6

4.6K 118 0
                                    

Selama perjalanan, ide-ide aneh mulai bermunculan dalam benak Lydia. Dia melirik tas kresek hitam di tangannya, menepis satu-persatu ide-ide gilanya. Kotak berisi vibrator yang dipilih Allen barusan terus saja menghantui pikirannya.

"Hei, Al, kemari sebentar," tanpa aba-aba Lydia menarik Allen ke sebuah gang kecil dan gelap. Tidak ada siapapun di gang sempit itu selain mereka berdua. "T-tunggu, n-nona, apa yang-"

"Shh, diam dulu." Lydia mengisyaratkan Allen untuk diam dengan jarinya, tangannya perlahan merayap masuk ke dalam kaos Allen, meraba punggungnya sensual. Tas kresek yang dibawanya jatuh ke tanah.

"A-ahh..! Mmhh!"

Jemari lentik Lydia merayap sampai ke tengkuk Allen, perlahan menarik tubuh Allen bersandar padanya. Allen mulai mengeluarkan lenguhan-lenguhan kecil, tubuhnya gemetar saat jemari dingin Lydia bersentuhan dengan tubuhnya.

Senyum tipis mengembang di wajah Lydia, dia menyandarkan kepala Allen ke bahunya, tangannya yang bebas perlahan masuk ke dalam celana Allen, meremas bokongnya dari balik celana dalamnya. Pinggang Allen terlonjak, tangannya meremas lengan Lydia, dan satu desahan manis lolos dari mulutnya.

"Kita akan coba mainan yang kamu pilih tadi sekarang Al," bisik Lydia lembut di telinga sensitif Allen.

Allen bergidik, napas hangat Lydia menyentuh telinganya yang terpapar dinginnya udara malam, menciptakan sensasi aneh di sana. Kedua tangan Lydia perlahan merayap turun, masuk ke dalam celana dalam Allen, meremas-remas kedua bokongnya.

"Ekk! N-nona!!" Dengan kasar Lydia melepas celana Allen, baik celana luar maupun celana dalamnya, menampakkan jelas paha mulus Allen dengan penisnya yang sudah berdiri tegak. Dia sedikit menjauh dari Allen guna dapat melihat jelas pemandangan di hadapannya itu.

Tas kresek hitam tadi telah melebur dengan gelapnya malam dan Allen tidak tahu dimana letak tas kresek itu sekarang. Belum lagi Lydia terus menatapnya seakan dia ingin memangsa Allen di sini sekarang juga. Tubuhnya gemetar, tangannya berusaha menutupi penisnya, dia menarik jaketnya hingga ke pahanya, wajahnya merah padam.

"Singkirkan tanganmu." perintah Lydia dingin. Allen tersentak, dia sedikit mudur namun segera melaksanakan perintah Lydia, dia menyingkirkan tangannya, mengekspos penisnya. "Sudah pernah lewat belakang kan?" tanya Lydia santai. Entah dia memang bisa melihat dalam gelap atau bagaimana, tapi dia bisa dengan mudahnya menemukan dimana letak tas kresek hitam tadi dan mengambil pelumas.

Allen mengangguk ragu, matanya terpejam rapat. Lydia menyeringai senang, menuangkan pelumas tadi ke jarinya.

Perlahan, Lydia melangkah mendekati Allen, pandangannya tak sekalipun lepas dari tubuh mulus Allen yang sama sekali tidak tampak seperti tubuh laki-laki. Dia meraih pinggang Allen, menariknya mendekat sedikit, dan jarinya yang sudah dilumasi dengan pelumas tadi mengelus-elus anus Haru. Tangannya yang bebas menyelinap masuk ke baju Haru, mengelus-elus punggungnya, sesekali naik ke tengkuknya dan mengusapnya lembut.

Tubuh Allen terus saja gemetar. Dia sedikit takut dengan jari Lydia, apalagi vibrator mungil itu. Dom lamanya sangat amat jarang memasukkan sesuatu ke anus Allen, dan setiap kali dia melakukannya, yang Allen rasakan hanyalah rasa sakit, tak ada sedikitpun rasa nikmat.

Satu jari Lydia meluncur masuk ke anus Allen, yang disambut dengan erangan tertahan dari sang empu. Allen meremas kuat jaket Lydia, napasnya terengah, membentuk kabut putih di hadapannya akibat dinginnya udara malam musim gugur.

Anus Allen benar-benar hangat sekarang berkat pelumas itu. Rasanya pun tidak sakit seperti sebelumnya. Tanpa sadar Allen menikmati setiap gerakan jari Lydia di dalam anusnya. Dia terus mendesah dan mengerang nikmat, sama sekali tidak terpikirkan di benaknya kalau orang-orang yang sedang berlalu-lalang di trotoar itu dapat mendengarnya dengan jelas.

Jari Lydia bergerak-gerak liar dalam anus Allen, mengacak-acak isinya. Jarinya berputar-putar, menekan-nekan dinding anus Allen, berusaha mencari-cari dimana lokasi prostatnya.

"Ahh!!" Allen terlonjak, kepalanya mendongak ke atas, pupilnya melebar. Tangannya meremas kuat jaket Lydia, dia gemetar, setetes air jatuh dari ujung matanya.

"Shh, rileks sayang." bisik Lydia lembut, berusaha menenangkan Allen. Bukannya rileks, anus Allen malah semakin menyempit, erangannya terus saja meluncur tanpa henti. Tubuhnya gemetar hebat. Setiap Lydia melakukan sesuatu pada telinga Allen, anusnya selalu mengetat dan meremas jari Lydia di dalam.

"Oh~ Telingamu sangat sensitif sayang," bisik Lydia lagi. "Kenapa aku tidak menyadarinya sebelumnya."

Lydia semakin gencar menyerang prostat Allen dengan satu jarinya, dia ingin menambahkan satu jari lagi, namun anus Allen tidak mengijinkan jari keduanya masuk. Tubuh Allen sangat lemas, dia berpegangan erat pada Lydia, seluruh tubuhnya ditopang Lydia sekarang. Kepalanya pening karena prostatnya yang berkali-kali diserang, tenggorokkannya juga kering karena mulutnya tak henti-hentinya mengeluarkan suara-suara manis dan menggoda.

Tawa kecil datang dari Lydia, dia mulai menggerakkan jarinya keluar masuk anus Allen, sesekali mengusap prostatnya. Setelah dirasa cukup, Lydia menarik jarinya keluar. Tubuh Allen menggelinjang, kepalanya terdongak ke atas, erangan keras keluar dari mulutnya. Penisnya menyemburkan cairan putih kental yang mengotori tanah, dan Allen langsung terkulai lemas di pelukan Lydia.

Namun Lydia sama sekali tidak peduli dengan itu, dia mendorong Allen pelan dan  perlahan menyandarkannya ke dinding. Lydia mengelap tangannya dengan tisu, dan mengambil vibrator kecil tanpa kabel itu beserta pelumas. Dia menuangkan banyak pelumas pada vibrator itu, lalu mendekati Allen yang sudah setengah sadar.

Lydia mengusap tengkuk Allen dan menariknya ke pelukannya. Perlahan, dia mendorong vibrator kecil itu masuk ke anus Allen, dia menopang tubuh Allen yang lemas, lalu memasangkan kembali celananya. "Bagaimana rasanya?" tanya Lydia iseng dengan remote vibrator itu di tangannya. "Enak?"

Allen mengangguk malu, wajahnya merah padam.

"Kegh! Akkh!! A-aah..!" tanpa aba-aba, Lydia menyalakan vibrator itu, Allen yang sama sekali tidak siap langsung jatuh terduduk ke tanah, bulir-bulir air berjatuhan dari ujung matanya. Kedua tangannya menutup mulutnya erat, dan tubuhnya gemetar. Setiap kali vibrator itu menyentuh prostatnya, erangannya menjadi dua kali lipat lebih keras dari sebelumnya.

"Berdiri, Al," ucap Lydia pelan, dia menunduk, membantu Allen berdiri. "Kita akan jalan-jalan sejenak, kalau sudah tidak kuat, ucapkan saja katanya."

Tanpa banyak bicara lagi, Allen meraih tangan Lydia dengan tangannya yang gemetar hebat. Lydia menopang Allen dan membenahi pakaiannya. Dia memakaikan tudung jaket Allen, dan membantunya terbiasa dengan keberadaan vibrator itu dalam anusnya.

Mereka segera keluar dari gang sempit itu, kembali ke trotoar yang ramai. Saking ramainya, suara erangan dan desahan Allen sampai tidak terdengar. Mereka berjalan beriringan di trotoar itu, Lydia berjaga-jaga untuk menopang Allen kalau-kalau dia tiba-tiba jatuh seperti tadi.

Orang-orang yang mereka lewati semuanya menatap mereka lekat dengan pandangan aneh, ada yang jijik, takut, ngeri, dan sebagainya. Allen terus saja menunduk, perhatian publik itu membuatnya sangat tak nyaman. Dia berjalan perlahan di samping Lydia, menarik jaketnya hingga ke paha.

Remote di tangan Lydia terus saja berusaha menghasutnya untuk menaikkan level getaran vibrator dalam anus Allen. Tapi dia berusaha menahannya, karena khawatir dengan keadaan Allen. Mereka terus berjalan dalam diam, dan Lydia terus saja menatap remote di tangannya itu. Tanpa sadar, Lydia menaikkan level getaran vibratornya.

"Akkh! H-haa! Nhaa!" Allen di sampingnya langsung berhenti berjalan, dia menunduk dalam-dalam, memejamkan matanya erat, tubuhnya gemetaran, terutama kakinya. Air matanya terus mengalir membahasi pipinya.

Lydia ikut berhenti, dia menoleh pada Allen dan menyadari kalau dia baru saja menaikkan level getaran vibratornya. Allen ternyata masih bisa menahannya, dan Lydia jadi tergoda untuk menaikkan lagi level vibratornya. Jalanan yang mereka lalui mulai berubah sepi, dan Lydia sekali lagi menekan tombol di remote vibratornya, menaikkan level getarannya lagi.

Allen melenguh keras, gemetaran, kakinya tidak kuat lagi menopang tubuhnya, apalagi vibrator itu terus saja menyerang prostatnya. Dia jatuh terduduk, dan di sela-sela isak tangis beserta erangannya, dia terus menerus memanggil Lydia.


~


13, 6, 2022

Lovers (21++)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang