Setelah berbicara dengan Felix selama beberapa saat, Athanasia memilih untuk kembali ke kediamannya di Istana Ruby. Irisnya terus menatap orang-orang yang bekerja untuk menebang bunga milik Jannete disetiap sudut taman istana kerajaan.
Kernyitan heran berkali-kali terlihat dikeningnya. Athanasia kira, hanya di depan ruang kerja Raja saja yang akan dihancurkan. Tidak dia kira ternyata laki-laki yang menjabat sebagai Raja itu memusnahkan seluruhnya.
"Princess?" sebuah suara yang dikenalnya mengalun dari belakang.
Athanasia membalikkan tubuhnya dan menatap seorang laki-laki dewasa muda yang berdiri tidak jauh darinya. Seseorang yang dia kenal sebagai tunangan Jannete ini memang sering dia lihat berlalu-lalang belakangan. Bukan tanpa alasan, dia menemani Jannete yang beberapa bulan terakhir dalam kondisi tidak baik. Terutama dalam beberapa hari belakangan ini
"Tuan muda Aphaeus?" Athanasia menatap biasa pada Ijekiel.
Ijekiel melangkahkan kaki mendekat, "Lama tidak bertemu denganmu, princess Athanasia." ucapnya seraya tersenyum. Iris emasnya berkilat karena bahagia.
Ijekiel memang merasa sudah lama tidak berjumpa dengan Athanasia. Bukan tanpa sebab, ayahnya dan Countess Rosaria terus menerus meminta Ijekiel untuk menemani Jannete di Istana Emerald.
Sejujurnya Ijekiel merasa keberatan. Dia memiliki banyak tugas yang harus dikerjakan mengingat posisinya sebentar lagi akan berubah menjadi Duke Alphaeus.
Menurutnya kondisi Jannete baik-baik saja, dia bertindak berlebihan dengan menunjukkan rasa sakitnya di depan semua orang. Padahal jika dibandingkan dengan Athanasia, rasa sakit gadis itu bukan apa-apa. Terlebih, Jannete memiliki Countess Rosaria yang dalam beberapa bulan belakangan ini tinggal di Istana Emerald dengannya.
"Sepertinya hanya tiga hari sejak pertemuan terakhir kita." Athanasia tersenyum.
"Benarkah? aku merasa sudah lama tidak bertemu denganmu." senyuman masih tersemat dibibirnya. Setelah berkata, Ijekiel menjajarkan langkahnya beriringan dengan Athanasia, mengingat tujuannya memiliki rute jalan yang sama. Ijekiel tidak dapat menahan senang dihatinya.
Hubungannya dengan Athanasia tidak sekaku sebelumnya. Awalnya gadis ini bertindak kaku, saat mereka berpapasan, Athanasia memilih untuk menolak tawarannya untuk berjalan bersama. Saat mereka berbicara, hanya ada keheningan diantara mereka. Tapi saat ini berbeda, mungkin karena Athanasia sudah terbiasa bertemu dengan petinggi Obelia dan negara sekutu, sehingga dia lebih dapat menggunakan ekspresi diwajahnya.
"Apa Princess akan kembali ke Istana Ruby?" Ijekiel berkata diiringi dengan tapakan langkah kaki mereka.
Athanasia menganggukkan kepalanya, "Iya, sebentar lagi petang." Athanasia menatap langit yang berkelambu jingga. "Apa tuan muda Alphaeus akan menemui Princess Jannete?"
"Iya, Countess Rosaria memintaku melakukannya." ada nada getir pada suaranya. Sudut bibirnya terangkat sedikit, mengejek akan permintaan menyebalkan yang terdengar seperti terompet ditelinganya.
Athanasia tersenyum kecil, "Princess Jannete pasti senang kau datang saat dia sedih."
Ijekiel menolehkan kepala menatap Athanasia yang tersenyum dari samping. Dimatanya, tidak ada tanda-tanda kesedihan, yang terlihat hanyalah sosok kecil yang rapuh dan kuat secara bersamaan.
"Bagaimana denganmu?" Ijekiel bertanya tanpa ragu.
Athanasia menolehkan kepalanya, lalu tersenyum kembali. "Tidak ada yang berubah denganku."
Tentu.
Tidak ada yang berubah.
Claude sebelum koma tidak pernah menganggap Athanasia ada. Sehingga jika dia mendapat perlakuan yang sama, itu tidak akan berpengaruh banyak untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF [Suddenly, I Became A Princess]
FanfictionBerlatar belakang setelah side story 'Lovely Princess World' . . . Karakter punya Plutos/spoon Media bukan punta gue FANFICTION