Diawali dengan berita mengejutkan bagi kelas 10 Mipa 1, tau-tau ketua kelas mengumumkan nanti siang setelah solat dzuhur akan dilakukan ulangan mtk peminatan. Tak lupa menuliskannya dipapan tulis agar anak-anak kelas tidak lupa.
Kalau aku sih akan berusaha lupa, tutup mata, lagian belajar pun tidak merubah diriku yang memang tidak bisa matematika. Menurutku matematika itu ilmu yang menyengsarakan otakku meskipun katanya sih "ilmu pasti" . Pasti membuatku pusing mungkin?
Pak Moli ini memang suka sekali membuat ulangan dadakan seperti ini. Memang tujuannya apa sih? Mengetes otak para manusia yang katanya kelas unggulan? Padahal kami juga manusia biasa, bukan ultramen.
Aku menghembuskan nafas kasar, melihat kanan kiriku yang sibuk belajar. Okey, aku sendiri yang sepertinya tidak tertarik belajar. Namun demi formalitas, aku mengambil buku tanpa sampul milikku dan membukanya, berusaha memahami semua materi yang akan di ujikan nanti.
"Ini Y nya kenapa jadi kuadrat dah?" gumamku pusing, rasanya ingin menangis saja.
"Wa, yang ini gimana sih?" Aku menunjuk pada salah satu contoh soal yang kemarin pak moli berikan.
Salwa menatap soal itu beberapa detik, ia mengangguk seolah mengerti lalu menjelaskannya padaku.
"Curiga nih gue murid hoki masuk kelas ini," aku menggeleng tak percaya, meratapi nasibku sendiri.
Salwa tersenyum, "Basic lo bukan di matematika aja, gue bisa matematikan tapi ga bisa sejarah, males baca,"
"Ngga yakin gue, wa, tapi semoga aja ada seenggaknya satu bakat yang kalo dimunculkan ngga merusak dunia,"
"WAAA, TEMENIN GUE NEMUIN IBU GUE YUK, BENTARRR DOANG,"
Lea terlihat terbirit menghampiri salwa, aku spontan membaca situasi, benar saja saat aku menengok ke sebelah kiri, iqbal dengan tatapan teduh sedang menatap azalea.
"Ck. Bulol, tapi semoga jadian," gumamku tanpa sadar. Effort yang diberikan iqbal untuk azalea membuatku berpihak pada azalea-iqbal dibandingkan azalea-punta. Lagian cowok menyebalkan itu hanya bisa mengganggu azalea saja.
Bye the way, sejak tadi aku belum melihat keberadaannya dalam kelas, padahal jam sudah menunjukan pukul 06.58 .
Ting!
Aku mengambil ponselku dalam tas, pasti ini pesan dari mamah agar membeli nasi bungkus di kantin nanti.
+62 854 234 xxx
mell
ini punta
lo bisa kesini? gue telat, gerbang udah ditutup jadi lewat samping, sekarang gue butuh tanggaa buat turunshare a photo
bisa naik ga bisa turun?
nyusahin orang mulu
ambil sendiriplis bantuin gueee
nanti lo boleh minta apapun
buruanapapun?
yes darling
typo harusnya *dari gue"Jauh banget darling ke dari gue,"
***
"Mel, boleh pinjem buku matematika peminatan lo ngga?"Aku berdecak sebal. Apa sekarang? Pagi tadi mengambilkan tangga, dan sekarang buku?
"Emang buku lo kemana?"Dia hanya menyengir, menjawab seadanya
"Gue ngga bawa, ketinggalan,"Karena aku manusia yang masih punya hati pada akhirnya aku menyodorkan buku milikku padanya. Secercah senyumnya mampu membuat hatiku menghangat, ada rasa senang bisa membantu sesama 'teman'.
"Eh tapi nanti lo ngga belajar?"
"Gue—udah selesai," jawabku cepat, lalu membuang muka, tatapan sayunya kadang menghipnotisku, seakan mengendalikanku. Ku jawab begitu bukan berarti aku sudah tuntas dan paham tentang materinya, hanya saja untuk menyingkirkan rasa tidak enak dirinya padaku.
Dia menerima bukunya, duduk tepat dibangku depanku. Aku rasa punta lebih butuh buku itu, dia pasti juga belum belajar, apalagi sebentar lagi pak moli akan masuk. Aku hanya bisa berdoa semoga saja bisa mengerjakannya, mengenai nilainya aku pasrahkan saja pada yang diatas.
Kenal juga belum lama, bisa-bisanya lo nyusahin gue mulu Pun, tapi kenapa gue ngga merasa keberatan ya? , aku terus membatin dan menatap punggung lelaki itu.
"Mel, makasih banyak," matanya ikut tersenyum, kala itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
P!
Teen FictionInspirated by my crush in real life💫 "Mengapa aku jatuh sedalam ini pada kisah yang semu tanpa akhir yang tentu?" Cerita konflik ringann~