"Ibu hamil ini sangat menyukai perhatian." Ucapan Jeongyeon membuat Mina kesal.
"Apa kau bilang?!" Tanyanya.
"Tidak bisakah kau bilang saja saat kau membutuhkan perhatian? Kau tak perlu selalu mengajakku ribut. Aku sangat lelah mendengar omelanmu." Pinta Jeongyeon.
Mina berdiri dari sofa dan berjalan menghampiri Jeongyeon dengan wajah super kesal.
"Siapa yang membutuhkan perhatian darimu huh?!! Tanpamu aku bisa melakukan semuanya sendiri!! Aku membencimu!! Aku tak membutuhkanmu di dalam hidupku!!" Teriaknya di depan Jeongyeon.
Sementara itu Jeongyeon hanya bisa memijat keningnya sambil menghela napas.
"Aku tau kau emosi, tapi lain kali cobalah pikirkan perasaan orang lain sebelum kau membuka mulutmu." Ucap Jeongyeon sambil berbalik menuju kamarnya.
Melihat itupun Mina terbelalak.
"Dia marah betulan??" Kagetnya.
"Mwo?? Dia biasanya mengalah dan membujukku.. Mengapa sekarang dia marah? Apakah aku kelewatan?" Pikir Mina.
"Haishhh.. Padahal aku lapar.. Aku ingin mengajaknya makan diluar setelah selesai berbelanja." Mina mengerucutkan bibirnya.
.
.
.*Klek.
Mina segera menoleh ke arah pintu kamar Jeongyeon begitu dibuka dari dalam. Sudah 3 jam sejak Jeongyeon meninggalkan Mina dan akhirnya ia kembali keluar.
"Apa?" Mina memasang wajah kesalnya saat Jeongyeon menatapnya.
Jeongyeon hanya terdiam dan setelah itu ia keluar dari rumah.
"Jeongyeon!" Panggil Mina sambil menyusul Jeongyeon.
Saat keluar rumah, Mina melihat Jeongyeon sedang duduk di bangku taman. Wanita itu membuang pandangannya saat Jeongyeon menatap kedatangannya. Mina yang awalnya enggan menatap Jeongyeon pun segera menghampirinya saat wanita itu menyalakan rokok.
"Apa apaan ini??" Omel Mina.
"Pergilah, jangan hirup asap ini." Ucap Jeongyeon.
"Sejak kapan kau merokok?!" Tanya Mina.
"Hanya saat aku stress." Jawab Jeongyeon.
"Jadi tinggal bersamaku membuatmu stress?!" Tanya Mina Lagi.
"Ya Tuhan.." Jeongyeon kembali berdiri dan pergi keluar gerbang meninggalkan Mina.
"Kau meninggalkanku lagi?!!" Mina kembali mengikuti Jeongyeon.
"Jeongyeon!!" Mina berteriak.
"Apa?!" Jeongyeon menoleh.
"Kau membentakku?" Mina terbelalak.
"Apakah kau tak pernah berpikir bahwa aku memiliki perasaan?? Aku lelah Mina.. Aku lelah saat kau selalu berteriak dan memarahiku. Tidak bisakah kau berbicara dengan lebih tenang? Setiap aku melakukan apapun, aku selalu salah di matamu dan kau selalu memandangku sebelah mata. Jujur aku sudah menahan kesabaranku selama 3 bulan lebih ini. Aku rasa ini sudah cukup untukku. Kau harus mencari orang lain yang bisa menahan emosimu yang meluap luap ini." Mendengar itupun Mina meneteskan air matanya.
"Huft.. Tentu saja kau menangis sekarang." Melihat itupun membuat Jeongyeon merasa begitu buruk.
*Greb.
Dapat ia lihat Mina menggenggam ujung bajunya bak anak kecil.
"Kemarilah." Jeongyeon membawa Mina ke pelukannya.
"Kau jahat." Mina memukul tubuh Jeongyeon.
"Tentu saja kau takkan meminta maaf." Jeongyeon mengelus punggung Mina.
"Aku membencimu." Ucap Mina dalam tangisannya.
"Kalau begitu pecat saja aku." Balas Jeongyeon.
.
.
."Berhenti mengikutiku." Ucap Jeongyeon yang sejak tadi diikuti Mina saat ia memasak.
"Aku hanya ingin melihatmu masak." Ucap Mina.
Jeongyeon pun memegang bahu Mina dan membawanya untuk berdiri di sisi dapur.
"Aku tak bisa fokus saat kau seperti itu. Tetaplah disitu dan jangan menggangguku." Jeongyeon pun kembali memasak.
"Jeongyeon.." Panggil Mina.
"Hmm?" Sahutnya tanpa menoleh.
"Jeongyeon.." Panggil Mina lagi.
"Apa?" Saat Jeongyeon menoleh, ia langsung terbelalak melihat air menetes deras diantara kedua kaki Mina.
"Ya Tuhan!" Jeongyeon yang terkejut segera menghampiri Mina.
"Air ketubanmu sudah pecah, ayo kita ke rumah sakit." Ajak Jeongyeon yang begitu panik.
"Ne??" Mina sedikit kebingungan.
"Aku kira ibu yang akan melahirkan mengalami kontraksi hebat." Lanjutnya yang sedang berjalan keluar rumah bersama Jeongyeon.
"AKKKKKKKK!!!! JEONGYEON!! SAKIT!!!!" Baru saja berbicara seperti itu, Mina langsung mengalami kontraksi hebat.
Jeongyeon yang tanggap pun segera membawa Mina ke mobil dan menyetir dengan cepat. Ia membiarkan Mina meremas lengannya walau terasa sakit. Begitu berada di rumah sakit, Mina segera dilarikan ke ruang bersalin. Disana ia terlihat begitu takut, namun Jeongyeon ikut masuk dan setia menemani Mina.
"Remas saja tanganku, ok? Jangan takut, aku disini bersamamu." Ucap Jeongyeon sambil menggenggam tangan dan mengelus kepala Mina.
"Jeongyeonn!!!" Teriak Mina sambil mendorong keluar bayinya.
"Iya Mina, aku disini.. Aku ada disini bersamamu." Ucap Jeongyeon.
Mina kembali mendorong keluar bayinya dengan sekuat tenaga.
"Oeeeeekkkkkk!!!!!!! Oekkkkkkkkk!!!!!" Mina menghela napas lemas ketika bayinya berhasil keluar.
"Mina kau berhasil!" Jeongyeon menempelkan keningnya di sisi kepala Mina.
"Jeongyeon.." Tangis Mina tak tertahankan.
"Kau berhasil.. Kau berhasil.." Jeongyeon mengelus lembut pipi Mina.
"Ini silakan bayi anda, Nyonya." Sang dokter memberikan bayi itu kepada Mina.
Ia terkejut dengan betapa kecilnya bayi yang selama ini ia kandung. Saat itu Mina menyadari betapa bersyukurnya ia memiliki malaikat kecil yang ada di pelukannya itu. Walau prosesnya menyakitkan, pada akhirnya ia melahirkan bayi itu didampingi oleh orang yang tepat. Di titik itu, Mina bahkan sudah tak memikirkan mantannya. Ia yakin kehidupannya akan diisi oleh si bayi dan sang asisten.
"Jeongyeon." Panggil Mina.
"Ne?" Sahut Jeongyeon sambil mengelus kepala Mina.
"Tolong berikan dia nama." Pinta Mina.
"Mwo?" Kaget Jeongyeon.
"Aku ingin kau yang menamainya." Mina tersenyum.
"Ryujin, Myoi Ryujin." Jeongyeon tersenyum tipis.