07. Kurir

429 109 11
                                    

Untuk kesekian kalinya Jihoon melihat kertas lecek yang sedari tadi digenggamnya itu. Masih butuh beberapa menit untuk sampai di kediaman teman lamanya yang tempo hari menawarkan pekerjaan. Si Bangchan.

Jihoon terpaksa turun dari angkot karna abang sopirnya ngiler pas liat bakso urat di pinggir jalan, alhasil pria dengan handuk putih hampir kekuningan di lehernya itu mampir makan bentar. Tch, mentang-mentang penumpangnya tinggal Jihoon sendiri, jadi ditunda-tunda.

Kesal? Iyalah. Makanya Jihoon langsung kabur tanpa bayar. Bodo amat.

Tadinya sih mau berangkat pake mobil sendiri, tapi mobilnya dipake Hyunsuk buat arisan.

Bini kurang ajar memang, mau duitnya aja tapi nggak mau berkontribusi dikit.

Jihoon jalan kaki, sekitar dua puluh menit. Sampai akhirnya tibalah pria itu di sebuah tanah kosong yang ditumbuhi pohon-pohon menjulang tinggi dan semak belukar. Hanya ada jalan setapak yang mengarah ke dalam tempat yang kita sebut aja hutan.

Jihoon mengernyitkan dahi. Nggak yakin alamatnya bener apa nggak. Tapi kalo dari kertas lecek yang dibawanya itu sih bener. Si Bangchan juga menuliskan, ntar kalo ada jalan setapak masuk aja, rumah gue di dalam.

Tanpa pikir panjang, Jihoon langsung saja melintasi jalan setapak yang becek itu.

Beberapa menit dia habiskan untuk melewati jalan kecil tersebut sampai membuat sendal jepitnya putus karna terjerembab di kubangan lumpur.

Jihoon menghela napas lega saat netranya bisa menangkap jelas penampakan rumah panggung ala-ala Kalimantan Timur yang berdiri kokoh disana. Matanya menelisik sekitar, ada Bangchan lagi ngasih makan sapi di sebelah rumah, sambil sesekali nyanyiin lagu Blackpink - playing with fire yang diganti jadi playing with cow.

"Nemu juga rumah lo, Chan." Sapa Jihoon senang.

Yang disapa agak kaget, lalu membalikkan badan. Mukanya auto seneng.

"Keren lo bisa nemu rumah gue." Bangchan meletakkan rumput di tangannya tadi ke wadah pakan si sapi, lalu bersandar pada tubuh hewan piaraannya itu dengan siku sebagai tumpuan. "Gimana perjalanan lo, Hoon?"

"Sehat, alhamdulilah."

"Gue tanya perjalanan lo anying, bukan kabar."

"Oh. Ya gitu, jalan kaki gue kesini , tod."

"Kok bisa?" Pemuda kekar itu kemudian menghampiri Jihoon, lantas merangkulnya sambil menggiring duduk di teras.

"Gue naik angkot, tapi sopirnya mogok di jalan. Laper katanya. Yaudah gue tinggal."

Sobat ambyarnya itu ketawa ngakak. "Yodah sini gue ganti ongkir lo kesini. Berapa?"

"Gausah, gue nggak bayar tadi. Pas abangnya keluar, gue langsung kabur. Pengen bawa kabur angkotnya juga sih sekalian, tapi gajadi gara-gara gue dipelototi sama tukang sol sepatu di depan angkot."

Bangchan ketawa lagi. Sobat seper-tolol-annya ini memang nggak pernah berubah. Tetep tolol sejak lahir.

"Eh." Pemuda kekar itu menepuk pundak Jihoon agak kuat, sampe si empunya hampir nyusruk ke tanah. "Lo mau langsung kerja atau ngopi-ngopi dulu?"

Si Jihoon ngelus pundaknya sesaat. Yakin banget ntar duit gajian bakal kepotong buat bayar tukang urut.

"Langsung aja, Chan. Pulang ini gue langsung ditagih duit gajian sama bini gue."

"Nghogey."

---

Alamatnya sudah dikirimkan Bangchan ke nomor WhatsApp Jihoon yang profilnya logo sarung gajah duduk. Jadi si mas kurir ini nantinya tinggal nganter ke alamat yang tertera.

The INIKEREABLE 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang