Hindia Belanda : Nama Indonesia saat masih dalam kependudukan penjajah Belanda.
Meneer : Panggilan kehormatan untuk Tuan Belanda.
Mevrouw : Panggilan kehormatan untuk Nyonya Belanda.
Tanam Paksa/Cultuurstelsel : Suatu sistem kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 - mewajibkan menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya teh, kopi, kakao bagi kepentingan kerajaan Belanda.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Daun-daun kering berterbangan oleh angin. Gemerisik air memenuhi indra pendengar. Wanita itu mencuci baju tuannya di sungai. Seharusnya akhir hidupnya bukan seperti ini, mungkin alih-alih menjadi budak meneer yang punya jabatan penting di pemerintah Hindia Belanda itu-dia pasti tengah bersenda gurau dengan simbok dan bernostalgia pada impresi-impresi indah saat keluarga mereka masih utuh.
Sayang, tidak akan pernah ada lagi momentum semacam itu. Ini sudah dua bulan berlalu semenjak dirinya dibawa oleh meneer Vetter menjadi babu di wismanya. Meneer Vetter - komandan pasukan Hindia Belanda dan politikus Kerajaan Belanda yang dikirim oleh Ratu Belanda ke Djawa atas keinginan pamannya. Ya paman meneer Vetter bukan lain Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes Van den Bosch yang jabatannya itu berakhir tahun 1834, yaitu tiga tahun lalu.
Miris. Lelaki yang membawa Mawar adalah bagian keluarga orang yang mencetuskan sistem tanam paksa.
Suatu sistem yang mengeruk segala kekayaan alam Hindia Belanda demi memperkaya Kerajaan Belanda. Dan sebab sistem itu pula bapak Mawar dibawa menjadi budak karena tidak punya tanah sendiri.
Alibi meneer Vetter membawanya sebagai babu untuk istrinya, tetapi dibalik itu Mawar dijadikan samsak seksual untuk kepuasan pribadinya. Mawar seringkali merasa kotor akan dirinya. Namun, meneer Vetter kala itu berkata hidupnya beruntung. Oh! Apakah iya? Mawar tidak merasa itu sebuah keberuntungan.
Beruntung kamu saya jadikan babu di wisma saya. Daripada dikirimkan ke rumah bordil dan digilir prajurit kami.
Memang benar, meneer Vetter tidak membiarkan dia digilir seperti yang direncanakan meneer James; masih satu keluarga. Hanya saja, dia tetap kehilangan keperawanannya karena meneer Vetter; sosok pria Belanda terhormat berdarah bangsawan dan memiliki seorang istri pun tiga anak.
"Huh, simbok, Mawar ndak tahan!"
Wanita itu mengusap air matanya, kembali mengucek pakaian pakaian berbahan sutra milik meneer dan juga keluarganya. "Bapak, Bapak dibawa kemana sama mereka?"
Kepala Mawar mendongak ke atas. Dia menatap langit yang cerah, amat berbeda dengan keadan Mawar yang mendung berkabut. Tidak lama dia kembali mematri atensinya, segera menyelesaikan cucian dan kembali ke wisma sebelum sore.