"Lo mau balik sekarang?" Tanya Jingga, saat melihat langit sudah mendung, Cia tampak menggelengkan kepalanya.
"Engga, gue masih mau di sini, sama Ayah, sama bang Iko juga...." Ucapnya dengan nada yang purau, Jingga ikut berjongkok di samping Cia, ia memegang tangan Cia kuat.
"Jangan kayak gini Ci, gue nggak suka" ucap Jingga, matanya mengedar ke arah lain. Pandangan Cia yang awalnya terfokus pada dua makam di depannya kini beralih menatap Jingga. Cia melepaskan genggaman itu lalu beranjak pergi meninggalkan Jingga.
"Oh, ok" seakan faham Jingga pun mengikutinya dari belakang.
Di sini bukan cuma lo doang Ci yang sakit, gue juga - batinnya. Kaki Jingga terus melangkah di belakang Cia, ia membiarkan Cia berjalan di depannya. Namun, Cia yang tiba-tiba saja berhenti membuat Jingga menabrak punggung nya.
Cia memejamkan matanya, Jingga semakin di buat tidak faham saat secara tiba-tiba Cia menarik tangannya lalu berlari meninggalkan makam.
Di sinilah mereka sekarang, di sebuah gang yang tidak jauh dari makam. Cia memegang kedua lututnya dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Kenapa lari?" Tanya Jingga, Cia masih menstabilkan nafasnya. Ia menatap mata Jingga lalu memegang pundaknya.
"Gu-gue tadi liat ada orang di makam" perkataan Cia membuat Jingga semakin tidak paham. "Maksudnya?"
Cia menarik nafasnya dalam untuk mengambil oksigen, lalu menghembuskan nya.
"Jadi gini, gue dari awal tuh udah ngerasa kayak ada yang ngikutin, terus pas di makam gue kek nggak tenang. Nah pas tadi lo sama gue mau balik, mata gue nggak sengaja liat ada orang pake pakaian serba hitam di balik pohon yang engga begitu jauh dari kita." Jelasnya, mata Jingga melebar mendengarkan perkataan Cia. Firasatnya tadi benar, sejak awal Jingga merasa seperti ada yang mengikutinya tapi ia bodoamat dengan hal itu.
"Firasat gue bener" ujarnya, Cia menatap Jingga, ternyata mereka memiliki firasat yang sama.
"Gue tadi juga ada firasat kayak ada yang ngikutin, ternyata kita sepemikiran" ucap Cia, sambil menepuk pundak Jingga. Yang ada di pikiran Jingga sekarang adalah, siapa orang yang tengah mengikutinya itu.
Sekitar lima menit mereka ada di gang tersebut, kedua mata itu terus mencari orang yang tadi mengikutinya secara diam-diam. Mata Cia menangkap seorang laki-laki berperawakan tinggi keluar dari makam tersebut. Cia menyenggol Jingga, memberinya isyarat untuk melihat ke arah orang tersebut.
"Kek kenal" gumam Cia begitu pelan, takut kalau orang tersebut melihat mereka. Orang itu terus berjalan menjauh dari makam, kemudian tidak lama dari itu, sebuah motor sport warna hitam membawa orang itu pergi. Cia membuang nafasnya lega, akhirnya mereka bisa kembali ke ma'had.
Jingga yang sedari tadi diam mengawasi kini ia bergerak melangkahkan kakinya, Cia yang melihat itu menarik tangan Jingga, hingga ia mundur beberapa langkah.
"Maen maju aja lo, kek ngga ada beban" cerocos Cia, Jingga hanya menatapnya malas. Apa salahnya ia pergi toh sudah tidak ada orang yang tadi.
"Emang" balas Jingga singkat, lalu menghempaskan tangan Cia yang tadi mencekalnya. Cia maju beberapa langkah di depan Jingga, matanya melihat sekitar untuk memastikan apakah keadaan benar-benar aman.
Drap... Drap...
Suara derap langkah terdengar di telinga Cia dan juga Jingga, suara itu berasal dari belakang. Tubuh Cia menegang ia takut pemilik suara langkah itu adalah orang tadi. Tangan Jingga meraih tangan Cia, mereka sama-sama tidak berani menoleh ke belakang. Suara itu semakin jelas di telinga mereka, semakin dekat.... Dan Drap suara itu berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masyaallah Gus
Teen FictionHazkia Cia Acasya, nama yang bagus untuk santri yang memiliki paras cantik seperti Cia. Namun, tidak dengan hidupnya yang di penuhi oleh trauma berat yang selalu menghantui nya. Trauma itu membuatnya terjebak dalam lubang kesunyian. Masalah di hidup...