🤍Perkara Ubi🤍

181 32 9
                                    


Happy reading

🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍

Terik matahari yang kian memanggang bumi tak lantas membuat mereka yang tengah berjalan menuju pasar merasa lelah. Justru, ini adalah kesempatan beberapa santri untuk meraup sebanyak mungkin energi dari sinar baskara tersebut. Yang katanya, bagus untuk meningkatkan imunitas tubuh jika dilakukan pada jam-jam tertentu.

Setapak demi setapak langkah kaki berbalut sandal berwarna pink yang dihiasi oleh bulu-bulu di bagian depan itu kini telah sampai di gerbang pasar. Ia mendudukkan diri sebentar guna menarik napas untuk mengontrol energi tubuhnya.

"Bentar, capek." Bibir Aira yang tampak ranum itu ia kerucutkan sebentar. Padahal, tadi Keysa sudah menawarkan untuk menyewa becak saja jika tidak mau kelelahan seperti ini.

"Tadi disuruh naik becak nggak mau." Keysa membenahi kerudung almamaternya yang mulai layu diterpa angin.

"Emang nggak mau. Kan jalan pagi juga sehat." Mulai beranjak berdiri, Aira membersihkan bagian belakang bajunya.

"Tuh, kok, istirahat lama banget." Keysa mencibir. Ia tahu Aira sering capek jika berjalan cukup jauh, karena hal yang Aira suka selain Ustaz Fadly adalah rebahan.

"Wajar, kan, jauh tadi." Kini keduanya memutuskan untuk segera memasuki pasar. Sebelumnya mereka membaca doa supaya terhindar dari godaan diskon disepanjang toko-toko yang mereka lewati nanti.

"Ingat, tujuan kita adalah belanja seperlunya," ucap Keysa mengingatkan. Barangkali Aira lupa membeli hal yang tidak dibutuhkan. Termasuk ... Ah, baru saja selesai Keysa berucap. Gadis pemilik alis nanggal sapisan itu sudah menghampiri penjual ikan.

Dengan rasa jengkel sembari kaki yang dihentakkan, Keysa mendekati Aira. Ia tarik sedikit ujung baju sahabatnya itu.

"Ngapain,sih?"

Tak menggubris ucapan Keysa, Aira lebih memilih melontarkan pertanyaan pada penjual ikan tersebut, "Ini ikan apa, Pak?" Tangan gadis itu terulur menyentuh bungkusan air yang di dalamnya terdapat ikan kecil.

"Itu ikan mas, Dek."

"Ikan mas? Kok warnanya oranye?" Salah satu alisnya terangkat. Lalu ia menyentuh bungkusan air di sebelahnya.

"Kalau ini, Pak?"

"Yang itu ikan tarung," jawab si penjual ikan

"Hah?" Aira kembali mengeryit. Ia beralih menatap Keysa seolah bertanya benarkan ada ikan yang bernama ikan tarung. Kemudian ia berbisik, "Emang ada ikan tarung?"

"Tauk." Keysa mengendikkan bahunya. Ia biarkan saja sahabatnya itu menuntaskan rasa penasarannya pada ikan.

"Berati ikannya bisa tarung, Pak?" Dengan polosnya Aira mempertanyakan hal itu. Tak sadar jika Keysa yang di belakangnya jengkel setengah mati.

"Bisa,dong. Malahan bisa perang juga." Matanya berbinar mendengar penjelasan dari si penjual ikan tersebut. Keysa semakin yakin jika tadi Aira belum sempat atau bahkan tidak tuntas membaca doa masuk pasar. Dikibulin kan jadinya.

"Bisa perang, Key," cicitnya pada Keysa dengan perasaan senang.

"Karepmu, Ra." Keysa berdecak, belum mulai belanja ia sudah dibuat pening oleh tingkah Aira.

"Pak saya mau--"

"Nggak usah, Ra!" Berhasil mematahkan ucapan Aira sebelum memesan ikan itu, Keysa menarik mundur sahabatnya. Membisikkan sesuatu yang lantas membuat Aira melengos sebal. Namun,  berawal dari pandangannya yang ia buang sembarangan, mata binarnya kini mendapati sosok lelaki yang selama ini menjadi dambaannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UAJC (Throwback)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang