Sudah beberapa bulan belakangan ini Haruto, Junghwan dan Jeongwoo didaftarkan TPA sama appa Jihoon. Lokasinya sih ga jauh-jauh amat dari rumah, mungkin cuma 3 hari perjalanan. Alasannya cukup logis, dikarenakan 3 orang itulah yang malesnya na'udzubillah kalo disuruh sekolah. Jadi seenggaknya kalo ga pinter ilmu dunia kan akhiratnya tetep dapet.
Hiyaa.
Pulang ngaji, biasanya banyak banget pedagang keliling yang mangkal depan TPA. Dari yang jual makanan ringan macam snack 2000an sampe makanan berat macam tabung gas.
Tiga tuyul itu sekarang lagi nyempil di antara kerumunan pembeli batagor. Tau batagor kan? Iya, bata goreng. Bahkan Junghwan yang badannya cebol pun terpaksa harus join kerumunan dan merelakan hidungnya tergencet bokong ibu-ibu yang ikut antre jajanin anaknya. Demi batagor.
"Bang, punya uwoo mana? Kan udah pesen dari tadi ih!" Jeongwoo misuh karna ibu-ibu mulu yang dijualin.
"Astagfirullah. Abang lupa, woo. Kamu sih gelap banget, kamuflase ama tiang listrik. Abang kira kagak ada orang tadi," ujar si penjual batagor sembari menunjuk tiang listrik yang berada tepat di sebelah Jeongwoo.
Setelah berdebat cukup dramatis, ketiga bocil bau jigong kuda nil itu melipir menyusuri jalan tikus di tengah komplek. Mereka menikmati batagor di tangan masing-masing dengan ditemani es mirimis jeruk kesukaan mereka yang dibeli seharga mobil tamiya.
"Makan puas-puas, Wan. Bentar lagi ga bakal lo makan sebanyak ini," Haruto menepuk gemas kepala adiknya yang paling kecil, hingga meninggalkan jejak sambel kacang di rambut si bontot.
"Betul. Btw bau ramadhan udah mulai terasa," sahut Jeongwoo sambil melahap batagornya.
"Bau ramadhan apaan anjir? Bau lambung maksud lo?" celetuk Haruto. "Kan ramadhan identik sama bau lambung."
"Bukan gitu, ancrot. Suasananya itu loh."
"Owhh. Ngomong tuh yang jelas."
"Lo aja yang goblok."
"Gue ga goblok, cuma ga pinter aja."
"Sama aja, itu goblok namanya."
Gara-gara perdebatan goblok tak berujung itu, mereka sampai tidak menyadari kalau jalan yang mereka lalui sudah terlewat sangat jauh. Bahkan nyaris ke hutan yang entah dimana ujungnya.
Mereka langsung terhenti saat tanah yang mereka pijak mulai berbeda tekstur. Agak benyek, kayak eek sapi yang dicampur slime.
"Btw, kita dimana?"
Mereka melihat sekeliling. Yang tadinya gang sempit yang diapit tembok rumah warga, sekarang jadi hutan belantara dengan jalan setapak yang berlumpur dan tercium aroma menyengat dari rerumputan yang tinggi di sekitarnya. Kemungkinan ada binatang mati.
"Kak, balik aja yuk. Wawan masih mau liat Kak Yedam nikah, Wawan belum mau mati." Junghwan menarik-narik lengan baju Haruto.
"Eh, To, coba lo perhatikan jalan setapak ini." Jeongwoo menunjuk jalanan berlumpur di depannya. "Ada jejak ban motor. Berarti jalan ini pernah dilewati motor."
Haruto mengernyitkan dahi. "Lah iya. Kok lo pinter?"
"Karna kalo bego itu otak lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
The INIKEREABLE 2
Humor[ Baca The INIKEREABLE yang pertama dulu ] "Suk, gue pengen kere aja kalo kek gini." "Gue juga." _____________________ WARNING!! - 13+ - Bahasa non baku - Toxic bertebaran - Typo? Mohon dikoreksi - Jangan baca ini sambil makan/minum. Nanti keselek...