Part 6

51 3 0
                                    

06. Terlalu sulit untuk kembali

Marcellina menyantap kopi dengan biskuit, angin malam ini terlalu kencang hingga membuat suasana malam ini terasa dingin.

Ia berpikir penderitaan yang dulu tak kan pernah kembali, namun tidak, derita yang dulu kini perlahan kembali kepada dirinya.

“Aku tidak bisa berpikir jernih jikalau begini! Aghh!” Marcellina terus menjambak rambutnya frustrasi hingga pintu kamarnya terbuka.

Dekapan hangat menyambut Marcellina, ia menoleh sebentar kebelakang dan kini terdapat Marshel yang mendekap dirinya.

“Udah, disini ada Aku, Ayah, Bunda sama yang lain. Kita hadapi sama-sama, Kakak nggak usah khawatir soal itu,” jelas Marshel, Marcellina merasakan sedikit tenang, serta memeluk Marshel kembali.

Thank you,” balas Marcellina.

“Udah, sekarang kakak tidur ya, udah mau larut, jangan sampai Bunda tau,” nasihat Marshel, Marcellina mengangguk, kebiasaan Bundanya, ntah mengapa.

***

Pagi menyapa Gadis cantik, yang menggunakan seragam kebesaran juga rambut kepang dua dengan kacamata bulat miliknya.

“Cell! Sarapan dulu yuk!” ajak Bunda Nita. “Nggak deh Bun, Aku sarapan di kantin aja! Dadah Bunda, Ayah!” ucap Nata lalu berlalu keluar mansion.

“Bunda pegang omongan kamu sayang! Bunda nggak mau tau kalo maag kamu kambuh,” teriak Bunda dari arah dapur suapya Nata dapat mendengarkannya.

“Oke Bunda,” balas Nata dengan berteriak.

Ayah dan Marshel hanya geleng-geleng pelan melihat tingkah Nata dan Bunda Nita.

Mereka melanjutkan sarapan mereka, dan melupakan kejadian tadi, bisa-bisa Bunda mereka marah lagi. Bunda kan orangnya baperan, eaaa!

***

Kini beralih kepada Nata yang sedang mengayuh sepedanya pelan, hingga—

“Eh, eh. Ini kenapa sih? Owh pantes ban bocor, aish!” racau Nata sendiri, padahal waktu masuk hampir tiba tak mungkin dirinya harus berjalan hingga menuju SMK Bina Pertiwi, sungguh jauh.

Dengan terpaksa ia berlari hingga tak sadar melihat segerombolan anak geng motor sedang berkelahi.

“Nih Orang pagi-pagi udah ribut aja, keroyokan lagi cih!” guman Nata. Saat ia melihat musuh dari satu geng motor itu membawa benda tajam, Nata langsung menolongnya.

Bruk!

“Bang! Kalo main itu yang adil, nggak usah bawa senjata!” sentak Nata, dengan disengaja ia menendang kaki dan memelintir tangan juga langsung mengambil pisau yang dibawa itu.

“Cih bocil cupu! Mau apa Lo?” tanya satu musuh dari geng Air, geng Abeeh musuhnya.

“Mau Gue?! LO MATI ANJING!!” sudah dirasa kepribadian ganda Nata yang mengendalikan emosinya.  Alena, atau kerap disebut Dewi kematian.

“Halah! Nggak usah sok ngalawak Lo cil! Gue gibeng dikit aja loh dah tepar!”

“CIH, LO REMEHIN GUE? SIAP MASUK RUMAH SAKIT? ATAU LANGSUNG GUE KUBURIN LO BERTUJUH BELAS KE TANAH, HAH?!”

Dengan sigap Nata maju menyerang anak buah geng Abeeh dengan lihai. “Lo lihat? Yang Cemen siapa?”

“Bangsat Lo,” murka inti Abeeh, pertarungan masih berlanjut, Nata dengan sigap membantu geng Air untuk menyerang anak Abeeh. Hingga ia tak perduli dengan sekolahnya.

Perubahan Gadis Cupu [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang