🤍Ibarat mawar🤍

131 27 3
                                    


Happy reading

🤍🤍🤍🤍🤍

"Keysa! Cepetan! " Selorohnya dari teras lantai satu. Aira sudah berdandan rapi pagi ini meski belum sempat mandi. Bila jumat tiba, mereka selalu menyempatkan untuk keluar dari pesantren. Entah membeli keperluan, makanan ringan ataupun sandangan jika diperlukan. Karena sudah lebih awal membayar uang kos makan. Mereka bisa leluasa keluar. Itupun tetap dibatasi hanya sampai jam 11 siang.

"Udah dapat sepeda? " Nampak Keysa turun dari tangga lantai dua. Karena waktu terbatas, mereka hanya membasuh muka dan memoles wajah secukupnya.

"Udah, ayo! " Banyak santri putri yang ke pasar pagi ini. Ada yang jalan kaki, ada juga yang menggunakan fasilitas mobil pesantren, dan ada pula yang menaiki sepeda. Itu sih siapa cepat mereka dapat. Beruntungnya Aira sudah mengantri satu sepeda meski sedikit peyok di bagian keranjangnya. Tak apalah, yang penting bisa lancar membawa mereka ke pasar.

"Ntar gantian pulangnya aku yang bonceng," Kata Aira langsung nangkring di belakang kemudi. Meski suara karatan itu berbunyi tiap Keysa mengayuh pedalnya. Mereka tetap enjoy sambil menikmati udara segar dan warga warga yang tengah sibuk dengan aktivitas mereka.

"Kita kemana dulu, Ra? " Keysa mengayuh dengan sedikit kesusahan. Apalagi remnya kurang bersahabat. Jadi harus ancang ancang terlebih dulu sebelum tiba di lampu merah yang ada di pertigaan jalan raya.

"Seperangkat alat mandi, bakso...."

"Terus?" Keysa berhasil menyebarang padatnya jalan raya pagi ini. Mereka terus melanjutkan perjalanan. Sesekali menyapa beberapa teman yang tengah berjalan kaki. 

"Syarah ta'lim, kertas manila sama handam."

"Udah? "

"Njeh, sudah Mbak Keysa. " Aira merangkul sahabatnya lalu memasuki pintu masuk pasar yang semakin dipadati warga. Mereka membeli segala keperluan yang dibutuhkan. Terkadang jika khilaf mereka akan memberi aksesoris lain hingga lupa dengan kebutuhan utama.

"Beli daleman yuk, Ra! " Keysa menggandeng Aira menuju lapak penjual pakaian dalam yang dikerumuni oleh kaum hawa. Aksi tawar menawar hingga terasa geli didengar.

"Ini berapa, Buk? "

"Sepuluh ribu dapat tiga, Neng. "

"Kalau ini? " Keysa tertarik dengan kain segitiga bermuda dengan motif daisy warna biru.

"Sepuluh ribuan sebiji. "

"Mahal amat, Buk? " Keysa tertantang untuk melakukan tawar menawar.

"Dari sananya udah segitu, Neng. "

"Beli dua lima belas ribu aja ya, Buk? "

"Oke deh, ibuk kasih buat Neng. " Tidak perlu waktu lama, Keysa mendapatkan dua daleman berwarna pink dan biru. Bangganya bisa dapat diskon yang bisa dibilang cukup banyak.

"Nih! Yang pink buat kamu, Ra. "

"Eh? Serius? "

"Seriuslah, kita kembaran ceritanya. Hahaha. " Padahal, stok seperangkat alat daleman milik Aira masih melimpah. Sementara milik Keysa sering terbawa angin ketika sedang dijemur. Alhasil jatuh dan berserakan bersama gombal gombal lain milik para santri yang pada akhirnya menjadi timbunan. Jika sudah begitu, Keysa malas untuk mengambilnya. Lebih baik dia beli lagi. Sedikit berbeda dengan Aira. Ia masih mau mencari barang barang kecilnya yang jatuh. Dengan catatan ia mencari ketika waktu malam tiba.

Beberapa kebutuhan yang lain sudah terpenuhi. Mereka segera keluar pasar, cuaca semakin menyengat ketika matahari  mulai meninggi.

"Antri bakso sana, Ra! " Keysa mendudukan diri di tempat tunggu. Banyak santri putri yang mengerumuni setiap penjual bakso yang ada di sekitar pasar.

UAJC (Throwback)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang