11

119 13 1
                                    


Kalau boleh jujur sebenarnya hari ini Jay males banget buat memulai aktivitas baru, tapi mengingat dirinya hanya tinggal dengan anak gadisnya. Jadi mau tidak mau Jay bangun, meninggalkan kasur empuknya.

Turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan, kasihan kan anaknya masa gak sarapan. Sia-sia Jay kerja banting tulang buat Jihan, kalau hasilnya si anak gak dikasih makan.

Oiya, Jihan udah mulai libur dan anaknya sekarang masih asik berkelana di alam mimpi.

Jay membuka kulkas dan bagus sekali, tidak ada apapun didalamnya selain teko-teko berisi air putih.

Wah, gak beres ini.


“Duh Jihan, kamu bangunnya nanti dulu aja ya. Papa ke depan dulu, nyari sarapan.”gumam Jay.



Dirinya kembali ke atas, mencuci muka sekaligus berganti baju. Gak usah mandi, biar banyak uang tetap harus hemat air.



“Pagi, om!”sapa Andre.



Jay yang tengah menutup pagar rumahnya menoleh, tersenyum tipis kepada pemuda dihadapannya.



“Pagi juga, ada apa? Kalau cari Jihan, anakna masih tidur.”ujar Jay lembut.



Jarang-jarang nih bapak duda ngomong lembut gini.




“Oh enggak, om. Ini saya cuma nganterin lauk, mama tadi sengaja buat banyak, katanya sekalian buat om sama Jihan.”




Jay menatap ke arah tangan Andre yang menenteng sebuah rantang.




“Terimakasih ya, Ndre. Bilangin juga ke mama mu sama papa mu.”ujar Jay sembari tersenyum.




Andre balas tersenyum, “Sama-sama, om. Nanti saya sampaikan, yaudah om Andre pulang dulu.”




Jay mengangguk pelan, setelah melihat Andre masuk ke dalam rumahnya baru Jay kembali masuk ke dalam rumah.



Bergegas menyiapkan sarapan untuk anak gadisnya.




Kakinya melangkah naik ke atas, ke arah kamar sang anak.



Tok! Tok! Tok!



“Jihan? Bangun dulu nak, sarapan.”



Panggilan pertama, tidak ada sahutan.



“Jihan, bangun!”



Kedua, masih tidak ada sahutan.




Jay menghela nafas pelan, mencoba lebih sabar.



“Ji—”



“Good morning, papa!”sapa Jihan memotong ucapan Jay.



Jay menatap heran anaknya, tumben udah rapih.



“Mau kemana?”tanya Jay.


“Sarapan, apa lagi emang?”



“Kok rapih banget?”tanya Jay, lagi.



“Mau main, cuma ditaman depan kok. Boleh ya, sebentar aja, ya?”


Jay mengangguk, “Sarapan dulu.”



“Siap!”



Jay turun ke arah dapur diikuti Jihan dibelakangnya, keduanya berdoa bersama sebelum makan. Tentu dengan doa yang berbeda.





“Ya, aku nunggu anak ku pulang dulu. Kamu gak papa kan nunggu sebentar?”


“Iya, gak papa. Ajak aja anak kamu sekalian, aku mau kenalan.”


“.…..”


“Jay?”


“Aku usahain ajak dia, udah dulu ya.”


Jay meletakkan ponselnya dimeja kerjanya, beranjak keluar untuk mencari sang anak yang katanya sedang bermain ditaman.


Dirinya melangkah dengan santai ke arah takan komplek, udara hari ini lumayan bagus, tidak panas juga tidak mendung.


Langkahnya terhenti melihat sang anak didepan sana tengah tertawa lepas bersama teman kecilnya, Andre. Siapa lagi?


Hatinya menghangat, sudah lama tidak melihat tawa lepas dari anak semata wayangnya itu. Terakhir kali itu saat ia berusia 8 tahun, ketika berlibur ke Dufan bersama Asha, mantan istrinya.



Ah, omong-omong gimana ya kabar ibu dari anaknya itu?

Setelah beberapa hari lalu Jihan bilang jika ibunya itu pergi, Jay tidak lagi berhubungan dengan nya. Bahkan pesan yang Jay kirim pun tidak dibalas maupun dibaca.



Entah lah, Jay tidak mau ambil pusing selagi anaknya masih bersama dirinya.



“Jihan!”panggil Jay.



Jihan menoleh ke arah Jay, bergegas bangun menyadari sang papa yang sudah rapih sepertinya akan pergi.

“Kak Andre, aku pulang duluan ya? Maaf gak bisa main sama kak Vio juga, papa kayaknya mau pergi.”pamit Jihan.


Andre tersenyum lalu mengusak rambut Jihan gemas, “Santai aja sih, kayak gak ada hari esok aja.”



Jihan terkekeh pelan sebelum menghampiri sang papa yang hanya berdiam diri didekat bangku taman.



Keduanya bergegas pulang, Jihan tidak perlu bertanya sang papa akan kemana pasti tidak jauh dari pekerjaan.

Dan tugas Jihan hanya menjaga rumah saja.

“Papa pergi dulu, kamu dirumah aja. Kalau takut suruh Andre atau Vio kesini aja, mau nitip sesuatu gak?”


“Makanan, apa aja. Papa hati-hati, ya!”



Jihan mengulurkan tangannya untuk salim dengan sang papa, kebiasaan Jihan yang paling membuat Jay gemas sendiri.



Setelah mobil Jay pergi, Jihan langsung melangkah masuk ke dalam rumahnya. Mengunci pintu dan jendela.




“Sendiri lagi deh..”monolognya.





Tbc.



Aku lupa masih ada yang belum selesai, mohon maaf kalau kurang nyambung dan banyak typo🙏.

𝙿𝙰𝙿𝙰 || 𝚈𝚞𝚓𝚒𝚗 𝙸𝚅𝙴 & 𝙹𝚊𝚢 𝙴𝚗𝚑𝚢𝚙𝚎𝚗Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang