Djawa, Hindia Belanda, 1837
"Mbok, bapak belum pulang-pulang ya, Mawar kangen mbok."
Gadis berusia delapan belas tahun itu menunduk, duduk di depan gubuk bambu tempat tinggal dia bersama simbok.
Simbok tediam cukup lama kontan mengusap air matanya. "Bapakmu nggak akan balik ndhuk, bapakmu dijadikan budak di perkebunan milik Belanda." Dia menoleh pada Mawar, mengusap-usap lengannya putrinya.
"Kenapa sih mbok, belanda tak lekas pergi dari tanah pertiwi kita? Mawar takut mbok, tiap hari temen-temen mawar dibawa sama belanda itu buat menuhin nafsu para kulit putih itu. Mawar ndak mau mbok." Mawar menangkup wajahnya. Dia kemarin mendengar kabar bahwasanya Ismi pulang dalam keadaan compang- camping. (Ismi, teman Mawar)
Realitas, banyak gadis-gadis desa yang dilecehkan oleh prajurit bahkan petinggi belanda. Dibawa paksa ke hutan atau rumah bordil kemudian disetubuhi, bahkan kadang mereka meminta pajak bumi yang tidaklah masuk akal. Dan saat pribumi tidak mampu membayar, mereka meminta budak dari pihak keluarga.
Kalau lelaki diserahkan-dijadikan pekerja kasar, sedang wanita paling menjadi pembantu untuk yang tua, dan budak seksual bagi yang masih muda.
Mbok Darmi, ibunda Mawar, geleng kepala, menangkup pipi putrinya itu.
"Mbok akan berusaha buat lindungin kamu walau nyawa mbokmu ini jadi taruhan. Sudah cukup mereka bawa bapakmu dan menjadikan budak."
Betapa sulit hidup dalam dominasi penjajahan bangsa kulit putih itu.
Setiap hari jeritan kelaparan beserta kesakitan penganiyayaan penjajah itu bagai sebuah mimpi buruk yang tidak pernah ada habisnya. Bumi pertiwi dijarah, pribumi diperlakukan seperti sampah dan menderita demi memakmurkan pemerintan Belanda.
Hal itu membuar Mawar membenci orang-orang itu, mengutuknya!Grap Grap Grap
Mbok Dharmi dan Mawar terbelalak disaat mendengar suara beberapa pasang kaki yang berderu dengan tanah. "Mereka mau nagih pajak bumi, Ya gusti simbok ndak punya apa-apa."
Mbok Dharmi panik, dia menoleh pada Mawar. "Sembunyi cepat war, masuk sembunyi." Mendorong sang anak ke dalam.
Mawar menggeleng, "Tapi simbok gimana, simbok-" Sayang simbok lebih dahulu menyembunyikan sang putri di bawah amben.
"Stinkende inboorlingen! Mana hah upetimu! Dasar kau sampah tidak berguna."
Seorang petinggi pemerintahan Belanda yang pakaiannya terlihat lebih mewah dari prajurit menatap nyalang pada mbok dharmi sambil menodong senjata.
Mbok Dharmi mengangkat tangan, kepala menunduk. "Meneer, saya ini tidak memiliki apapun."
Lelaki itu pun mendongak, mainkan epitel pipi. "Suamimu sudah jadi budak karena tidak bayar pajak bumi, sekarang tidak bayar lagi. Nenek tua renta sepertimu bahkan memikul sekarung jagung tidaklah kuat."
Lelaki itu menoleh kemudian beri intruksi pada bawahannya supaya tembak mati nenek tua itu.
"Tembak kepalanya." Perintahnya.
DOOR...DOOR
Di bawah kolong amben, Mawar tak bisa menyembunyikan air matanya dikala dia melihat simbok ditembak mati bahkan Mawar melihat jelas darah yang mengalir tidak jauh dari tempatnya.
Simbok, simbok hiks...
Kembali pada para maneer belanda itu, tidak lama suara lelaki satunya mengudara.
"James, kau telah membunuhnya. Nyawanya itu cukup untuk menjadi buruh masak. Dasar pria bodoh!" Dia menampar pipinya James kasar.
Plak...
KAMU SEDANG MEMBACA
Van de Vetter
FanfictionTanahku telah kaum anda jarah! Ibu pertiwiku menangis karena kebiadaban kaum anda! Lantas bagaimana bisa kita bersama?