Diusianya yang hampir memasuki 12 tahun, Irsyad telah menginjakan kaki disebuah SMP negeri, dengan bantuan dana untuk satu tahun kedepan ia bisa terbebas dari segala biaya sekolah. Keberuntungan satu kali seumur hidupnya telah ia gunakan untuk meraih kemenangan dari salah satu lomba dievent yang diadakan sebuah partai politik.
Keputusan untuk menjauh dari Gibran telah bulat, dengan bekal sebuah catatan yang ia tinggalkan dipintu kos miliknya, ia bertekad menjauh dari siapapun yang mengenal dirinya, terutama Sosok lelaki tegap yang ia akui sebagai kakak sulung.
Ia cuma ingin menjauh sendiri sebelum Gibran benar benar akan melupakannya, karena Irsyad... tak akan sanggup untuk itu.
Sibocah imut berlari dengan wajah sumringah mengelilingi sekolah barunya, hari ini adalah hari pertama Irsyad bersekolah, akibat sifatnya yang petakilan membuat ia mudah akrab dengan para teman satu kelasnya.
SMP yang Irsyad tempati berada jauh dari wilayah perkotaan, sebuah yayasan pendidikan yang menyatukan antara sekolah menengah pertama dengan sekolah menengah atas.
Gedung bertingkat dua berjejer rapi, dengan susunan bangunan SMP dibagian sisi kiri dan gedung SMA disisi sebelah kanan.
Kehidupan sekolah awalnya terasa baik baik saja sampai pada saat dimana ia bertemu dengan salah seorang bagian keluarga yang berniat ia hindari.
Daniel Algambiru Archim.
"pegang ini" Daniel menyerahkan satu buah ember kosong ketangan Irsyad yang baru saja akan kembali kekelas 7 setelah kepala sekolah mengumpulkan seluruh murid SMP dan SMA di aula, guna mendengarkan motivasi dari seminar yang diadakan pihak sekolah.
"Buat apa bang?" Kedua alis Irsyad betaut,
Apa lagi sekarang, pikirnya.
"Hadiah buat lu hari ini, dan kalo lo berani ngomong macem macem gue pastiin satu sekolah bakalan tau kalo lo anak dari seorang pelakor"
Irsyad hanya bisa diam ketika sang kakak (semi) tiri menoyor kepalanya menggunakan jari telunjuknya, Irsyad ingin sekali melawan tapi bantuan dana yang ia dapatkan bukan berupa uang melainkan berupa sebuah surat perjanjian dan jika rumor buruk ini menyebar, bukan tak mungkin jika ia akan segera ditendang keluar sekolah.
Daniel berlalu meninggalkannya, tak berselang menit seorang guru dengan perut buncit berlari menggila menuju Irsyad yang masih termenung.
"Kurang ajar. Jadi ini kerjaanmu, baru jadi peserta didik baru sudah berulah"
Irsyad terkejut atas suara itu, ia tolehkan kepalanya kesamping kemudian mendapati seorang laki laki yang tak lagi muda berjalan mendekati dengan wajah merah padam. Tak hanya itu sebagian dari badan pria yang diketahui sebagai salah satu pengajar di sekolah ini basah, seperti habis tersiram air, kotor?
Mata Irsyad membelalak, kini ia mengerti. Dilemparnya secara asal ember yang berada digenggamannya. Mulutnya kelu, mencoba menjelaskan.
"Pak.. ini, ini gak kaya yang ada dipikiran bapak. Demi Tuhan ini bukan ulah Irsyad"
Guru bername-tag 'ambar' itu tak mendengarkannya, Ambar seret kerah anak murid tak tau diri itu masuk kedalam ruang BK.
Bersusah payah Irsyad memberontak agar cengkraman pada kerahnya terlepas, karena sungguh, ia tercekik sekarang. Namun tak membuahkan hasil apapun, dirinya menjadi tontonan seluruh murid yang ada dikoridor menuju ruang BK.
Dan disaat Irsyad melewati sebuah kelas yang bertuliskan angka romawi XII, ia melihat Daniel sedang tersenyum puas, Menertawakan hari sial Irsyad tanpa beban bersama teman temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awal tanpa Akhir [END]
Novela JuvenilAwal tanpa akhir, Kisah kita yang telah sama sama dimulai namun tak bisa diakhiri. "Terus saja bunuh aku, hingga hanya tinggal raga yang bersisa didunia ini!" Apa yang kau pikirkan saat mendengar suatu kata tentang Takdir atau Skenario Tuhan? Dalam...