I

3K 285 61
                                    

Sanji

Siang itu matahari bersinar terik. Sanji masih ngemutin es krim di warung punya bapaknya, sekalian bantuin jaga kebetulan Zeff sibuk ngurus dagangan di pasar. Jadilah di di sana dengan celana pendek dan kaus putih yang mulai basah kena keringat. Tangannya membolak-balik halaman buku di atas paha, membaca tiap bait kalimat puitis dari novelis yang lagi naik daun, Trafalgar Law. Isinya fanfiction Stealth Black sih, tapi gapapa, Sanji pengen ngebaca apa sih yang ditulis si rambut arang satu itu.

"Saaanjii!" Sanji ga suka suara itu. Itu kan suara si anak yang suka ngutang plus nyolongin kacang garudanya warung doi. Haduh apa sembunyi aja ya. Tapi udah telat, ketauan. "Cilukba!"

"Apaan lagi sih?" Sanji nutup bukunya kesal, melototin si rambut item yang berkeliaran di depan warung. "Inget ya, kemaren lu udah ngutang buat beli pop es, gaboleh ngutang lagi!"

"Mau minjem duit," mukanya ngedip sok imut sambil nyodorin tangan seakan-akan lagi minta jajan ke emak.

"Kagak! Yee bukannya balikin duit malah minjem lagi lu!" Ia memukulkan buku ke atas kepala Luffy. Es krim di tangannya masuk ke mulut untuk terakhir kali sebelum membuang stik ke tong sampah. Ia kembali menjatuhkan bokong sintalnya ke atas lantai, membuka halaman terakhir dari novel fanfiction yang ia baca.

"Haha becanda aja kok, marah-marah mulu nih Sanji," Luffy ngeluarin sekeping uang 500 dari kantung dan menarik satu bungkus makaroni pedas. Sanji melirik dari sebelah matanya, hanya bisa menggeleng heran. Kok ya bisa-bisanya gitu dia kenal sama orang macam Luffy. Sanji kan orangnya pendiam, nurut banget, lalu dipertemukanlah dia dengan monyet pecicilan dari dunia antah berantah. Bisa darting melulu Sanji deket-deket nih bocah.

"Adek~" sapaan satu itu membuatnya seketika merinding. Bulu kuduk di tangannya bahkan berdiri. Ia mengangkat wajah dari buku. Dilihatnya Cavendish berdiri, bersandar pada pohon mangga. "Bawakanlah Abang yang tampan ini satu karung beras lima kilo," ia mengedipkan sebelah matanya.

Dih, sok kegantengan.

Makhluk apalagi ini! Kenapa sih pelanggan warung Sanji kebanyakan abnormal. Cewe cantik gitu malah jarang dateng. Sambil ngomel nggak jelas, dia berjalan ke area beras. "Yang mana?" Tanyanya.

"Yang ijo ya sayang,"

"Nih, 57, uang pas."

"Ini 60, simpen kembaliannya buat dikau adinda," Cavendish berkata sebelum membawa sekarung beras 5 kg itu pergi meninggalkan warung. Sanji mendengus sebal, najis digodain cowo terus. Padahal kan mukanya ganteng ya kan. Dan lagi, Sanji masih suka cewe.

Masih.

Ia menyampirkan sebagian surai pirangnya ke belakang daun telinga dan memandang bosan. Panas matahari masih menyengat tubuh, langit luas di atas kepalanya juga masih diwarnai biru. Angin perlahan berhembus, mengenai ranting dedaunan, menimbulkan bunyi gesek daun pohon. Kicauan burung juga masih menghiasi area depan warungnya. Hari ini agak sepi, jadi dia bisa malas-malasan sepuasnya.

Perlahan sebuah tangan mengetuk kaca lemari dagangnya. "Woi beli,"

Sanji menoleh, alisnya berkerut. "Beli apa?"

"Semen putih sama paku," si hijau menjawab.

"Mata bapak kau semen putih! Liat gak ini toko apa?!" Bentak Sanji. "Lagian toko bangunannya udah kelewatan, lo jalan sampe ke sini buat apa sih," ia menunjuk jalanan di kiri, memberitahu letak toko bangunan.

"Lah lo bukannya jualan kawat kemaren?"

"Salah orang kali ah,"

Zoro menatap sebentar sebelum akhirnya berkata, "Oh kemaren kan Bang Duval yak, sori sori... Abis lu bedua mirip banget sih,"

Segitiga mencuat di kening si pirang. Birunya menatap nyalang. Sandal di kakinya entah bagaimana sudah ada dalam genggaman. Satu lemparan telak dan—

Plak!

"Aduh! Galak banget sih! Ntar gaada yang mau loh!" Zoro berseru ketika kepala hijaunya terkena lemparan jitu sang penjaga warung.

"Biarin!" Ia menjulurkan lidah, kepalang kesal.

Zoro mengambil sandal yang berada di dekat kakinya dan memandang Sanji. Tanpa berkata apapun, ia melemparkannya ke atas pohon mangga dan kabur secepat mungkin, menghindari amukan si pirang.

"ZORO BABI! AWAS AJA LO!!"

~•*•*•*•~

Zoro

Zoro memanggil tukang bakso yang baru aja lewat di depan rumahnya sambil berlari tanpa alas kaki. Si mamang bakso bukannya berhenti juga malah makin cepat memacu motornya melintasi ruang dan waktu, berasa dikejar kingkong mungkin.

"Mang! Mau beli bakso!" Akhirnya ia berteriak lantang.

Si mang bakso ngerem juga setelah ngegas beberapa saat. Daritadi kek, pegel kan kaki Zoro ngejarnya. Ia menyerahkan mangkuk, membiarkan baksonya diracik selagi ia meremas uang dalam kantung celana.

Ingatannya kembali pada minggu lalu saat ia menolak perjodohan dengan anak keluarga Kozuki. Perona sampai terus mengganggunya, menanyakan alasannya menolak gadis cantik berambut hijau itu. Katanya rambut mereka mirip, jadi harusnya mereka berjodoh. Tapi dengan cepat Zoro katakan bahwa ia gay, ia suka pria, suka pisang bukan melon. Lalu Mihawk— sebagai ayah yang suportif— berniat mencarikan seorang lelaki yang pantas menikahinya. Tapi Zoro tanpa sengaja bilang pada keluarganya bahwa ia sudah punya pacar.

Zoro? Sudah punya pacar?

Hahaha.

Lucu.

Zoro kan jomblo sejak lahir. Satu-satunya hubungan yang dia punya adalah dengan tali pusar selama 9 bulan.

Masalahnya nggak berhenti di situ kawan.

Mihawk meminta pacar dari anak lelakinya untuk datang ke rumah dan makan malam bersama. Makan malam bersama! Di mansion keluarga Mihawk! Zoro hampir mau menampar dirinya sendiri.

"Ini baksonya a'," lamunannya buyar ketika semangkuk bakso panas disodorkan di depan wajahnya. Ia mengeluarkan lembar uang dan berlari masuk ke dalam rumah.

Rumah kecil itu disewa oleh Mihawk untuk tempat tinggalnya selama berkuliah. Biasanya dia tinggal keluar dari sana, jalan lurus dan melintasi zebra cross yang langsung berseberangan dengan gerbang kampus.

Mumpung lagi libur semester, Zoro bisa santai sepuasnya di rumah. Jadi sekarang dia menikmati bakso sambil berpikir cara mendapatkan pacar dalam waktu sesingkat mungkin.

Zoro belum pernah flirting sebelumnya. Orang datang dengan mudahnya, banyak yang suka sama dia tanpa perlu susah payah. Tapi sekarang otaknya hangus, mirip kabel kebakar saking kelamaan mikir. Nggak mungkin kan dia bawa orang nggak dikenal buat jadi pacar?

Dia butuh seseorang yang lumayan deket sama dia. Seenggaknya nggak canggung kalau diajak ngobrol. Seseorang yang kenal baik dirinya dan bisa dipercaya buat jadi pacar bohongan.

Luffy? Ia menggeleng. Luffy bisa dipancing pakai makanan sih, tapi dia nggak yakin si rambut hitam bisa bohong.

Ace? Abangnya Luffy itu? Bisa sih, mungkin.

Zoro harus ajak Ace bicara.

~•-•~

Zosan balik lagi dengan tema super duper mainstream! Semoga kalian suka walau udah pasaran banget sihh

Zosan balik lagi dengan tema super duper mainstream! Semoga kalian suka walau udah pasaran banget sihh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yang pas itu request cerita fantasi masih kubikin yaa! Mungkin baru publish abis selesai UAS (◍•ᴗ•◍)❤

1 Week BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang