Bab 20

24 8 5
                                    

Sapalah sang mentari di kala terbangun, hiruplah dalam-dalam aroma dedaunan. Buatlah sebuah cerita yang nanti akan dipersembahkan pada dunia, kisah tentang seorang yang terbangun dari mimpi buruknya. Hantarkanlah pesan bahwa kini sang tokoh utama telah siap mengarungi kembali lautan impiannya, bahwasanya ia kini telah memantapkan hati untuk kembali memulai langkah.

Perlahan langkahnya menuntun ia menuju sebuah tempat yang telah lama tak dikunjunginya, netra sang gadis menatap dalam dua buah pusara tampak tak terawat. Ia berjongkok, mengusap pelan batu nisan tempat di mana jasad ke dua orang tuanya terbaring di sana, seiring tangannya bergerak membersihkan rumput yang memenuhi makam keduanya. Ia pun terisak.

"Maafkan Za, Ayah, Ibu." Rasa penyesalan datang dalam diri Zalora, mengabaikan kedua orang tuanya dengan ia tak pernah mengunjunginya membuatnya merasa sangat bersalah. Sungguh ia tak bermaksud mengabaikan, jika saja ia tidak terus-terusan dihantui mimpi buruk, atau seandanya saja ia tak memiliki ingatan mengerikan itu.

Dirinya tak bisa membayangkan kehilangan kedua orang tuanya adalah hal yang paling menyakitkan, terlebih dengan cara yang sangat tragis.

"Aku lemah, ya, buktinya aku mengabaikan kalian, aku benar-benar menyesal," ujarnya lirih.

Kepalanya ia sandarkan di batu nisan, membayangkan dirinya seolah-olah sedang dipeluk oleh kedua orang tuanya.

"Orang yang selama ini aku percayai, ternyata berkhianat." Seketika dirinya tertawa hambar mengingat kejadian di mana sang paman ternyata dalang dari semua kejadian.

"Seandainya kalian masih ada bersamaku, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan. Kenapa kalian meninggalkanku sendiri, aku hampir saja menyerah." Ia masih saja terus berceloteh.

Ditatapnya kembali batu nisan di depannya, lantas ia segera menghapus air mata. Zalora pun memaksa untuk tersenyum.

"Tapi, aku bersyukur karena aku dikelilingi teman-teman yang baik. Itu yang menjadi sumber kekuatanku. Aku harus tetap kuat, bukankah begitu, ayah, ibu," monolognya sendiri.

Desau angin berembus lirih seakan membelai wajahnya, saat ia beranjak untuk pergi. Meninggalkan segala kenangan yang telah terpatri diingatan sang gadis, langkahnya kini menuntun ia menuju awal yang baru, sebuah awal tanpa mimpi buruk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

mentari tak pernah tenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang