part 9
-HAPPY READING-
Tak bisa dihandiri keadaan kantin yang ramai saat jam istirahat. Ruangan yang diisi puluhan siswa duduk sambil memakan makanannya masing-masing.
Adara mengaduk mie ayamnya dengan setengah niat. Sembari memakan bakso Elang, laki-laki itu melirik kekasihnya dengan penasaran.
"Bukan karena jenis kelamin burung 'kan?"
"Hm?" Adara menatap Elang dengan bingung. Ah, dia lupa tentang malam tadi. Dan, Elang benar-benar percaya yang dikatakannya, begitu polosnya pacarnya ini.
Adara tersenyum terpaksa lalu kembali mengauduk-aduk mie ayamnya. Elang menghela nafas gusar.
"Perkembangan nilai lo gimana?"
"Baik, cuman bahasa Inggris doang yang kurang kak Rah-" ucapannya terpotong dikala matanya menangkap sosok gadis yang dihindarinya. Lalu kembali menatap Elang dengan sedikit melirik-lirik Tiara.
"Kak Rahmat nyuruh gue nyari tutor," lanjutnya kembali.
"Tapi, sempat 'kan nonton gue nanti sore?"
"Main bola? Di lapangan biasa? Gue usahain deh."
Elang mengelus puncuk kepala Adara. Tangan kekar itu dirasakannya, begitu lembut Elang mengelusnya.
Tiara muncul diantara kedunya, Adara menelan salivanya. Ada sedikit rasa gugup dibenaknya bertemu dengan sahabatnya setelah mengetahui perasaan Tiara.
"Gue boleh ngomong sama Adara?" tanya Tiara ke Elang. Laki-laki itu mengangguk dan berdiri untuk meninggalkan kedua sahabat ini. Tapi, sebelum itu ia memakan baksonya yang tinggal satu dan mengambil minuman pelastiknya dan bergegas pergi.
Tiara melihat Elang sudah jalan menjauh, gadis itu langsung duduk di tempat laki-laki yang tak jauh beda tingginya dengan Adara. Tiara memukul lengan sahabtanya dengan brutal. Sedangkan yang dipukul mengeluh kesakitan.
"Apa-apaansi Ti, lo kira nggak sakit?" keluhnya.
Tiara menyudahinya, wajahnya cemberut, "lo hindarin gue 'kan?"
Adara mengangguk lalu menggeleng dengan cepat. Dia bingung sendiri, ia sendiri bingung dengan sikapnya.
"Lana udah ngasih tahu?" tanya Tiara yang tak mendapatkan respon apa-apa dari Adara. Tiara mengeluh, "ais .... Ra gue tahu lo pasti pusing mikirnya. Tapi, Ra ini cuman perasaan gue yang bertepuk sebelah tangan. Lo nggak usah mikir-mikir jauh. Lo sahabat gue dan Elang sayangnya ke lo."
"Tapi, Ti gue nggak enak hati. Terus waktu lo cerita tentang crush lo, keliatanya lo senang bangat. Maksud lo itu Elang 'kan?"
Tiara mengangguk sedangkan Adara mendesah tak enak. Bagaimana bisa dia bahagia jika seperti ini. Sahabatnya sayang ke pacaranya sedangkan persaannya ke Elang dia tidak tahu wujudnya bagaimana. Gara-gara perkatan Tiara dan Lana, Adara jadi kurang yakin sama perasaanya sendiri.
Gadis itu membuka mulutnya ingin melanjutkan ucapannya tapi, Tiara mengangkat tangan untuk menghentikkannya.
"Listen to me Ra, sekarang lo sama Elang. Elang sayang sama lo dan gue harap lo yakinin hati lo buat sayang dia sebagai kekasih. Jangan sia-siain Elang Ra."
Adara hanya menyimak tak lagi bersuara. Mimik wajahnya menggambarkan jika Adara benar-benar pusing. Persolan cinta memang rumit.
"Hug me," ujar Tiara membentangkan tangannya. Adara terdiam mencerna perkataan sahabatnya. Tak ada responan sama sekali, Tiara lupa Adara remedial jika bahasa Inggris.
Lantas Tiara menarik badan Adara, menjatuhkannya ke dalam pelukannya, "peluk gue maksudnya tolol."
---
Sore hari tiba. Sesuai janjinya, Adara berada di lapangan. Di temani Tiara keduanya duduk menonton permainan bola.
Tapi, sebenarnya kehadirannya tidak menonton, lebih tepatnya mengomentari para pemainnya dan juga penontonnya. Jika, Adara sudah menjulid itu artinya keadaanya sudah membaik.
"Liat yang nomor punggung sebelas, dia deh yang paling perfect menurut gue," ujar Adara memuji laki-laki yang sedang mengoper bola. "Tapi, kulitnya kok bisa secerah gitu? Kayaknya suntik deh."
Tiara menatap jengah Adara. Gilaran tak menjulit malah berburuk sangka. Hati sahabatnya ini benar-benar penuh kedengkian.
Tapi, perihal laki-laki bernomor punggung 11 itu benar-benar tampan. Wajahnya tak sepenuhnya Indonesia menurut, Tiara pria itu sepertinya bule.
Bebrapa jam berlalu, pertandingan selesai. Elang menghampiri keduanya. Ditangannya tedapar botol air mineral dan dipundaknya juga ada handuk kecil.
Adara berdiri dari duduknya, "kalah yah?" Elang mengangguk sebagai jawabannya.
Lalu keduanya diam, Tiara ikut berdiri mengajak Adara untuk pulang. Namun, sebuah bunyi notifikasi dari ponsel Adara berbunyi.
"Bentar kak Rahamat ngirim pesan," katanya sambil menunduk melihat isi pesan kakaknya. Lalu jari-jemari menari diatas kybord ponselnya.
"Kenapa Ra? ada masalah?" tanya Elang khawatir.
Adara menggeleng, "nggak, kak Rahmat suruh gue nemuin tutor bahasa Inggris."
"Kak Rahmat niat bangat yah," sela Tiara.
"Bahasa Inggris itu bahasa dunia dan kedepannya gue bakal meet and greet sama Sivan. Jadi, sebagai kakak yang baik dan perduli kak Rah-"
"Stop, ini udah sore," potong Tiara menghentikan ocehan Adara. Elang hanya terkekh melihat wajah kesal Adara, gadis itu memajukan mulutnya dan menatap Tiara dengan sinis.
Elang meraih pipih gadisnya itu, mencubitnya hingga gadis itu mengeluh kesakitan.
Teman sepermainan Elang melihatnya, lantas memberikan teriakan mengejek. Adara memukul lengan laki-laki itu dikala pipinya lepas dari cubitan Elang.
"Malu tahu dilihat orang lain," katanya dengan senyum malu-malu. Tiara yang masih disampingnya ikut tersenyum walaupun dalam hatinya merasakan sesak yang begitu dalam.
----
nah etaaa nomor punggung 11 wkwk
btw crta ini utk fitriahhhh wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIT (On Going)
Teen FictionMemulai kisah baru tanpa menyelesaikan kisah lama. Adara Syakira Larahman, gadis yang tak bisa membedakan rasa nyaman dengan rasa sayang. Membohongi diri sendiri dan berakhir menyakiti perasaan seseorang yang tulus padanya.