Udara di Obelia terpantau hangat hari ini. Dari kaca jendela ruang belajarnya, Athanasia menatap kejauhan. Dari tempatnya berada, dia dapat melihat tupai yang berjalan di ranting pohon, membawa sebiji kenari di dalam mulutnya.
Hari ini Lilian disibukkan dengan pemilihan pelayan baru. Claude memerintahkan untuk menambah jumlah pekerja di Istana Ruby untuk membantu membersihkan istana mengingat saat ini penghuni istana hanya lima belas orang. Sangat sedikit jika dibandingkan dengan Istana Emerald.
Awalnya Athanasia ingin menolak, karena sejujurnya dia merasa tidak terlalu nyaman berada dalam lingkungan yang dipenuhi banyak orang. Hanya saja, setelah dia pikirkan dengan baik, akan sangat bijak jika dia menyetujui usulan dari ayahnya mengingat Istana Ruby memiliki wilayah yang cukup luas.
Lagipula dengan menambah personel, pekerjaan Lilian dan beberapa maid yang sudah dikenalnya menjadi sedikit berkurang. Sehingga mereka dapat istirahat lebih cepat dibandingkan dengan hari biasa.
Hari ini hari bebas.
Obelia saat ini merayakan festival rakyat untuk merayakan hasil bumi yang memang selalu diadakan pada minggu pertama setelah panen.
Hari yang diperingati sebagai hari libur nasional lantas tidak serta merta membuat masyarakat memiliki waktu luang seperti Athanasia. Justru pada hari festival seperti ini masyarakat akan disibukan dengan berbagai macam kegiatan yang akan dilakukan di alun-alun Obelia.
Sejujurnya Athanasia tidak pernah tahu seperti apa festival rakyat. Lagipula dia juga tidak pernah keluar istana untuk melihatnya. Hari-harinya hanya berputar disekitar Istana Ruby -tempat dia tinggal- dan Istana Garnett -tempat ayahnya tinggal-.
Tentu saja itu semua dia lakukan hanya untuk mencari perhatian dari ayahnya. Sayangnya, selama itu pula yang dia dapatkan hanya menatap punggung dingin ayahnya yang berjalan beriringan dengan seseorang yang sempat membuatnya iri.
Athanasia menyandarkan diri pada sofa di depan jendela. Sofa yang baru dibeli Lilian dengan kualitas terbaik yang pernah dia rasakan selain di ruang kerja ayahnya. Tangannya menjulur ke samping, meraih coklat hangat yang sudah tidak mengepul lagi.
TOK... TOK... TOK...
"Princess Athanasia, Tuan Muda Alphaeus ingin menemui anda." suara Felix denan jelas terdengar dari luar.
Laki-laki bersurai merah itu, walaupun dia sudah memintanya untuk libur kerja, masih saja membuntutinya kemanapun dia pergi. Bahkan disaat dia berdiam diri di dalam ruangan tidak melakukan apa-apa, laki-laki itu tetap menjaganya dibalik pintu.
Athanasia mengerutkan keningnya. Seingatnya laki--laki itu tidak memiliki janji dengannya, dan dia juga tidak memiliki kepentingan yang harus dibicarakan sampai dia harus datang ke kediamannya.
Sejujurnya Athanasia merasa tidak nyaman jika bertemu dengan Ijekiel. Selain karena ayahnya merupakan Duke Alphaeus yang memandangnya sebagai penghalang. Ijekiel Alphaeus juga merupakan tunangan dari Jannete.
Dia hanya tidak mau ada gosip tersebar diantara mereka.
"Masuk,"
Pintu terbuka. Ijekiel masuk dengan Felix yang mengikuti di belakangnya. Sebenarnya biasanya Felix tidak akan ikut masuk jika ada tamu untuk Athanasia. Namun mungkin Felix memikirkan apa yang dia pikirkan tentang status Ijekiel yang merupakan tunangan Jannete. Athanasia pikir ini keputusan yang bijak. Lagipula Ijekiel tidak memberitahu terlebih dahulu jika akan berkunjung.
Seperti biasa. Anak laki-laki yang akan mewarisi gelar bangsawan Duke itu selalu tampil rapih dan sopan. Dia mengenakan kemeja putih coklat dan celana senada. Matanya berkilau mengingat warna matanya yang seperti emas. Ditangannya terdapat sebuah toples berbahan kaca transparan yang dia sendiri tidak tahu apa isinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF [Suddenly, I Became A Princess]
FanficBerlatar belakang setelah side story 'Lovely Princess World' . . . Karakter punya Plutos/spoon Media bukan punta gue FANFICTION