Mipa 1

5 0 0
                                    

"Serius ini kelasnya?"

Aku menatap aneh lelaki disampingku, tidak ada yang salah dengan kelas MIPA 1 yang baru saja ketemu setelah sekian lama dicari. "Iya lah pake tanya, kenapa?"

"Gapapa, gue merasa ada diskriminasi tingkat kelas."

Aku berkedip beberapa kali,mungkin Punta punya suatu kekuatan sehingga bisa mengetahui ada diskriminasi antar angkatan. "Oh,detail banget ya lo ngamatinnya," ucapku kemudian

Saat aku menoleh kearah cowok itu,justru giliran Punta yang menatapku dengan alis tertaut dan sangat mengintimidasi. Kalau saja boleh,aku ingin memukulnya dengan sesuatu.
"Bukannya jelas didepan mata,liat noh ruang kelas 11 didepan kita,udah bertingkat,atapnya tinggi,pake AC, kayanya gedung baru deh,"

Benar juga sih,dari lantai,pintu kaca hingga jendela koridor kelas 11 masih terlihat baru dan kokoh tanpa rapuh,kembali mengamati ruang kelas 10 ternyata perbedaannya sangat nyata, AC saja tidak punya,pintu masih kayu yang dicat putih dan jendela yang berdebu.
"Bener Pun, gue jadi iri,"

"Udah,jangan diliatin mulu. Nih tas lo pegang sendiri,"

Dia menggantung tasku dijari telunjuk kanannya, spontan aku menerima lalu menggendong kembali tasku.

"Lo denger nggak? Udah ada gurunyaa—"

Punta terlihat tidak peduli,dia tipikal cowok santuy bahkan saat situasi genting sekalipun. Seperti sekarang ini,ia hanya memperhatikanku yang sudah kepalang panik. "Lo duluan yang masuk,gue jagain Lo dibelakang,oke?"

Aku berdecih pelan, "Gue nggak bodoh, lo aja yang didepan muka lo kan bule,jadi pas ditanya bilang aja lo gak tau bahasa Indonesia! Lo siswa pindahan dari Jerman!"

"Nggak mau,bohong itu dosa Lava,lo aja yang depan,"

Mulai kesal,namun kali ini tidak,aku tidak akan mengalah, tadi kan aku yang menyadari bahwa denah yang dia bawa salah. Jadi sekarang dia harus mau menjadi tameng menutupi mukaku dari rasa malu.
"Lo aja,lo kan cowo,"

"Lo,"

"Lo ih Pun!"

"Lo aja,"

"Lo ,"

"Nggak mau,"

"Lo pinter,"

"Lo ganteng,eh—nggak! Maksud gue tuh—"
Damn it,aku keceplosan kata keramat yang sedari awal aku pendam. Aku benar-benar sangat malu, ingin menghilang saja rasanya.

Punta tertawa kecil,ia menaikan alisnya dan kedua kaki sengaja disilangkan.
"Makasih. Lo juga—cantik,"

"Kan cewe,cewe itu cantik,"

"Iya Mel, gue juga tau cowo itu ganteng,cewe itu cantik,"

Aku sempat terdiam beberapa detik sampai tersadar,daritadi kita membuang waktu karena permasalahan kecil.
"Ya udah,kita barengan aja masuknya,lo berdiri disebelah gue!"

Punta cepat-cepat melaksanakan perintahku, "Geseran sana Pun,gue susah,"

"Ck—ribet lo tinggal buka pintu terus masuk,"

"Lo nempel banget sama gue,"

"Ngga ada lemnya,ngga bakal nempel,"

"Lama-lama gue makan juga lo!"

Punta kembali membuatku kesal, kali ini perihal geser sedikit saja dia tidak mau,untung aku masih bisa menahan untuk tidak meledak didepan pintu kelas yang tertutup.

Hendak masuk menarik knop pintu kelas, aku terkejut,punta juga sama terkejutnya denganku saat seseorang dari dalam lebih dulu membuka pintu.

Suasana sekitar yang sepi membuat jantung semakin berdegup kencang. Antara takut dan canggung.

P!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang