Kenangan 2 part 1

4 0 0
                                    

Nulis rasa curhat

***

Aku memilih untuk mencabuti rumput saja setelah sapu lidi yang aku ambil untuk menyapu malah diambil oleh Salwa.

"Gue aja yang nyapu,ngga usah sungkan,lo cabut rumput aja Va,gue ikhlas demi lo,"

"Ngerti gue niat busuk lo,Wa. Jiji lo sama yang kotor-kotor,contohnya cabut rumput begini,ngaku lo!"

"Hehehe,"

Halaman sekolah SD Islam ini tidak terlalu luas namun cukup banyak sampah karena anak kecil mungkin belum terlalu paham akan kebersihan.

Sore ini, seluruh anak kelas IPA 1 melakukan kegiatan sosial pramuka didekat sekolah, kami menyebar, ada yang naik lantai atas untuk menyapu kelas,ada juga yang menyapu kelas bawah. Dan beberapa termasuk aku memilih membersihkan area halaman.

"LIVVV..."

Aku menoleh ke sumber suara,itu Azalea dengan kehebohannya. Dia mendekatiku, lalu menyuruhku bersama-sama menyabuti rumput-rumput dibawah tiang bendera.

"Kamu yang bagian sana ya,aku sini," ucapnya kepadaku. Aku mengangguk saja menurut. "Oke, tempat sampahnya ditengah ya," dia  mengangguk setuju.

"Puntaaa!" Mataku melebar terkejut ketika Azalea memanggil punta dengan keras. Untuk apa sih Azalea itu memanggil Punta. Ingat ya,aku kan berniat menghindar.

"Lea,ngapain sih manggil tuh anak,dia kan rese," protesku tak terima.

"Kan Punta yang megang tempat sampahnya,Lava,"

Tak sampai satu menit,Punta datang dengan tempat sampah,bahkan si Ian ikut, dan turut tertawa ketika melihatku disebelah Azalea. Tawa yang sangat menyebalkan. Ian terus menatapkuku dan Punta secara bergantian.
"Pftt—lo berdua kenapa sih nggak mau saling natap,"

Aku menatap Ian tajam, "Ianajis mending lo tutup mulut lo pake tangan kalo nggak mau gue tutup pake sampah!"

Azalaea memperhatikan tingkah anehku kemudian bertanya pada Ian,
"Ini berdua kenapa sih?"

Ian menepuk pundak Punta,dia terus membuang muka,seolah tidak mau menoleh ke arahku, oke,aku tidak masalah aku juga mau ikut-ikutan buang muka.

"Lo belum tau Le? Tadi pas dijalan—mmmmh,Punmm—Punta dikhawatirin Liv!" Aku sedikit menertawai Ian,soalnya Punta membekap mulutnya rapat tanpa banyak bicara,siapa suruh punya mulut ember?

Kali ini aku dukung tindakan Punta. Mungkin aku juga harus meminta maaf kepadanya.

"Seriusan Liv? Tapi kan sesama teman ya wajar kan kalo khawatir? Iya kan Liv?" Pertanyaan Lea membuyarkan lamunanku,

"I-iya," nada bicaraku agak tidak terkendali,sedikit canggung.

"Aku kadang juga khawatir kok sama Iqbal,"
Untuk pertama kalinya,aku mendengar Azalea membicarakan tentang Iqbal dihadapan Punta, aku sedikit melirik Punta,namun karena kesan awal aku melihatnya sudah badmood,jadi ekspresi nya tidak tertebak.

"Cieee Azalea sama Iqbal..." Lagi-lagi Ian si tukang kompor yang berbicara.

Aku mengerti perasaan Punta, pasti sakit,orang yang dia suka mengkhawatir kan orang lain.
"Ian! Lo mending bantuin gue,jadi anak yang berguna dikit lah,"

Senyum penuh arti  Ian pada Azalea seketika pudar, berganti rengutan kesal yang tertuju padaku.
"Iya Lip, iya gue bantu!"

Setelah Mel, sekarang ada lagi Lip, sebenarnya nama asliku kan Liv, terasa agak aneh tapi kali ini aku tak akan mempermasalahkan itu.

Aku kembali fokus mencabuti rumput  dengan tenang.
"Ian," panggilku setelah aku sadar seseorang ikut berjongkok disebelahku.

kedua mataku menatap malas saat sebuah benda berkarat,bentuknya seperti paku ditempelkan pada tangan kananku sekarang, aku berhenti mencabuti rumput. Orang itu pasti Ian,aku sangat yakin meskipun belum menoleh kearah kananku,aku malas saja jika harus melihat senyum tengil anak itu dari dekat.

"Panas nggak Mel?" Bukan karena 3 kalimat itu yang membuatku terkejut,tetapi lebih pada suaranya! Aku ragu dia Ian—seperti nya Ian tidak mungkin memanggilku 'La' dan selembut itu kan suaranya?

Benar saja,saat aku menoleh,yang kudapati justru Punta dengan tawanya, melihatku yang terkejut akan keberadaannya.
"Sorry, sorry—hahaha,lo kaget ini gue bukan Ian?"

Apa-apain ini,mendadak brain freezer! Aku segera menarik tanganku yang masih ditempelkan sebuah paku berkarat oleh oknum yang ternyata adalah Punta.
"K-kok jadi lo?"

"Disuruh Ian,"

Aku meliriknya,merasa tak enak,
"Kok lo mau sih..."

"Lo nggak suka?"

Aku menatap bebas disekitarku,asalkan itu bukan Punta, "Suka, eh—b-bukan, maksud gue— Ian mana?"

Punta menoleh kebelakangnya dan menunjuk Ian dengan dagunya,
"Tuh disana,"

Aku melihat Ian yang sedang menertawaiku puas dengan jarak yang cukup jauh dibelakang Punta. Kalau saja dekat, ku pastikan menendang kaki Ian hingga ke tulang-tulangnya!

Serius,aku greget dengan Ian bisa-bisanya dia begitu,seenaknya memerintah Punta, sampai tak sadar aku terus menatap tajam Ian dengan tangan yang meremas kuat.
"Jangan marah sama Ian, tadi gue sendiri yang minta buat sama lo,"

"Ha? Otak lo aman kan? jangan-jangan ikut kebalik waktu jungkir balik dijalan tadi?" Tanyaku benar-benar heran.

Dia terdiam,menyorot lurus kebelakang ku, setelah mengikuti arah pandangnya,aku menyadarinya,pantas saja,aku melihatnya, Azalea tengah saling melempar canda dengan Iqbal tepat dibelakang ku, reflek aku melirik air muka Punta yang tengah tersenyum tipis. Distraksi patah hati sangat cocok menggambarkan suasana hati lelaki itu saat ini.

Pemikiran ku yang aneh kembali muncul ditengah-tengah hura-huru drama cinta segitiga didepanku, mungkin tidak ya kalau Punta hanya mau menggunakanku untuk memanasi Azalea disana?

***

🤵🏻‍♀️: "Mau?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🤵🏻‍♀️: "Mau?










Gaboleh, gue punya sate satu tusuk doang"

P!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang