Dalam seminggu terakhir,selama itu aku hanya melihat Punta semakin akrab dengan Azalea,dia salah satu anak guru disekolah ini.
Fyi,ternyata tempat duduk yang dipilihkan ku untuknya adalah milik Azalea,bukan anak cowok. Maaf Pun,aku juga tidak tahu. Habisnya tasnya keren seperti cowok,jadi aku kira itu tas cowok.
Sedangkan aku sendiri duduk dengan Salwa, dia terlihat manis dan pendiam. Untung saja Punta tepat memilihkan tempat duduk untukku.
Sepertinya juga Punta malah terlihat lebih akrab dengannya ketimbang aku,dia seharusnya berterima kasih padaku karena ku dia duduk dengan primadona kelas,tapi itu mustahil mengingat jarak kami yang semakin 'asing'.
Kejadian singkat seminggu lalu terus menghantuiku,bagaimana bisa satu kali bertemu bisa seakrab itu dengan Punta? Mungkin karena waktu itu sama-sama membutuh kan? Sudahlah,itu sudah berlalu.
"Bal, Lea duduk sama Punta, lo nggak panas?" Meskipun aku jarang mengobrol dengan Iqbal, namun demi menuntaskan rasa penasaranku aku rela sksd.
"Lo tau?"
"Tau lah, lo suka Lea kan?"
Iqbal berdehem, menyetujuinya. Aku tertawa kecil. "Nggak takut bal?"
"Nggak, liat aja siapa nanti yang bakal mundur," raut wajahnya yang tenang,tatapan yang tajam membuatku bergidik ngeri. Iqbal bisa dibilang jenius dengan peringkat pararel 2 berturut-turut waktu SMP . Aku tau itu karena kita satu SMP . Kalau Punta aku tidak tahu dia ahli dalam apa,yang jelas katanya dia punya banyak piagam.
"Iya sih, dilihat-lihat Punta nggak ada apa-apanya dibanding lo..."
***
Siang ini,cuaca luar yang panas membuat seisi kelas ikut merasakan gerah,dikelasku hanya ada dua kipas angin yang berfungsi. Bahkan gorden jendela berwarna hijau sudah setengah rusak. IPA 1 juga tidak punya banyak sapu untuk piket,pokoknya kalo digambarkan kelas IPA 1 sangat miris sekali.
Aku mengambil satu buku diatas meja,aku mengipasi diriku sendiri,karena jujur saja dua kipas yang terletak masing-masing samping kelas kanan dan kiri tidak cukup meredakan gerah anak satu kelas.
"Panas banget heran gue. Wa, diem-diem aja, lo panas ngga?"Salwa berdehem, "iya, gue juga gerah Liv,"
Aku mengangguk, tak sengaja melihat Azalea dan Punta sedang tertawa bersama.
"Seneng kan sama Lea, gue yang pilih tuh buat lo," setelah itu aku mengalihkan pandangan untuk fokus pada materi dan mengipasi diri."Punta," mendengar guru bahasa Indonesia tersebut berbicara menyebut salah satu dari kelas membuat jantungku ingin copot, Alhamdulillah yang dipanggil Punta bukan Lava. Anak baik memang selalu bernasib baik.
"Melivya,"
Mungkin tidak selalu,bernasib baik...
"Eh—" aku berdehem,menstabilkan detak jantungku yang berdegup kencang, entah apa yang akan terjadi selanjutnya,aku juga tidak tahu. Oke, perlu kalian tahu, guru dengan kacamata bulat didepan adalah guru paling killer yang mampu membuat Rafael, anak paling berisik dikelas pun diam tak berkutik.
"Satu lagi, Rifaldi maju juga,"
Aku,Punta,dan Rifaldi berdiri didepan kelas, posisiku yang berdiri diantara dua anak laki-laki itu membuatku jadi terlihat jauh lebih pendek.
"Perhatikan!" Satu kelas diam serentak.
"Jadi,saya akan bentuk kelompok debat terdiri dari tiga orang, berdasarkan ranking, ulangan kemarin."
"Misal, ranking satu kemarin itu Iqbal, jadi Iqbal akan satu kelompok dengan dua ranking terakhir, Alvian dan Bryan. Begitu juga dengan Rifaldi, ranking 8 maka satu kelompok dengan yang ranking 23,yaitu Melivya dan 24, Puntadewa. Mengerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
P!
Novela JuvenilInspirated by my crush in real life💫 "Mengapa aku jatuh sedalam ini pada kisah yang semu tanpa akhir yang tentu?" Cerita konflik ringann~