Hari ke-6

1.5K 239 25
                                    

Sanji

Sanji sibuk membuat sate daging ayam untuk barbeque malam itu. Zoro juga duduk di sampingnya, memperhatikan cara Sanji bekerja selagi tangannya piawai menusuk sesuai urutan. "Paprika merah, ayam, bawang, paprika ijo, terus ngulang,"

"Salah dikit gapapa kan?" Zoro bertanya.

"Gapa— NGGAK! GA BOLEH! ITUMAH SATE AYAM DOANG!"

Dikiranya lagi masak sate ayam kali ya. Sanji ngeliat tusukan di tangan Zoro, nggak ada sayurnya sama sekali.

"Bwahahahah payah!" Perona menyenggol sisi kepala adiknya, menertawakan sate ayam Zoro.

Yang diketawain cuma masang muka kecut, mengeluarkan tusukannya dan mengulang dari awal. "Semangat Zor! Ini juga ntar lo yang ngabisin," Sanji tertawa.

Mereka melanjutkan tusukan sampai habis. Setelah menumpuknya dalam satu nampan besar, Sanji mengangkatnya dan membawanya pada Mihawk. "Ayah, ini udah selesai," ia meletakkan nampan di meja dekat panggangan.

"Oh bagus,"

"Aku bantuin ya," Sanji mendekat dan meletakkan sate.

Ia berkacak pinggang, melihat asap yang membumbung di udara selagi beberapa tusuk sate dipanggang. Sambil menunggu matang, Sanji mulai membuka ponselnya dan membaca beberapa bab bonus dari Trafalgar Law.

"Nak, ini dibalik?" suara Mihawk mengejutkannya. Ia baru sadar apinya membesar dan sudah membakar beberapa tusuk sate.

"GOSOOONG!!"

~•*•*•*•~

Zoro

Zoro dan Perona yang menyaksikan dari jauh hanya tertawa.

"Gue suka pacar lo," aku gadis berambut pink kemudian. "Dia baik, pinter masak, seru, ganteng pula!" ia menggoyangkan kakinya, menatap Zoro yang masih terpaku pada sosok pirang yang berdiri di dekat ayahnya.

"Iya?" Zoro bertanya. "Gue sendiri malah ga sadar..."

"Ga sadar apa?" Perona meminum air perasan jeruk miliknya.

Zoro mengangkat bahu, bersandar pada kursi dan mengalihkan pandang pada kolam renang, kembali mengingat ciuman mereka di sana. Matanya memejam sebelum melanjutkan, "Gue nggak pernah sadar kelebihannya,"

Mata bulat Perona membesar, memandangnya ngeri. Lalu ia memukul sisi lengan Zoro kuat. "Terus lo pacaran sama dia karena apa?!"

"Hmm... Mukanya tipe gue,"

Gadis itu mengepalkan tangannya. "Zoro, jangan bilang lo cuma main-main sama Sanji..."

Zoro mengeluarkan tawa cukup keras. Ia baru ingat Perona tidak tahu Sanji adalah pacar palsunya. Zoro jujur di bagian muka Sanji itu tipe dia banget. Tapi dia nggak nyangka Sanji bisa semenawan itu. Pria pirang itu memukau, membuatnya terkesima pada tiap ucapan yang muncul, pada setiap tingkah lakunya. Zoro suka menghabiskan waktu bersama Sanji. Dia suka ngeliat Sanji berbaur dengan keluarganya. Ada kalanya ia membayangkan jika seandainya Sanji sungguh miliknya. Pria itu membuat rumah yang dulunya dingin dan besar itu terasa hangat.

"Bener lo main-main doang sama si Sanji? Astaga! Nggak nyangka adek gue kayak gini, Sanj—!"

"Kagak," Zoro buru-buru membekap mulut gadis itu. Sanji menoleh, memperhatikan dari sela helai pirang. "Nggak," Zoro menggeleng. Sanji mengangkat bahu dan kembali fokus memanggang.

"Terus? Coba jelasin!"

"Gabisa dijelasin, lo ga bakal ngerti," kata Zoro. Ia kembali menyamankan tubuh di atas kursi. Hembusan napasnya keluar dengan kasar. Ia malas membicarakan perasaannya dengan Perona.

"...tapi lo suka dia kan?"

"Lebih dari yang lo bayangin,"

~•*•*•*•~

Sanji

Sanji memandang atap kamar Zoro. Pria itu juga berbaring di sampingnya dengan ponsel di tangan. Jarak di antara mereka masih sama seperti awal kedatangan.

"Besok udah pulang ya?" Ia bertanya. Napasnya teratur selagi tangannya menyentuh selimut.

"Iya," Zoro menjawab singkat.

Sanji mendengung. Ia berbaring ke samping, memunggungi si hijau. "Gue nggak nyangka bisa sedeket ini sama keluarga lo," ujarnya pelan. "Sama keluarga asli sendiri aja gue gak bisa akur, haha,"

"Nggak perlu keluarga asli buat akur, gue juga anak angkat kok,"

Sanji membalik tubuhnya lebih cepat dari yang ia duga. Mata birunya berkilau menatap Zoro. "Serius? Lo juga anak angkat?"

"Kan udah gue bilang," Zoro meletakkan ponsel di atas dadanya dan memilih larut dalam obrolan dengan si pirang.

"Sori mau nanya, orang tua asli lo... Kemana?"

Zoro menggulung tubuhnya ke samping, wajah berhadapan dengan Sanji. "Nggak tau, gue sama Perona diadopsi dari panti asuhan. Bedanya si Perona yatim piatu beneran, mereka nemuin gue di depan pintu panti, mungkin gue anak buangan,"

Sanji sadar Zoro terdengar terluka ketika mengatakannya. Suara baritonnya menjadi halus, hanya agak sedikit serak di beberapa bagian. "Yang ngebuang lo berarti tolol," ucap Sanji pelan, berharap dapat menghibur si hijau. Untungnya ia berhasil membuat Zoro mengeluarkan kekehan lembut.

"Kenapa kok mereka tolol?" Sebuah senyum teduh terpancar di wajah berahang tegas itu.

Sanji awalnya tidak tahu harus berkata apa. Tangan kirinya terulur untuk menyentuh rambut Zoro, mengelus dan membelainya pelan. "Soalnya mereka ga bisa liat lo tumbuh jadi atlet kendo terkenal, menang banyak pertandingan, ngoleksi puluhan medali emas, dan jadi juara nasional," Sanji berkata, lembut dan jelas.

"Walau kadang lo nyebelin banget sih," lanjut Sanji cepat.

"Haha..." Zoro menutup matanya, masih berhadapan dengan Sanji. Tangan kanannya terangkat untuk menyentuh jemari si pirang yang masih menyapu surai hijaunya. Permukaan ibu jarinya mengusap tangan yang lebih pucat, berbagi kehangatan dan keintiman dalam sebuah genggaman. Perlahan ia membawa tangan Sanji ke depan bibirnya, menjatuhkan ciuman di punggung tangan si pirang.

Sanji menggigit bibir bawahnya, yakin wajahnya sudah sewarna delima. Lebih parahnya lagi, kemungkinan besar ia lebih terlihat seperti kepiting rebus.

Ritme napas yang keluar dari dua insan itu bersatu, mengalunkan suatu melodi yang belum pernah Sanji dengar sebelumnya. Sebuah melodi yang tenang, yang menandakan kehadiran orang lain di sisinya. Jarak yang semula begitu lebar tidak lagi menjadi masalah ketika Sanji berada di dekatnya, di dekat Zoro.

~•-•~

Aduh aku mau presentasi habis ini. Deg-degaannn! Doain lancar hiks

 Deg-degaannn! Doain lancar hiks

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
1 Week BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang