19. Shadow

1.2K 174 2
                                    

"Kau pikiri mau sampai kapan Yang Mulia seperti ini?"

Contess Rosaria duduk menyilangkan kaki di dalam ruangan yang berada di kediaman Duke Alphaeus. Ditangannya terdapat segelas wine yang tinggal setengah. Bibirnya yang berlapis gincu merah berdecak kesal.

Duke alphaeus yang kini berada di belakang meja kerjanya mengerutkan keningnya. menandakan bahhwa dia juga pusing dengan situasi yang sangat tidak menguntungkan untuk dirinya dan juga rencananya. Matanya yang berbingkai kacamata silver terpejam. Dia menyandarkan punggung pada sandaran kursi di beakangnya, ikut menghela napas berat.

"Aku juga tidak tahu."

TAK!

Suara benturan gelas dan meja terdengar nyaring di dalam ruangan yang tenang. Hanya mereka berdua yang gberada di dalamnya. Jannete berada di Istana Emerald, sedangkan Ijekiel berada di dalam ruangannya sendiri.

"Ck. bocah itu sepertinya sudah mahir mengambil perhatian Yang Mulia. Dia sudah mulai berani berbicara dihadapanku." Countess Rosaria mendengus mengingat hari-hari dimana dia berpapasan dengan athanasia.

"Oh, apa kau tahu tuan muda Robain saat ini menjadi ksatria pribadinya?"

Duke Alphaeus membuka matanya, posisinya tidak berubah. dia menatap langit-langit ruangan dengan pandangan menerawang. Pernah sekali dia melihat Athanasia yang berjalan disekitar istana ditemani oleh Felix. Dia juga menyadari bahwa sikap Felix pada athanasia berbeda dengan bagaimana dia bersikap di depan Jannete.

Jika di depan Jannete Felix akan menunjukkan sikap seperti layaknya seorang ksatria. Bersikap sopan dan menjaga jarak. Berinteraksi sperlunya jika ada kepentingan, atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Jannete. Itupun Felix akan menjawab seadanya, mencoba memberikan jawaban secara jelas yang sekiranya tidak menimbulkan pertanyaan baru.

Namun jika dengan Athanasia, Felix dapat tertawa dan berbicara dengan leluasa. Seolah mereka telah lama saling mengenal dan felix memperlakukan Athanasia seperti keluarganya sendiri.

"Ya aku tahu," gumamnya.

Hening menyelimuti keduanya.

"Ngomong-ngomong apa Yag Mulia sudah memberi titah untuk perayaan ulang tahun Princess Jannete?"

Biarlah Tuan Muda Robain itu menjadi ksatria pribadinya. lagipula itu tidak mengubah apapun. Jannete tetaplah anak pertama Raja, yang artinya dialah yang berhak untuk menjadi seorang penerus tahta. Lagipula, saat ini ada agenda yang lebih penting dibandingkan dengan memikirkan hal yang tidak perlu.

"Ulang tahn Princess Jannete sebentar lagi. Yang Mulia tidak membahas apa-apa mengenai hal penting seperti ini. Terakhir kali aku menemuinya, dia mengatakan bahwa ini tidak penting." Rosaria menuangkan kembali wine ke dalam gelasnya.

Duke Alphaeus menopang dagunya di atas meja, "Aku akan kembali mencoba berbicara pada Yang Mulia."

"Kau harus menemuinya. Kau tahu ini agenda sangat penting dalam rencana bukan? acara yang selalu dirayakan besar-besaran setiap tahunnya akan menarik opini para bangsawan."

Tentu saja. Selama ini ulang tahun princess Jannete selalu dirayakan besar-besaran. Bahkan Claude mengizinkan putrinya untuk menggunakan aula istana pusat. Para bangsawan tidak perlu diberi penjelasan, mereka sudah paham bahwa Claude sangat mengasihi putrinya. Mengingat aula istana pusat hanya digunakan pada saat hari besar kekaisaran seperti pemilihan putri atau puta mahkota atau penobatan Raja baru.

Acara sseperti ini juga perlu untuk menggiring para bangsawan untuk tetap mendukung Jannete sebagai Putri Mahkota. Terebih dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan mereka seperti saat ini.

Hanya sedikit bangsawan yang paham kondisi Claude dan perpecahan dua fraksi penduukung calon Putri Mahkota. jika dulu mereka sepenuhnya mendukung Jannete di belakang mereka, namun semejak Caude kehianggan kesadaran, dan mereka menemukan fakta bahwa Athanasia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, mereka malah berbalik arah.

Para bajin*an itu benar-benar mengganggu.

Berita mengenai afeksi yang diberikan Claude pada Jannete perlahan mulai memudar juga belum menyebar ke pejabat lain. Hanya segelintir orang yang bekerja di istana saja yang menyadarinya. Seperti maid dan koki istana yang biasa menyiapkan acara minum teh antara Claude dan Jannete yang biasanya dilakukan di taman istana.

Countess Rosaria juga beberapa kali mendengar kabar bahwa Claude meminta pelayan menyiapkan tempat pesta minum teh yang diperuntukan untuk Athanasia. Untungnya gadis itu selalu menolaknya, setidaknya pernah sekali dia mendengar bahwa Athanasia datang memenuhi undangan Claude. Sial. sejak kapan Claude dan Athanasia dekat hingga minum teh bersama?

Sejak awal itu adalah milik Jannete.

"Abaikan tentang itu. walaupun yang mulia dalam kondisi seperti ini, dia pasti mengizinkan jannete untuk menggelar perayaan ulang tahunnya."

"Yang menjadi masalahnya saat ini adalah bagaimana jika yang mulia tidak datang?"

Oh, ini masalah baru.

Claude tidak pernah melewatkan acara apapun yang berhubungan dengan Jannete. Bahkan saat ulang tahun Claude, dia menggandeng tangan Jannete ke atas podium. Walaupun Jannete hanya menemani, namun siapa yang tidak menebak bahwa jannete kemungkinan besar akan menjadi penerus tahta?

Membayangkan bahwa Claude tidak datang dalam pesta membuat kepala Countess Rosaria pening.

Sebagai manutan para wanita bangsawan, Countess Rosaria memang menikmati ketenarannya. Selain karena etiket bangsawan yang sempurna, hubungannya dengan Jannete juga membuatnye berjalan di atas awan. Bayang-bayang menjadi bibi dari seorang pemimpin kerajaan membuatnya melayang.

"Apa kau pikir Yang mulia akan datang?" Countess Rosaria menatap Duke Alphaeus yang balas menatapnya.

Namun, tak ada jawaban yang keluar untuk menjawab pertanyaannya. Bukan karena tidak ingin menjawab, namun karena dalam pikiran keduanya, jawaban itu sudah ada di depan mata.

***

"Siodona?"

Athanasia menatap tumpukan kertas yang berada di depan matanya. Salah satu diantaranya adalah dokumen berisikan proposal pengajuan pemberdayaan di wilayah Siodona.

Sepengetahuannya, wilayah Siodona merupakan wilayah yang memiliki jarak cukup jauh dari pusat kota. Dari dulu hingga saat ini, memang jarang orang mengunjingi wilayang itu. Selain karena letaknya yang tidak strategis, perjalanan menggunakan kereta juda menuju desa juga memakan waktu cukup lama mengingat Siodona adalah wilayah padang rumput yang diapit oleh tiga gunung.

Walaupun begitu, Siodona sudah dikenal kalangan luas karena berbagai kesenian dan tradisi yang mereka miliki. Orang-orang keturunan Siodona dikenal memiliki rupa yang menawan. Kadang kala jika kerajaan memiliki acara penting, baik formal maupun informal, para bangsawan akan merekomendasikan pertunjukan seni tari dan music orang-orang Siodona.

Selain itu, kebanyakan dari warga Siodona menggantungkan hidupna sebagai pengrajin. seperti memproduksi kain, pakaian, alat musik, dan beberapa kerajinan tangan lain yang dapat dijadikan buah tangan khas Siodona. sayangnya, mereka tidak punya cukup akses untuk mendistribusikan hasil tangan mereka.

Athanasia memikirkan proposal ditangannya.

Oang-orang siodona memang tidak jarang datang ke kota untuk melakukan pertunjukan ataupun membuka bazar jika ada festival. Hanya saja hanya segelintir orang yang memiliki kesempatan seperti itu. Dan barang-barang yang mereka pamerkan tidak melulu semuanya habis terjual.

Karenanya pendapatan warga Siodona cenderung rendah jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah yang lebih dekat dengan pusat kota.

.

.

.

TBC

IF [Suddenly, I Became A Princess]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang