Bagaimana bisa??
Dia seharusnya sudah mati
Tapi Tuhan tidak memberinya kesempatan untuk tau mengapa ia mati, dan apa alasan ia bisa mati.
Lalu kenapa ia kembali?
Lagi- lagi, ia terkejut dengan fakta bahwa Tuhan memberinya berkah dengan kesempatan k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
__________
Malam semakin larut, tapi Dokter yang menangani Irgi sama sekali belum keluar. Operasi sudah berjalan 4 jam, tapi kenapa mereka belum keluar?
"Ini udah malem banget, Da. Mending lo pulang." Usul Cakra.
Meda menggeleng.
"Gue bakal disini sampe Tama keluar."
Bastian dan Cakra menghela nafas.
"Lo cewek, Da. Gak baik diluar rumah malem-malem."
Meda tetap pada pendiriannya. Menunggu Irgi keluar dari ruang operasi. Ia ingin memastikan keadaan cowok itu.
Tunggu!!
Kenapa ia tidak melihat keluarga Irgi ataupun kerabatnya sejak awal? Kenapa hanya ada dirinya, Cakra dan Bastian disini? Sebenarnya kemana keluarga Irgi? Apa Irgi memang tidak seberharga itu, kah?
Benar, baik keluarga maupun wali pasien benar-benar tidak terlihat disana. Mungkin ada perjalanan bisnis, atau memang benar-benar sibuk.
Ceklek!!
Pintu terbuka, dan dokter yang menangani Irgi pun keluar, berjalan kearah mereka.
"Anda keluarga pasien?"
Ketiganya menggeleng lemah.
"Kami temennya pasien."
Dokter itu mengangguk seolah mengerti. Tapi sepertinya karena keluarga korban tidak datang ia harus memberikan kabar yang ia bawa dihadapan mereka.
"Maaf, kami sudah berusaha sekeras yang kami bisa. Tapi, Tuhan berkehendak lain. Sebelum transplantasi jantung, keadaan pasien sudah sangat kritis. Tindakan yang kami lakukan adalah upaya untuk mencegahnya pergi."
Deg!!
Seketika rasanya seluruh aliran darah yang mengalir berhenti, begitupun jantung mereka yang tercekat beberapa saat.
"Gak mungkin, dok!!"
Meda segera berlari menuju ruang dimana Irgi berada. Para perawat menyingkir dengan tatapan menunduk, memberikan jalan untuk gadis itu menyampaikan pesan dan keluh kesahnya pada raga kosong itu. Mereka merasa gagal menyelamatkan jiwa muda yang masih memiliki masa depan panjang, seandainya masih bernyawa.
"Bangun, Tam!!"
"Lo gak boleh pergi, huhu.. Lo bilang lo nunggu jawaban tentang perasaan gue. Tapi kenapa lo malah berhenti disini? Kenapa lo pergi??"
Gadis itu mengguncang-guncang tubuh ringkih diatas ranjang itu. Alat bantu yang dulu menempel diseluruh badan kini sudah terlepas, tubuh itu sendiri. Tanpa alat bantu, dan tanpa nafas. Kain putih sudah di selimutkan hingga sebatas dada. Ia melihatnya, wajah pucat yang sama sekali tidak menunjukkan eksistensi darah mengalir.
"Lo janji mau bantuin gue nyelesaiin semuanya, tapi kenapa lo malah berhenti berjuang?"