupun aku tak melihat Lisa, tapi aku melihat mobilnya terparkir didepan butik. Mungkin dia hanya takut akan paparazi. Aku hanya bisa melihat Jennie dari jendela ruanganku dengan teleskop pastinya. Mungkin sedikit gila kedengarannya, tapi itu memang sudah berjalan bertahun-tahun lamanya. Salah satu yang aku rindukan dari pertemuan kami-aku dan Jennie. Aku rindu membelikannya bubur kacang merah lalu kami sarapan bersama diruangannya.

Sejauh ini pekerjaanku, kafe, kelas teater, dan seminar dibeberapa kampus, semua cukup berjalan baik. Hanya saja hubungan kami yang kacau balau, Seulgi menjauh, Irene pun begitu, Joy menjadi yang termarah, dan Jennie menjauh untuk menghindariku. Hanya Wendy yang tetap sama.

Aku sudah menceritakan semuanya pada Wendy tanpa perlu ada yang ditutupi. Persetan dengan janjiku ke Rosie, aku hanya tak ingin Wendy menjauh juga. Rosie masih tinggal dengan eomma di Gunpo. Dia butuh sosok yang paham dengan kehamilan dan eomma sangat banyak membantu untuk merawatnya dikehamilan pertamanya ini.

Ketika aku menceritakan semuanya ke Wendy, dia sangat marah dan mengumpatku habis-habisan.

"Kim Jisoo pabo!!! Bodoh..!!Goblok...!!Idiot.!!"

"Aku ini seorang pengacara, Ji, kenapa kau tidak meminta bantuan ku, bodoh!!! Aku mempunyai banyak kenalan pengacara hebat"

"Aku tidak mengerti lagi dengan Rose. Dia tidak ingin memperpanjang masalah tapi dia menyusahkan dan menimbulkan masalah dihidupmu. Aish.... Kim Jisoo pabo!!!"

Ya seperti itu caciannya untukku. Aku setuju dengannya, aku memang bodoh dan idiot. Seharusnya sikapku tegas dari awal bukannya lembek seperti ini.

Haruskah aku membawa masalah ini lebih jauh lagi?

Jisoo POV End

——————————————

Jam makan siang kantor tiba. Jisoo tidak merasakan lapar sama sekali. Bisa dibilang nafsu makannya menurun beberapa minggu terakhir.

"Segelas ice americano sepertinya cocok untuk siang ini" ucap Jisoo pada dirinya sebelum beranjak dari kursi santainya untuk membuat segelas kopi.

Jisoo pun turun ke lantai bawah tempat jalannya aktivitas coffee shop. Dilihatnya keramaian yang ada pada siang ini. Jam makan siang menjadi faktor alasan keramaian kafe.

"Hai, Seungwan" sapa Jisoo pada barista favoritnya. Siapa lagi kalau bukan Son Wendy.

Wendy yang tengah sibuk mensteam susu menoleh ke Jisoo, "Hai, Ji. What do you need?"

Mesin Waktu (JenSoo) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang