18. Konfrontasi

865 114 5
                                    

Pak RT membuka pintu rumahnya dan membiarkan udara pagi yang sejuk masuk memenuhi ruangan. Pak RT mengenakan kaus yang sudah mbrodol dan sarung yang sudah pudar.

Ia mengencangkan sarungnya, dengan sepotong pisang goreng di mulut. Ia lalu meraih sebuah mug berukuran sedang yang berisi kopi panas dan satu eksemplar koran edisi kemarin.

"Hmmmm..." Pak RT menghirup nafas dalam penuh kelegaan.

Betapa pagi ini terasa indah sekali bagi pak RT. Ia bersyukur bisa tinggal di lingkungan sehijau dan seasri Bangsring Permai. Pula menjabat sebagai ketua RT bagi warga- warga yang jarang ribut.

Dan seandainya pagi ini ada Mbak Luluk lewat, pasti pagi terasa semakin indah.

"Mas Reza! Sudah!"

Sebuah suara perempuan membuyarkan lamunan Pak RT. Itu suara Mbak Luluk.

Pak RT meletakkan mug dan korannya di meja teras. Ia bergegas membuka pagar untuk menyapa.

"Loh, di mana?" Pak RT menoleh ke kanan- kiri mencari sosok kembang perumahan itu. Ia tersenyum saat melihat sosok Mbak Luluk berada tak jauh dari sana.

Tapi tunggu? Itu ada Mas Reza juga. Dan apa yang sedang mereka lakukan di rumah Yuwono sepagi ini?

Pak RT berlari kecil menuju lokasi, dan betapa kagetnya ia melihat apa yang sedang terjadi.

Mas Reza sedang memukuli Yuwono, yang berada di lantai sambil melindungi kepala dan badannya.

"Pak RT!" Luluk nampak panik menunjuk ke arah Mas Reza.

"Mas Reza!" Pak RT sigap mendekat dan menahan Mas Reza. Ia menarik Mas Reza menjauh dari Yuwono. "Sudah Mas! Ada apa ini?"

Melihat Pak RT, Mas Reza berusaha menenangkan diri. Ia menatap nyalang ke arah Yuwono yang sedang berusaha berdiri.

"Lebih baik Pak RT tanya sendiri kepada bajingan satu ini!" ujar Mas Reza.

Pak RT menatap Mas Reza sedikit kebingungan. Tidak biasanya ia bertingkah kasar seperti ini. Lalu Pak RT pun beralih kepada Yuwono.

"Ada apa ini sebenarnya?"

Yuwono mengusap pipi nya yang bengkak dan sudut bibir nya yang berdarah. Ia hanya diam tak menjawab. Namun ia juga menatap nyalang ke arah Mas Reza walau sedari tadi tak ada perlawanan.

Melihat gelagat tidak baik di antara keduanya, Pak RT mencoba menengahi.

"Lebih baik kita selesaikan urusan apapun di antara kalian di rumahku. Aku tidak ingin warga lain terganggu oleh kalian sepagi ini."

#####

Mas Reza, Luluk dan Yuwono duduk saling berhadapan di ruang tamu Pak RT. Ketiganya duduk dalam diam, namun ada ketegangan di antara mereka.

Bu RT yang duduk menemani mereka jadi merasa tak enak sendiri. Sedangkan Pak RT berada di dalam kamar sedang melakukan sesuatu.

"Masih belum Pak?" panggilnya kepada Pak RT yang berada di dalam kamar. "Ngapain sih?"

"Bentar," sahut Pak RT.

Tak lama kemudian pintu kamar terbuka. Pak RT keluar kamar mengenakan kemeja batik dan kopyah. Rambutnya basah tersisir klimis. Jenggot dan kumis yang tadi berantakan kini terlihat rapi.

Rupanya ia menyempatkan diri berdandan agar terlihat lebih 'RT' ketimbang tadi.

"EHEM," Pak RT berdehem keras. Ia lalu duduk di tengah- tengah dengan tangan terlipat, menatap tajam ke arah kedua orang itu.

"Sebenarnya ada apa ini? Pagi- pagi sudah berkelahi!" tanya Pak RT dengan suara di berat- beratkan. "Kalian memalukan nama Perumahan!"

Mas Reza dan Yuwono saling menatap seolah ingin membunuh satu sama lain, membuat Luluk sedikit takut. Sebagai yang bisa berpikir tenang, Luluk pun mulai menceritakan masalahnya.

"Tadi aku sama Mas Reza menemukan bungkusan kecil di pagar rumah," ujar Luluk. "Dan pas kami buka, bungkusan itu berisi benda- benda aneh."

"Benda- benda aneh?" tanya Pak RT lebih lanjut.

"Benda- benda berbau mistik. Kayaknya buat santet," jawab Reza datar. "Dia pasti bermaksud jahat kepada kami."

"Santet?" Bu RT menoleh ke arah Yuwono seolah tak percaya.

"Lalu kenapa bisa anda menuduh Yuwono pelakunya?"

"Saya sendiri beberapa kali melihat Mas Yuwono ini malam- malam di depan pagar rumah, melakukan sesuatu," Luluk ikut menatap tajam ke arah Yuwono.

"Benar yang Mbak Luluk ucapkan?" tanya Pak RT.

Yuwono tak menjawab, hanya diam masih memandangi Mas Reza.

Luluk pun bercerita lebih jauh tentang kejadian- kejadian aneh di rumahnya. Juga tentang penyakit misterius yang dialaminya. Dan kejadian semalam dengan hantu perempuan itu.

Bu RT bergidik ngeri mendengar cerita Luluk.

"Kamu beneran ngelihat hantu?" Mas Reza nampak masih tidak percaya dengan cerita Luluk.

"Aku rasa ini semua karena benda- benda itu," ujar Luluk. "Tapi kami sudah membakarnya pagi ini."

Yuwono sedikit bereaksi saat mendengar Luluk telah membakar benda itu. Namun ia berusaha tetap tenang.

"Aku minta orang ini di usir dari sini," Mas Reza menunjuk ke wajah Yuwono. "Atau aku akan ajak warga bertindak anarkis sama dia!"

"Baiklah," Pak RT mencoba menenangkan Mas Reza. Ia memandangi Reza dari atas sampai bawah. "Kelihatannya Mas Reza juga sudah capek. Biar saya yang urus ini. Kalian pulang saja."

"LOH NGGAK BISA GITU!" Mas Reza menggebrak meja. Ia hendak beranjak dari sofa. "Aku ingin dia di usir saat ini juga!"

Pak RT memandangi Yuwono lekat, lalu ke arah Bu RT. "Mas Reza tolong pulang saja. Saya janji sebagai RT akan menangani ini dengan baik. Tidak perlu ada keributan yang lebih besar."

"..."

Luluk yang sedari tadi lebih tenang berusaha mengajak bicara suaminya. "Betul kata Pak RT. Kita pulang aja yuk Mas."

"Kalau sampai ada apa- apa sama Luluk, Pak RT yang tanggung jawab!" ancam Mas Reza.

"Nanti kita bicarakan lagi," Pak RT mengangguk.

Luluk dan Mas Reza beranjak dari sofa meninggalkan rumah Pak RT. Terlihat sekali emosi yang masih meluap- luap dari Mas Reza, sementara Luluk berusaha menenangkannya.

Pak RT yang berada di pintu teras, terus saja memandangi mereka berjalan menjauh. Lalu saat keduanya sudah tak terlihat lagi, ia menoleh ke arah Yuwono.

RUMAH BARU [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang