17

2.3K 51 0
                                    

Sesampainya dalam taksi, Allen langsung tertidur pulas, bersandar pada Lydia, menjadikan bahu wanita itu sebagai bantal. Kedua mata Allen agak sembab, mungkin dikarenakan dia terus-menerus terisak selama berbelanja di supermarket.

"Al, bangun, kita sampai," Lydia menggoyang-goyangkan bahu Allen perlahan, mencoba membangunkan sub nya itu. Perlahan, mata Allen yang terpejam rapat mulai sedikit terbuka. Sepasang mata bulat berwarna emas itu perlahan terbuka lebar, dan mulai menyusuri sekitarnya.

Pandangan Allen terhenti pada Lydia yang menyunggingkan senyum tipis padanya. Dia dengan segera sadar dimana mereka berada dan segera turun dari taksi. Di hadapan mereka, menjulang sebuah gedung tinggi berbentuk persegi panjang, dengan ratusan jendela berjejer di dindingnya.

Lydia dengan segera menarik lengan Allen, yang penampilannya sudah berantakan untuk segera masuk dalam gedung pencakar langit itu. Mereka kembali ke 'rumah' Lydia, dan sesampainya di dalam, Allen melemparkan jaket dan sepatunya kesembarang arah, mengganti pakaiannya, dan langsung menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur, menghiraukan Lydia yang sibuk menuangkan belanjaan mereka tadi ke atas meja.

Laki-laki manis itu hanya diam di atas ranjangnya, bersantai, selagi dom nya kebingungan dengan belanjaan yang baru mereka beli.

"Benda apa ini?" Lydia mengangkat sebuah daging mentah yang masih terbungkus rapi oleh kertas, menunjukkannya pada Allen dengan ekspresi kebingungan.

Laki-laki itu dengan malas kembali duduk di tepi ranjang, menatap lekat daging mentah di tangan Lydia, "Daging, itu daging." ucapnya datar.

Mendengar kata daging, Lydia menjadi antusias dan segera membuka bungkusan kertas itu. Namun di luar dugaannya, daging dalam bungkusan kertas itu masih mentah, dan lagi, bentuknya sama sekali tidak mirip dengan daging yang biasa dia beli.

"Allen," panggil Lydia dengan suara parau.

"Hm?"

"Daging apa yang kamu beli? Kenapa bentuknya aneh?" Daging itu sebenarnya tampak seperti daging normal pada umumnya, hanya saja Lydia belum pernah melihat daging bagian itu sebelumnya.

"Rib eye," balas Allen santai. 

Jawaban Allen semakin membingungkan Lydia, dia menatap daging mentah yang masih melekat dengan tulang itu lekat-lekat, seolah memastikan apakah daging itu benar bisa dimakan. Allen yang melihat tingkah aneh Lydia hanya diam menahan tawa. Dia juga bertanya-tanya bagaimana mungkin dom nya itu tidak mengenal daging?

"Bagaimana cara memasak ini?" Lydia bertanya penuh antusiasme, pandangannya masih belum juga terlepas dari daging sapi mentah itu.

"Steak." Lagi-lagi Allen menjawab dengan jawaban singkat. Dia melirik jam dinding di sampingnya, dengan malas beranjak dari ranjangnya, menghampiri Lydia. Pandangannya disambut dengan dapur yang sudah berubah menjadi sangat berantakan. Lydia benar-benar menuangkan semua belanjaan mereka ke atas meja dapur, mulai dari pisau, wajan, peralatan masak lainnya, sampai bahan-bahan makanan.

Allen menatap jeri meja dapur yang sudah berubah drastis itu, lalu melirik Lydia. Ekspresinya yang selalu tenang sekarang berubah kesal, tatapan matanya seolah bertanya; 'Apa yang baru saja kamu lakukan dengan meja ini?'

Lydia hanya tertawa canggung menanggapi kekesalan Allen, mengusap-usap tengkuknya. Dia memalingkan wajahnya, menghindari tatapan tajam Allen. Sementara laki-laki itu sudah sibuk merapikan meja dapur, sepenuhnya mengacuhkan keberadaan Lydia di sampingnya.

Dalam waktu singkat, meja dapur itu kembali rapi seperti sebelumnya, hanya tersedia beberapa bahan masakan, termasuk daging sapi mentah tadi di atas mejanya. Barang-barang lainnya telah Allen singkirkan, entah dimasukkan ke dalam lemari, atau kulkas. Botol-botol bumbu sudah tersusun rapi dalam rak-rak kecil, begitu pula dengan peralatan makan.

Tangan Allen dengan gesit bergerak kesana kemari, mulai menyiapkan peralatan memasak satu persatu, sementara Lydia hanya menonton di sampingnya. Dalam sekejap, daging sapi itu telah berada di atas wajan berisi mentega, menguarkan aroma harum ke seluruh penjuru rumah, juga membangkitkan selera Lydia.

Wanita itu dengan antusias menonton Allen persis di sampingnya, yang sebenarnya malah sedikit mengganggu bagi Allen. Apalagi tangan dom nya itu terus merayap dan mengelus-elus punggungnya dari balik kaos putih tipisnya.

"Apron yang kamu kenakan benar-benar cocok," bisik wanita itu seduktif.

Allen menggigil, sensasi aneh merayap dari telinganya hingga ke kaki saat dom nya meniup daun telinganya. Tubuh mungilnya gemetar, dan napasnya menjadi tidak beraturan. Detak jantungnya bertambah cepat berkali-kali lipat, menggedor-gedor dada.

Perlahan tangan Lydia turun mengusap pinggang Allen, memeluknya dari belakang. Lydia bisa mendengar detak jantung Allen, juga merasakan setiap pergerakan yang laki-laki manis itu lakukan. Dia menyandarkan kepalanya pada punggung Allen, tersenyum simpul. Desisan daging yang berada di atas kompor juga deru ac lah yang memenuhi keheningan di rumah mungil itu.

Isi pikiran Allen kacau, rasanya pemikiran-pemikiran aneh mulai melayang-layang dalam kepalanya, keluar masuk bergantian. Berkat hal itu, dia jadi sama sekali tidak bisa fokus menyelesaikan masakkannya.

Lydia mulai menelusupkan tangannya ke dalam kaos Allen, menglus-elus perut ratanya.

"Mnghh..!" satu lenguhan lolos dari mulut manis Allen. Laki-laki itu dengan segera mengatupkan bibirnya yang bergetar rapat-rapat. Satu tangannya menahan pergelangan tangan Lydia, agar tangan wanita itu tidak lagi bergerak kemana-mana, atau pun kembali menggerayangi tubuhnya.

Namun usaha Allen sia-sia, Lydia dengan mudahnya menepis tangan Allen, dan kedua tangannya pun kembali bebas menyusuri tubuh mungil lelaki manis itu. Lydia mendekatkan wajahnya pada telinga Allen yang sudah berubah merah, meniupnya, juga mengigit kecil ujung cuping telinga Allen yang masih mengenakan anting.

"Anh..! Mnhh..." Allen gemetaran, telinganya terasa panas, begitu pula dengan perutnya yang terus dielus-elus oleh telapak tangan lembut Lydia.

Seringaian menghiasi wajah Lydia, wanita itu turun ke leher jenjang Allen, menggigit tengkuknya kuat, hingga meninggalkan bekas merah yang terlihat jelas. Teriakan nyaring dan erangan sontak memenuhi rumah mungil dua lantai itu.

Tubuh mungil Allen gemetaran di balik pelukan dom nya, yang terus saja menciumi, juga menggigiti leher jenjangnya.

"Akh! No- Nghh..!!" Allen sepenuhnya melupakan daging yang sedang dimasaknya di atas wajan. Perhatiannya telah sepenuhnya disita oleh Lydia. Wanita itu semakin gencar melakukan aksinya kala mendengar rintihan, teriakan, dan erangan yang keluar dari mulut sub nya.

Lydia terus menggigit leher jenjang Allen kuat-kuat hingga leher Allen mulai membiru dan bekas-bekas gigitan tampak di sana sini. Bulir-bulir air mata berdesakan turun dari pelupuk mata laki-laki malang itu. Rasa pedih mulai menjalari leher jenjangnya yang sudah berubah warna. Setetes darah segar mengalir dari tengkuknya, namun dom nya itu tetap tidak berhenti.

Tangan Lydia perlahan kembali merayap ke dada Allen, meremas-remas dadanya yang sedikit berisi, seperti seorang gadis yang baru saja beranjak dewasa.

"Ekk! Anh..! Nho-nona!!"

Kaki Allen sangat lemas sekarang, hampir tidak bisa menopang tubuhnya lagi. Dia bersandar pada dom nya, sendok di tangannya jatuh berdenting ke lantai.

Rasa amis darah menyentuh ujung lidah Lydia, dan wanita itu sontak menghentikan kegiatannya. Dia memeluk tubuh Allen yang sudah sangat lemas. Tatapannya langsung terarah pada leher jenjang Allen yang penuh luka dan memar. 

Wanita itu memekik kaget, dia membawa Allen ke sofa, mendudukkannya di sana. Allen yang sudah menyadari kepanikan di wajah Lydia masih tetap tenang. Dia menggenggam erat lengan Lydia, menarik wanita itu ke pangkuannya.


~


12, 6, 2022

Lovers (21++)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang