05

508 39 1
                                    

"Yoon, Hyung ingin bicara", ucap Seokjin pada Yoongi saat menyadari sang adik sudah duduk di hadapannya untuk memulai sarapan.

"Ya, Hyung. Ada apa?", tanya Yoongi.

"Apa di sekolah, Yoongi baik-baik saja? Ada masalah, tidak?",-Seokjin.

"Tidak, baik-baik saja, Hyung. Tidak terjadi apa-apa padaku, dan aku pun tidak menimbulkan masalah apa-apa",-Yoongi.

"Syukurlah kalau begitu. Hyung hanya mencemaskanmu, Yoon", ucap Seokjin sedikit gelisah.

"Hyung, ada apa? Terjadi sesuatu, kah?", tanya Yoongi yang menyadari raut wajah resah sang hyung.

"Sebenarnya, Hyung ingin meminta izin padamu", ungkap Seokjin.

"Izin? Untuk apa? Oh, jangan-jangan, Hyung akan menikah?!", pekik Yoongi tak percaya.

"Aish, anak ini. Tentu saja bukan. Aku ini masih muda kau tahu?", jawab Seokjin sedikit kesal.

"Hahaha, aku Yoongi bercanda Hyung. Lalu ada apa?", Yoongi kembali pada mode seriusnya.

"Rumah sakit kita mendapat undangan untuk menghadiri rapat dengan rumah sakit besar yang ada di Kanada. Karena kita pernah mengajukan kerja sama dengan mereka. Jadi, sebagai direktur utama, Hyung harus pergi ke Kanada beberapa hari, meninggalkanmu disini", jelas Seokjin.

Yoongi sontak terdiam. Selama ini, dia tidak pernah terpisah dari Seokjin. Jangankan keluar negeri, keluar kota saja Seokjin tak pernah sendiri meninggalkan Yoongi. Terlebih sekarang, orang tua mereka sudah tidak ada. Pikiran Yoongi merajalela kemana-mana. Bagaimana ia tanpa sang kakak? Siapa yang akan membangunkannya untuk berangkat sekolah? Yoongi bungkam, ia larut dalam pikirannya.

"Yoon, kamu tak apa-apa?", tanya Seokjin. Yoongi masih terdiam karena melamun. Sontak Seokjin menyentuh pundak Yoongi, membuat sang empu tersentak kaget.

"Ah, maaf, Hyung, aku melamun. Jadi, kapan Hyung pergi? Berapa lama? Bolehkah aku ikut saja?", tanya Yoongi beruntun.

"KalauYoongi mengizinkan, Hyung berangkat besok pagi. Hyung disana paling lama seminggu.Yoongi tidak perlu ikut, pun tidak bisa ikut. Yoongi kan sekolah", jelasSeokjin dengan lembut sambil mengusap sayang kepala Yoongi.

"Lalu, dengan siapa Yoongi disini? Yoongi takut, Yoongi tak pernah jauh-jauh dari Hyungie", mata Yoongi mulai berkaca-kaca.

"Yoongi kan punya banyak hyung. Nanti biar ditemani Jimin ya? Hyung tidak lama, kok", Seokjin beranjak memeluk Yoongi yang sudah mulai menangis. Yoongi membalas pelukan Seokjin. Ia menangis sesegukan, membayangkan akan jauh dari sang kakak saja sudah sesedih ini. Bagaimana jika ia benar-benar berpisah nanti. Seokjin mengelus punggung Yoongi guna menenangkan sang adik. Setelah sekitar 10 menit menangis, perlahan tangisan Yoongi mereda. Menyisakan mata sembab dan hidung memerah. Seokjin melepas pelukan mereka lalu menangkup wajah Yoongi. Dihapusnya jejak air mata itu, lalu terkekeh pelan.

"Hyung pastikan akan selalu mengabari Ungie. Jadi, Hyung boleh pergi? Hyung janji setelah pulang, Hyung akan belikan kumamon baru", ucap Seokjin.

Yoongi mengangguk, setelahnya tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi dan senyum gusinya yang sangat manis. Kakaknya tahu sekali cara ampuh merayunya.

"Nah, kalau begitu, ayo sarapan. Dan Hyung antar ke sekolah",-Seokjin.

"Selamatmakan, Hyungie",-Yoongi.

. . .

Malam harinya di mansion Kim, tujuh bersaudara itu berkumpul untuk makan malam bersama, sekaligus membicarakan mengenai keberangkatan Seokjin ke Kanada. Tentunya hal itu menimbulkan kekhawatiran bagi Jung dan Jeon bersaudara, terutama kekhawatiran terhadap Yoongi.

"Jadi, Jin Hyung akan berangkat besok pagi? Jam berapa, Hyung?", Hoseok memulai percakapan. Mereka sudah selesai makan malam, ngomong-ngomong. Sekarang sedang bersantai di ruang keluarga.

"Jam 9, Hobie", jawab Seokjin. Ia terus memperhatikan adiknya, Yoongi, yang sedari tadi tidak bersuara. Namjoon ikut melihat arah pandangan Seokjin yang mengarah kepada Yoongi, yang berada diantara Jimin dan Jungkook.

"Ungie, kenapa diam saja?"-Namjoon.

Pertanyaan Namjoon membuat mereka semua menoleh pada Yoongi, termasuk Jimin dan Jungkook yang berada tepat di kiri dan kanannya. Kecuali Seokjin yang memang sudah memperhatikan adiknya daritadi.

"Ah, tidak apa-apa, Joon Hyung. Aku hanya mengantuk", jawab Yoongi sambil menguap.

Mereka tentu menyadari kebohongan Yoongi. Walaupun memang benar nyatanya Yoongi mengantuk, namun tidak mungkin akan sebegitu sendu. Mereka jadi tambah khawatir.

"Yoongi, kamu tidak akan sendirian disini selama Jin Hyung pergi. Ada Chim Hyung yang menemani", ucap Jimin sambil mengusap punggung Yoongi.

"Koo Hyung juga menginap disini, deh, menemani Yoongi", Jungkook menambahkan sambil tersenyum lembut menatap Yoongi yang juga menatapnya.

"Kita semua menginap disini saja. Bagaimana, Hyung? Tak masalah, kan? Hanya tiga hari juga", Taehyung mengusul.

"Aku, sih, tidak masalah. Kau bagaimana, Hyung?", tanya Namjoon pada Hoseok.

"Ayo kita temani uri Ungie disini bersama-sama", jawab Hoseok dengan senyum cerahnya.

Yoongi mengangguk semangat. Ia sangat senang karena tidak akan merasa begitu kesepian tanpa Jin Hyungie-nya dirumah.

"Terimakasih, Hyungdeul! Yoongi akan minta maid merapikan kamar yang biasa kalian pakai", ujar Yoongi bersemangat. Ia langsung berlari kearah dapur mencari maid dan meminta mereka merapikan kamar para hyungnya. Melihat hal itu, Seokjin tersenyum hangat. Akhirnya ia bisa meninggalkan adiknya dengan sedikit perasaan lega. 

"Terimakasih semua. Hyung tidak tahu akan sesedih apa Ungie jika hanya ditemani Jimin saja. Maaf jika kami merepotkan", ujar Seokjin pada adik-adiknya (minus Yoongi).

"Tidak perlu seperti itu, Hyung. Yoongi juga adik kami, kau juga adalah kakak kami. Kita bersaudara Hyung. Walaupun bukan saudara kandung, tapi kita berhubungan darah", jawab Taehyung bijak.

"Wah, uri baby lion sudah dewasa ternyata, hahaha", ucap Jimin sembari tertawa terbahak-bahak membuat Taehyung mengerut kesal. Ingatkan Taehyung untuk mengutuk siluman anak itik itu agar menjadi anak itik betulan. Hal itu tentu saja mengundang tawa para hyungnya dan juga Jungkook.



to be continue..

Hyungie & UngieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang