Kenangan 2 part 2

5 0 0
                                    


Minta minum✅

"Nyaman banget kan dipelukan gue?"
—Puntadewa Paramananta—

***

Tuhan memang sangat pengertian , buktinya karena hari ini aku ada jadwal olahraga, matahari menunjukkan eksistensinya dengan panas yang begitu mendera,padahal baru pukul 06.45 .

Ada baik dan buruknya sih, baiknya aku bisa berolahraga diluar, tetapi buruknya sekarang ini aku jadi terburu-buru berangkat sekolah, menunggu di halte bersama sahabatku menjadi rutinitas hari-hariku semenjak SMP.

Namanya Grace, dia tetanggaku sekaligus teman masa kecilku, anaknya slengean kalo didepanku tapi mendadak menjadi pribadi yang baik jika didepan orang yang tidak akrab. Hampir mirip sepertiku sih,kami sefrekuensi.

Bus datang, aku dan Grace langsung naik, dan duduk pada kursi yang kosong. Mungkin hanya sekitar 5 menit menaiki bus, aku dan Grace sudah sampai didepan gerbang sekolah, kami memasuki sekolah, sebelum itu aku mengambil kartu pelajar dan mengisi daftar hadir.

Aku dan Grace harus berpisah karena kelasku duluan yang lebih dekat,Grace melmbaikan tangan,aku membalasnya dengan lambaian tangan dan beberapa mengatainya dengan hal random.

"Grace, jangan jodohin Jaemin sama Jeno. Inget, dua-duanya punya gue!" Teriakku sembari berjalan mundur hingga langkahku terhenti karena aku menabrak seseorang.

Bodohnya aku melihat sepatunya dahulu sebelum naik menuju wajah orang tersebut, aku harap bukan dia lagi.
"Hai Liv!"

Aku menarik napas dan membuangnya lewat mulut, lega tapi juga kesal.
"Lo ngapain sih nabrak-nabrak gue, Ian!"

"Kebalik!" Ia menoyor kepalaku lalu tersenyum menyebalkan. "Lo yang injek kaki gue!"

Aku merengut kesal menengok kebawah.
"Nih!" Sekalian saja kan aku injak beneran sepatu putih Ian yang berada dibawah sana.

Sontak anak itu berteriak kesakitan,
"Awwwh!—sakit anjing,"

"Lo anjingnya. Minggir mau lewat gue,"

"Mel," aku mengenali suara itu, kenapa sih memanggilku?

Dia berdiri di depanku,menunduk kebawah sebelum akhirnya berbicara,
"Lain kali jangan gitu,kasar."

"Ian duluan yang ngajak gue duel,"

"Bohong! Bini lo tuh, dia duluan yang nabrak," protes Ian.

"Dia bukan siapa-siapa gue, temen kelas doang kan Mel?" Aku memgangguk lemah, canggung. Peristiwa kemarin masih saja berputar-putar  dikepalaku puluhan kali.

Tidak ada yang salah dalam kalimat yang Punta ucapkan. Namun, kenapa aku merasakan sedikit sesak didalam hati. Apa karena nada bicara yang terkesan dingin?

***

Bu Rifa merupakan guru olahraga kelas 10, sudah sekitar 10 menit lalu ia menyuruh seluruh IPA 1 untuk berganti baju olahraga bagi yang belum ganti. Dan mengintruksi anak-anak agar segera menuju lapangan.

Kami berbaris sejajar,3 baris kebelakang,aku yakin kurang 2 orang karena terdapat dua tempat kosong di depanku dan Salwa.

"Siappp grak!" Tegas Kevin. Dia merupakan seorang paskibraka kabupaten dan pindahan dari IPA 2.

"Tunggu, ada yang tidak berangkat?"

"Berangkat semua Bu, kayaknya—kurang Punta sama Azalea," jelas Lita yang berada dibaris depan.

Aku menghela napas, cowok itu ada-ada saja, jadi benar Punta masih mempunyai niat untuk bersaing dengan Iqbal? Ah—itu bukan urusanku sih, jadi aku tidak peduli. Hanya sedikit kepo.

Mataku terus melihat ke berbagai arah,dan terkunci pada dua orang yang berjalan dari ruang ganti bersama menuju kearah lapangan. Tentu saja itu Punta dan Azalea. Serius,mereka masih bisa tertawa padahal seluruh pasang mata memperhatikan mereka dengan kesal.

"WOI LU BERDUA, CEPET, DITUNGGU MALAH KETAWA LAGI LU PUNTA!"

"LIV APA LEA PUNN, JANGAN DUA-DUANYA LU EMBAT JUGA, ELAH!"

"AAAAAHAHAHAHA," sahutan tawa dari Rifaldi yang cukup membuatku merinding.

"IYA SABAR, OTW LARI INI GUA," balasnya, kemudian ia seperti memberi aba-aba kepada Lea agar ikut berlari.

Cih,aku tersenyum tidak percaya dengan kelakuannya. Hmm,aku harus bagaimana sih? Mau tidak melihat,tapi aku punya mata. Benar kan?

Punta masuk kedalam barisan tepat di depanku, dan Lea didepan Salwa. Masih dengan napas yang terputus-putus, aku mengamatinya, Punta segera mengambil sikap tegak, keringat muncul didahi dan tangannya.

"Pun," panggilku

Dia menoleh kebelakang, menggerakan sepasang alisnya seolah siap mendengarkan,
"Jangan bilang, lo ganti baju bareng Lea?"

Tak!

"Kok gue dijitak?" Aku merengut kesal, tidak sakit,tapi kan tetap saja aku tidak terima!

Punta tersenyum, dan aku akui senyumnya manis karena lesung pipinya.
"Jadi maksud lo gue mesum, gitu?"

Aku menggeleng,refleks panik.
"B-bukan! gue—gue kan tanya,lagian lo kenapa bisa sama Lea? " Ucapku lirih.

"Tanya-tanya seputar Iqbal," wajahnya berubah sendu. Ada sedikit kesedihan disana.

"Pppft—serius?" Aku menggeleng seolah tak percaya. Tapi,entah mengapa aku ingin tertawa,maaf aku memang kadang begini.

"Ya gitu deh. Padahal gue suka,sama Lea,"

Dan boom! Benar kan firasat seorang Melivya tidak pernah salah. Kali ini aku bangga, memang sangat tertebak dari perlakuannya pada Lea yang berbeda.

Tatapannya begitu kosong, namun tetap melakukan gerakan pemanasan yang sedang dilakukan bersama. Aku juga begitu mengikuti namun arah pandang ku terus kepada Punta. Kasihan juga dia.

"Awa, nanti gue nyontek MTK peminatan ya? Gue beneran lupa ngga kerjain PR!" Seketika,aku sedikit melirik pada Punta. Aku yakin,dia pasti juga belum. Daripada terus memikirkan cinta, mending menyelesaikan PR lebih berguna!

Salwa mengangguk saja,dia memang sahabat terbaikku untuk ukuran baru masuk sekolah.
"Yuhuu, thanks awaa—"

"Gue ikut! Gue juga belum ngerjain," ucap punta tiba-tiba.

Aku dan Salwa kompak berkedip, bingung.
"Oke, ke bangku gue sama Awa aja nanti,"

"Sekalian gue minta minum, boleh?"

Aku berdehem,tatapan matanya membuatku agak merasa tidak terbiasa.
"Boleh,"

"Ehh—"
Jantungku berdebar kencang, saat seseorang dibelakang ku menabrakku hingga terdorong kearah depan, apalagi saat aku sadar,aku berakhir mendarat dalam dekapan Punta.

"Woops! Untung gue tangkep," senyumnya seolah ingin ku ubah jadi slow motion, agar dapat dinikmati keindahannya tanpa terlewat.

Aku terdiam, lidahku seolah tersihir seluruh tubuhku terasa kaku untuk digerakkan. Dan apa ini, tatapanku terkunci pada manik coklat tua milik Punta. Pasti ada yang salah.

"Nyaman banget kan dipelukan gue?"

Aku melotot, refleks mendorong laki-laki itu hingga terhuyung ke depan.
"Udah kali pun, kasian anak orang salting etdahhh!" Tegur ian.

***

Never give up

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Never give up

P!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang