Hari ke-7

1.5K 239 24
                                    

Zoro

7 hari adalah waktu yang cukup bagi Zoro untuk jatuh cinta. Dia nggak nyangka menghabiskan waktu hanya seminggu bersama si pirang mampu membuatnya gila. Zoro jadi tambah yakin Sanji pake susuk. Ya gimana enggak? Kok bisa dia yang notabene-nya gaada rasa langsung dibuat bertekuk lutut hanya dalam 7 hari?

Atau mungkin Zoro sudah menyukainya lebih dari 7 hari. Mungkin sebelum Sanji setuju menjadi pacar gadungan? Mungkin saat pertama kali mereka bertemu dua tahun yang lalu? Mungkin saat Zoro "tidak sengaja" berpapasan dengan si pirang selama berangkat ke kampus? Mungkin karena selama ini dia menolak kenyataan tersebut.

Zoro melipat kedua tangannya di depan dada. Ia menunggu Sanji merapikan diri di depan kaca sebelum mereka keluar membawa barang-barang yang sudah dikemas semalam. "Udah, ayo," pinta Zoro.

"Bentar, rambut gue masih jelek,"

"Lo cakep Nji, udah cepet bawa kopernya turun,"

Sanji melempar senyum usil. Ia mendekati Zoro dan berkedip beberapa kali di depannya. "Rapiin beb,"

Zoro awalnya bergeming, membisu. Lalu gelak tawa keluar dari mulutnya sebelum ia menjalankan jemarinya di antara surai pirang. "Udah bagus nih, ayo," ia menggamit tangan Sanji, menyuruhnya bergegas.

Sanji mengangguk dan menyeret koper keluar kamar. Mereka berjalan bersama ke ruang tamu, menemukan Mihawk dan Perona tengah menunggu.

"Buka bagasimu, ayah mau masukin ini," Mihawk menunjuk kardus berisikan buah jeruk. "Buat Sanji," ia melanjutkan.

"Dapet darimana?" Sanji berjongkok untuk melihat-lihat jeruk segar yang bertumpuk di dalam kardus.

"Ayah kan nanem pohon jeruk di samping, lo ga liat?" Zoro bertanya.

"Oohh! Jeruk yang itu? Ih kemaren kepengen banget metik, ngiler liatnya haha," Sanji tertawa. "Makasih ayah! Bisa aku abisin sendirian nih,"

"Kalau nggak abis mah dijual aja, untungnya banyak," Perona melemparkan cokelat lalu menangkapnya dan membuka bungkusnya.

"Nggak ah, udah dipetikin masa dijual, pokoknya nanti gue bikin banyak olahan jeruk!" Sanji mengangkat kardus.

"Gue bakal jadi korban masakan lo lagi, kan?"

"Harusnya lo bersyukur dibikinin makanan sama calon chef terkenal! Nggak semua orang punya privilege dimasakin sama gue tau!"

Tau-tau udah nyombong aja si alis.

"Taun lalu lo dikasih jamur banyak banget inget nggak? Enek gue disuapin jamur mulu, cuma Luffy aja yang kayaknya gaada bosen-bosennya sama makanan lo,"

"Mulut lo yang isinya cuma miras aja ga berhak ngomentarin masakan gue! Selera lo mana bisa dibandingin sama makanan high class! Stroberi mangga apel, sori ga lepel,"

"Huahahah! Ga jelas lo nyet!"

Dan pertengkaran mereka berlanjut sampai masuk mobil.

~•*•*•*•~

Sanji

"Kapan-kapan dateng lagi ya, Sanji!" Perona melambaikan tangan.

"Iyaa!" Sanji tersenyum. Kemudian gas diinjak dan mobil mulai meninggalkan pekarangan mansion Mihawk.

Keduanya membisu selama perjalanan pulang. Nggak ada yang berusaha mengatakan sepatah kata pun. Hanya ada suara deru AC yang menerpa wajah dan suara mesin mobil. Tangan Sanji meraih radio, menyalakan lagu.

Setelah dia pulang tidak akan ada lagi yang terjadi. Semua yang terjadi di mansion itu biarlah tertinggal di sana. Mereka tidak akan sedekat itu lagi. Lagipula hubungan mereka hanya berdasarkan transaksi dan kesepakatan bersama. Matanya kini memandang jalanan lewat jendela kaca.

"Gue hubungin Robin nanti," celetuk Zoro.

Ah, Sanji ingat. Dia minta dikenalkan pada Robin, sepupu Zoro yang seorang arkeolog. Tapi perkataan Sanji saat itu hanya keluar secara impulsif. Dia tidak benar-benar menduga Zoro akan setuju.

"Nggak usah," Sanji berkata.

"Kan gue udah janji,"

"Iya... Tapi gue gak mau lagi,"

Lagu yang menemani mereka berganti menjadi berita pagi dan perjalanan dalam mobil terasa begitu cepat.

Setelah sampai rumah, Sanji mulai merapikan kardus jeruknya di dapur. Kebetulan Zeff lagi ada di rumah juga. "Yah, liat, dapet jeruk!" Sanji tersenyum.

"Dari siapa?"

"Dari ayahnya Zoro, kemaren kan main ke situ," jawabnya. "Mereka nanem jeruk di halaman, apa kita nggak nanem buah juga? Kan enak nanem buah sendiri,"

"Kan udah ada pohon mangga di warung,"

"Maunya di rumah!"

"Kamu mau buah apa?"

"Mangga atau pepaya gitu,"

Zeff menghembuskan napas. "Lain kali kita tanem bareng-bareng, kemaren ngapain aja di sana?"

"Main, ada kolam renang, terus kita bakar sate, terus naik ke atap..." Sanji menggigit bibir bawahnya. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Yang dia ingat cuma ciuman yang mereka bagi selama di sana. Nggak mungkin dia cerita gitu ke ayahnya kan?

"Zoro tau cara nanem buah?" Zeff menyiapkan teh.

"Iya," Sanji mengangguk. "Kenapa emang?"

"Kapan-kapan bawa dia ke sini, biar bisa bantu nanem mangga," ucap Zeff.

Sanji memandangi jeruk di tangannya. "...iya, kapan-kapan."

~•-•~

Huaaa males banget hari ini harus ke perpus, mau di rumah aja mumpung hari Jumat T-T

1 Week BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang