04

2.6K 95 11
                                    


Bela dan Angga pun kembali ke kafe setelah berjalan-jalan di taman. Begitu mereka masuk, Indra langsung bersuara dengan nada menggoda.

"Eh, perasaan tadi ada yang pamit ke toilet, nih. Kok tiba-tiba ada di taman berdua-an?" sindir Indra dengan senyum nakal.

"Ya, terserah dong," jawab Angga datar, tanpa ekspresi.

Bela hanya menghela napas. "Bang, pulang yuk. Udah mau hujan nih," ajak Bela, sedikit khawatir dengan cuaca yang mulai mendung.

"Tapi Abang masih mau ngumpul, Bell," jawab Varo, yang masih asyik ngobrol dengan teman-temannya. "Angga, anterin Bela pulang ya, sampai rumah. Pakai motor gue."

"Hemm..." Angga hanya menjawab dengan suara rendah, tidak terlalu antusias.

"Yaudah sana, Bell, kalau mau pulang, diantar Angga," ucap Varo lagi, memberi izin.

"Yaudah deh," jawab Bela pasrah, merasa tidak enak menolak.

Bela pun pulang diantar oleh Angga. Setelah beberapa menit, mereka sampai di rumah.

"Thanks, Angga," ucap Bela dengan sopan, sambil membuka pintu rumah.

"Yaudah, gue balik duluan, nyusul anak-anak di markas," jawab Angga, lalu menyalakan motornya dan pergi.

Saat Bela masuk ke dalam rumah, ia langsung merasa ada yang aneh. Rumah sepi, padahal biasanya ada orang di rumah pada waktu seperti ini.

"Loh, Bunda sama Ayah kemana ya? Kok tumben sepi gini?" gumam Bela sambil menutup pintu.

Tiba-tiba rasa takut mulai menyelimuti dirinya. "Dihh, udah mau hujan lagi, aku takut kalau sendiri di rumah. Tau gitu, aku ikut aja ke markas," pikir Bela dalam hati. Namun, ia menenangkan dirinya dan berkata, "Ah, udahlah, mending ke kamar aja nonton drakor."

Dengan perasaan sedikit cemas, Bela pun masuk ke kamar dan membuka laptop untuk menonton drama Korea yang sudah ia tunggu-tunggu.

Pov Varo dan Teman-teman

Sementara itu, di kafe, Varo masih ngobrol dengan teman-temannya. Namun, perasaan khawatir mulai muncul di dalam dirinya.

"Angga, lo tadi antar Bela sampai rumah kan?" tanya Varo, menatap Angga dengan serius.

"Iya, tapi tadi gue lihat kayaknya di rumah lo nggak ada siapa-siapa deh," jawab Angga dengan nada datar.

Tiba-tiba, ponsel Varo bergetar. Pesan masuk dari ibunya.

Pesan dari Bunda:
Varo, kamu di mana? Bunda sama Ayah lagi ada acara. Kamu jagain Bela ya.

Varo:
Varo masih nongkrong, Bun. Tapi tadi Bela udah pulang duluan.

Bunda:
Loh, tapi di rumah nggak ada siapa-siapa, Var. Cepet pulang, kasian Bela, udah mau hujan. Kamu inget kan, Bela takut gelap sama petir. Bunda takut dia kenapa-kenapa.

Varo:
Iya, Bun. Varo pulang sekarang.

Bunda:
Jagain Bela ya, bunda sama Ayah malam ini nggak pulang. Kami nginep di rumah Tante Sari.

Varo:
Okey, Bun.

"Eh, gue balik duluan, Bela di rumah sendirian. Bunda sama Ayah lagi ada acara, mereka nggak pulang. Gue takut ada apa-apa sama Bela. Udah mau hujan dan Bela takut petir," ucap Varo dengan cemas.

"Yaudah, kita ikut, Var. Sekalian nginep di rumah lo, kan orangtua lo lagi nggak ada," ucap Alvin sambil tersenyum.

"Iya, ayo!" seru yang lain.

Varo dan tujuh teman-temannya langsung bergegas pergi menuju rumah Varo.

Tiba di Rumah Varo

Setibanya di rumah, Varo langsung berlari menuju pintu depan. "Bell! Bella! Kamu di mana?" teriak Varo khawatir.

Tiba-tiba terdengar suara petir yang sangat keras, dan Varo pun teringat bahwa Bela sangat takut pada petir. Ia langsung bergegas masuk ke dalam rumah, mencari adik sepupunya itu.

Benar saja, di dalam kamar, Bela terlihat duduk di pojok kamar, ketakutan.

"Bela, kamu ngapain di situ?" tanya Varo sambil mendekat.

"ABANGGG... HUAAAA... BELA TAKUT PETIRR!" teriak Bela, menangis keras.

"Sayang, jangan nangis dong. Sekarang kan Abang ada di sini. Kamu nggak perlu takut lagi. Di sini juga ada teman-teman Abang," ucap Varo dengan lembut sambil memeluk Bela.

"Hikss... hikss... Abang, jangan pergi... Bela takut!" tangis Bela semakin keras, wajahnya memerah karena menangis.

"Enggak, Abang nggak akan pergi. Udah, jangan nangis lagi. Nanti cantiknya hilang," kata Varo sambil mengelus rambut Bela.

"Dih, masa udah gede masih nangis?" sindir Gibran yang ikut masuk ke kamar.

"Huhuu, cengeng!" kata Aldi dengan nada menggoda.

"BANGGG, MEREKA JAHAT!" teriak Bela, semakin keras menangis.

Meskipun Bela sudah dewasa, dia tetap sangat manja dan cengeng, terutama pada Varo yang selalu dia anggap sebagai pelindung.

"Heh, kalian jangan bikin Bela tambah nangis. Harusnya bikin dia senang!" ucap Varo dengan serius, menatap teman-temannya.

"Maaf, maaf," ucap Gibran dan Aldi sambil tertawa kecil.

"Ayo, Bell, jangan nangis lagi. Kita semua di sini kok," ucap Ardi, mencoba menenangkan.

Namun, meskipun teman-teman Varo sudah berusaha menenangkan Bela, tangisannya masih berlangsung. Suara petir yang terdengar semakin keras membuatnya semakin ketakutan. Varo pun akhirnya memutuskan untuk tetap menemani Bela sampai dia merasa lebih tenang.

"Mending sekarang kamu tidur deh pasti tadi cape kan? Nanti, kita nonton film bareng-bareng. Gimana?" ajak Varo dengan lembut.

Bela mengangguk, meski masih terisak. Varo pun mengajak teman-temannya keluar sebentar untuk memberi Bela waktu untuk menenangkan diri.

Namun, Varo tetap memantau dari luar kamar, tidak ingin meninggalkan sepupunya yang sedang ketakutan. Ia tahu, di saat-saat seperti ini, Bela sangat membutuhkan kehadirannya.

Lentera di tengah perbedaan || END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang