"Kau sudah merasa baikan?" tanya Septian saat ia bertemu Zalora di kampus."Sudah kok," jawab Zalora.
Terdengar helaan napas lega dari mulut lelaki berambut keriting itu, ia lantas mengulas senyum. Baru saja ia hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara memanggil Zalora dari belakang.
"Zaloraaa!!!
Dua wanita dewasa berbeda penampilan itu, datang berlari ke arah Zalora, merangkul pundaknya sembari tertawa pelan.
"Aku dengar kau kemarin sakit," ujar Yovi, si gadis berambut kepang satu.
"Iya, tapi udah sembuh kok." Seulas senyum ia berikan, dirinya tahu bahwa ke dua temannya sangat mengkhawatirkannya.
"Oh ya, katanya kemarin kau di antar sama Septian pulang, ya." Kali ini datang dari Aryani, si gadis yang mengenakan bando warna biru.
"Cie ... Cie ...," Ujar Yovi sengaja meledek Zalora.
Zalora yang menjadi korban ejekan sang sahabat, seketika raut wajahnya bersemu merah. Dirinya melirik Septian, wajah pria itu terlihat datar. Namun, masih bisa ia lihat ada rona tipis pada pipinya, ia pun lantas menyenggol lengan salah satu teman di sampingnya itu lalu beranjak masuk kelas.
"Za, tunggu!"
Ke dua temannya pun mengejar Zalora yang sudah sampai di pintu kelas, Septian yang melihat itu, hanya menggelengkan kepala. Lima belas menit sebelum kelas di mulai, dering hp di saku wanita yang mengenakan tunik hijau itu berbunyi, dilihatnya sebuah pesan muncul di beranda. Ia menatap seseorang yang telah mengirim ia pesan.
"Datang ke galeri lukisanku," pesan singkat dari Septian.
KAMU SEDANG MEMBACA
mentari tak pernah tenggelam
General FictionZalora Fataya Almeera salah satu karakter dalam cerita, memiliki trauma pada masa lalunya. Namun, di sisi lain ia beruntung memiliki sahabat yang selalu mendukung serta kehadiran sosok pria yang ia kagumi. Bersama mereka, Zalora mencoba bangkit dari...