15. Perempuan Bergaun Putih

979 108 7
                                    

Keesokan paginya, Luluk terbangun dengan kondisi yang terasa lebih buruk dari semalam. Kepala dan seluruh badannya serasa remuk, membuatnya bahkan kesusahan berjalan ke kamar mandi.

Luluk bersandar satu tangan pada tembok, membungkuk di atas toilet. Ia mencoba memuntahkan semua isi perutnya, akibat mual yang teramat sangat. Namun tak ada apapun yang keluar.

Luluk menarik nafas panjang merasai tenggorokannya yang seperti pahit dan panas.

Namun ia juga lega karena semalam tak terjadi apa- apa. Nampaknya memang apa yang ia lihat kapan hari hanyalah pikirannya saja.

Sesudah keluar dari kamar mandi, Luluk menuju ke dapur. Ia mengambil sisa jamu pemberian Bu RT dan mengenggaknya habis. Rasa sepet dan manis membuat mulut dan lidahnya sedikit lebih nyaman.

"Aku mau tiduran aja hari ini deh," ujar Luluk malas menatap piring dan gelas kotor yang menumpuk di wastafel dapur.

Luluk berjalan kembali ke kamar untuk beristirahat. Ia berjalan sedikit sempoyongan dengan wajah pucat dan kantung mata yang gelap. Ia seolah berjalan dalam rumah yang sedang berputar.

Begitu tiba di kamar, ia pun membanting dirinya rebah di atas ranjang.

#####

"HUMMMPH!!" Luluk tersentak bangun dengan perut yang bergejolak. Tanpa membuang waktu ia berlari ke kamar mandi dengan satu tangan menutupi mulut.

Luluk pun memuntahkan semua isi perutnya yang terasa begitu asam di tenggorokan. Sampai- sampai matanya berair karena tak kuat menahan mual.

Beberapa menit kemudian, Luluk keluar dari kamar mandi. Wajah dan sebagian rambutnya nampak basah karena ia baru saja mencuci muka.

"Huuuft.." ujarnya menghela nafas lega. Ia merasa agak plong setelah memuntahkan isi perutnya.

Luluk berdiri di pintu kamar mandi sambil mengernyitkan wajahnya. Ia baru sadar bahwa sebagian rumah nampak gelap gulita karena lampu tidak menyala.

Ia melirik ke arah jam di dinding yang menunjuk angka 01.22

"ASTAGA!!" Luluk menepuk dahinya sendiri. "Berapa lama aku tertidur?"

Luluk bergegas menuju wastafel hendak mencuci piring dan gelas kotor. Ia juga harus melakukan pekerjaan beberes rumah lainnya karena besok Mas Reza pulang.

"Aduh! Rumah masih berantakan lagi," keluh Luluk.

Ia hendak memutar keran wastafel saat tiba- tiba terdengar sayup suara.

Luluk diam tak bergerak. Ia memasang telinganya baik- baik, mencoba menerka- nerka suara apa itu.

Lalu sekujur tubuh Luluk merinding. Itu adalah suara perempuan yang tengah berkidung.

Dan ya, lagu itu lagi.

Sinten sinembat ing wewangi iki
Amung siro yekti
Eseme kang manis madu
Duh wong bagus

Perasaan tak nyaman perlahan merayap di pikiran Luluk saat ia mendengar lagu ini.  Ia meninggalkan dapur dan berjalan pelan menuju ruang tengah.

Trisno lir tirto gumanti dahono
Awit siro mbarang roso
Endah rumembyak rikmamu
Dadyo angenku saben dalu

Suara kidung itu makin jelas. Suara lirih yang terdengar merdu melanggamkan bait itu. Namun selalu berhasil membuat Luluk bergidik.

Nyanyian itu terdengar dari dalam kamarnya.

Luluk memejamkan mata sambil mengelus dada. Akal sehatnya mengatakan bahwa lebih baik ia pergi saja dari situ, namun di sisi lain ia merasa sangat penasaran. Sebenarnya apa yang ada di dalam kamar?

Lukuk mengendap, merapatkan dirinya ke tembok. Ia berhenti di bingkai pintu kamar.

Benar. Suara nyanyian itu terdengar dari dalam.

Luluk menelan ludah sambil menahan nafas. Sejenak ia mencubit lengannya sendiri untuk memastikan bahwa ini benar- benar terjadi. Dan bukan hanya dalam pikirannya saja.

"Aduh!" bisik Luluk sambil menggosok bekas cubitannya tadi.

Lalu dengan hati- hati ia menggeser badannya, dan mengintip sedikit ke dalam kamar.

Yang pertama ia lihat adalah ranjang dan lemari yang kosong. Bantal- bantal berantakan dengan sprei yang agak kusut seperti bagaimana ia tinggalkan tadi.

Lalu pandangannya bergeser lebih jauh.

Seketika itu kaki Luluk terasa lemas.

Duduk di meja riasnya adalah sesosok perempuan bergaun putih kusam. Sosok yang ia lihat kemarin saat bersama Mas Reza.

Perempuan itu nampak sedang menyisir rambut gimbalnya yang sampai menyentuh lantai. Ia menyisir rambutnya dengan kuku tangannya yang runcing panjang. Ia menghadap cermin, sambil berkidung dengan suara lirih.

Astaga! Apakah ini nyata? Apakah itu hantu? Apakah ia jahat?

Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di benak Luluk, bersamaan dengan jantung yang berdebar tak karuan. Ia tak tahu harus berbuat apa karena tak bisa berpikir.

Luluk hanya bisa berdiri mematung, lekat menatap sosok perempuan itu yang masih terus bersenandung.

Mata Luluk bergerak, memperhatikan mahluk itu dari bawah perlahan ke atas. Tangan Luluk mencengkeram erat kusen kayu pintu kamar dengan tegang.

Lalu pandangan Luluk terhenti -saat tatapan matanya bertemu dengan mata mahluk itu lewat pantulan cermin.

RUMAH BARU [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang