Blitzkrieg

664 125 6
                                    

Rapat berjalan semestinya dan di akhiri dengan makan malam. Suasana cukup ramai, membuat Lily tak nyaman di ruangan. Ia lebih suka ketenangan. Lily memutuskan pergi ke balkon ruangan.

"Lily, apa ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Lou. Lily menggeleng.

"Lou, aku memiliki permintaan untukmu. Mungkin ini agak sulit"

"katakan saja."

"Bisakah kau merubah hukuman Slavatore menjadi pengasingan ? Cabut saja gelar dan sebagainya. Aku akan menampungnya. " Ujar Lily. Lou terkejut dengan permintaan Lily.

"Apa? tapi kenapa?"

Lily teringat dengan cerita dari bibinya, Belyliev. Bahwa mereka semua adalah korban. Tak seharusnya permusuhan itu terus berlanjut. Ia ingin memutus rantai balas dendam kerajaan Syrdinea.

"Jika kita hanya melihat pada sisi permusuhan, semua tak akan pernah adil bagi siapapun. Masing-masing memiliki pembelaannya sendiri ".

Louisa tertegun. Tapi, ia mempercayai Lily sepenuhnya. Tak peduli itu bertentangan dengan keinginan kakaknya atau tidak.

"Aku bisa mempertimbangkannya, tapi aku tak tahu dengan Argus. A-aku akan berbicara padanya nanti". Lily tersenyum.

"Terima kasih"

" Ah, ngomong-ngomong sejak kapan kau dekat dengan si berandal itu ? Dia berkali-kali bertanya tentangmu padaku" Louisa mengalihkan topik pembicaraan.

Lily melirik Lou. Ia berbalik menghadap wanita berambut putih itu. Menyandarkan tubuhnya pada pembatas dinding.

"apa yang dia tanyakan ?" tanya Lily.

"Yah.. tidak begitu penting. Hanya seputar latar belakangmu, bagaimana kita bertemu dan sebagainya. Apa mungkin dia menyukaimu?"

Lily mengedikan bahunya, tak tahu. Ia merasa tak terlalu dekat dengan Argus kecuali untuk urusan pekerjaan.

"Aku tak keberatan kalau kau jadi kakak iparku". Goda Lou sambil memeluk Lily dengan manja. Lily hanya tertawa geli.

"Kau tak lupa kan statusku adalah 'janda'?"

"Aku tak keberatan kalau jandanya sepertimu", Argus menyahuti pembicaraan Lily dan Lou. Lily membalasnya dengan dengusan kesal.

Louisa menatap keduanya dengan berbinar-binar. Secara tiba-tiba Louisa beralasan sakit perut dan meninggalkan Lily berdua dengan kakaknya.

"Jadi, apa alasanmu?" Argus bertanya dengan ambigu.

Lily mengerutkan keningnya. Tak mengerti kemana arah pembicaraan Argus.

" Salvatore.."

"Oh, dia?"

Lily terdiam sejenak. Ia membalikan tubuhnya. Memunggungi pangeran Argus.

"ketika tahu latar belakang ibumu... jika bukan Salvatore yang membunuh ibumu, mungkin aku yang akan menyeretnya ke pengadilan. Kau tak akan pura-pura tak tahu hal itu kan ?"

Argus ikut berdiri di samping Lily.

"Jika kau di posisiku, apa kau akan memaafkannya?" Argus bertanya balik tanpa melihat ke arah Lily.

"Tidak. Aku tak akan memaafkan siapapun yang membunuh keluargaku...." Lily menjeda kalimatnya.

"... tapi, aku tak akan membebaskannya berkeliaran. Ketika di penjara, ia harus menyesali setiap detiknya dengan apa yang telah ia lakukan." Sambungnya.

Lily membicarakan hal itu dengan segenap perasaannya. Ketika ia membunuh Blackbull, melihat kematian Dove, Lizard dan Panther.

Tak ada rasa senang sedikitpun. Karena mereka mati begitu saja. Ia tak melihat penyesalan di mata mereka. Tak ada. Tak setetspun rasa gelisah karena teringat kesalahan yang mereka buat. Hanya mati begitu saja.

Hades & PersefoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang