06

2.1K 64 7
                                    

Pagi hari pun tiba. Bella keluar dari kamarnya dan melihat Varo serta delapan teman-temannya yang sedang tertidur lelap di ruang tamu.

"Anjir, kok mereka tidur di bawah sih? Padahal kan ada kamar tamu. Bangunin nggak ya? Nggak deh, kasihan mungkin semalam mereka begadang," ucap Bella dalam hati.

Lalu, Bella pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Karena di rumah tidak ada bunda, Bella berniat untuk memasak sendiri.

Beberapa menit kemudian, masakan Bella pun jadi.

Setelah itu, Bella pergi ke ruang tamu untuk membangunkan Varo dan teman-temannya.

"Bang, bangun, udah siang!" teriak Bella dengan lantang.

"Hemm, bentar lagi, Bell," jawab Varo yang masih setengah tertidur.

"Ceper, bangun! Mau bangun apa, Bella siram?" tanya Bella sambil menggoda.

"Aduh, apaan sih, Bell, masih ngantuk," jawab Alvin setengah mengeluh.

"Bangun, oy, bangun! Kebo banget jadi orang," cibir Bella.

"Iya, iya, ini bangun," jawab Aldi setengah malas.

"Mandi sana, bau, iii!" kata Bella dengan candaan.

Mereka pun akhirnya bangun, dan karena hanya ada tiga kamar mandi, mereka pun mandi secara bergantian. Setelah semuanya mandi, mereka duduk di ruang tamu sambil memainkan handphone mereka.

"Bang, ayo makan dulu," ajak Bella.

"Makan? Emang ada makanan?" tanya Varo dengan rasa ingin tahu.

"Ada, tadi kan Bella yang masak," jawab Bella dengan percaya diri.

"Emang kamu bisa masak, Bell?" tanya Indra, agak heran.

"Iya, nanti malah nggak enak, mending pesan online aja," sahut Gibran.

"Ish, Bella cape-cape masak, masa nggak dimakan? Mubazir tau, lagian masakan Bella enak kok," jawab Bella kesal.

"Yaudah, ayo makan," kata Gilang, akhirnya menyetujui.

Mereka semua pun pergi ke meja makan yang sudah disiapkan oleh Bella.

"Eumm, enak juga," kata Gilang sambil mengunyah.

"Iya, nggak nyangka, cewek rese kayak lo pinter masak," ucap Angga heran.

"Adek abang emang pinter. Kapan-kapan masakin lagi ya," kata Varo dengan senyum.

"Iya dong, Bella gitu loh," jawab Bella sambil tersenyum. "Oh iya, Bang, bunda sama ayah pulangnya masih lama?" tanya Bella penasaran.

"Gatau, handphone bunda nggak aktif," jawab Varo.

"Coba chat ayah," saran Bella.

Varo pun membuka handphone dan mengirim pesan kepada ayahnya.

Varo:
Ayah, kapan pulang? Bella nanya nih, handphone bunda kenapa nggak aktif?

Ayah:
Ayah sama bunda langsung ke kantor, handphone bunda habis baterai, jadi lupa ngabarin. Paling pulang sore.

Varo:
Oh, gitu. Yaudah deh.

Ayah:
Jagain Bella ya, awas kalau Bella kenapa-kenapa!

Varo:
Siap, yah!

"Ayah sama bunda langsung ke kantor, pulang sore," ucap Varo setelah membaca pesan ayahnya.

"Oh, gitu," jawab Bella dengan tenang. "Bang, di dekat sini ada taman nggak?" tanya Bella.

"Ada, di seberang sana. Kenapa, emang lo mau main di taman?" jawab Varo.

"Iya," jawab Bella dengan penuh semangat.

"Yaudah, hati-hati, tapi jangan jauh-jauh mainnya. Kalau ada apa-apa, telepon abang," kata Varo, mengingatkan.

"Siap, Bang," jawab Bella, lalu bergegas pergi ke taman yang ditunjukkan Varo. Bella sangat menikmati pemandangan taman yang indah. Di sana, dia merasa tenang dan damai. Dengan kuas dan cat di tangannya, Bella berniat untuk melukis pemandangan sekitar.

Selain suka membaca novel, Bella juga sangat suka melukis. Saat dia sedang asyik melukis, tiba-tiba seseorang mendekat.

"Hai," sapa seorang laki-laki.

"Hai juga," jawab Bella, sedikit terkejut. "Loh, Angga, lo ngapain sih ngikutin gue mulu?" ucap Bella heran.

"Gue ke sini disuruh Varo buat jagain lo. Varo takut lo kenapa-kenapa," jawab Angga dengan serius.

"Gue udah gede, nggak perlu dijagain, gue bisa jaga diri sendiri," kata Bella, sedikit kesal.

"Ini Jakarta, Bell. Banyak orang jahat. Kalau lo diculik, siapa yang repot? Gue sama teman-teman gue kan?" ucap Angga dengan nada khawatir.

"Serah lo," jawab Bella, tampak sedikit jengkel.

"Katanya udah gede, tapi denger petir aja takut," goda Angga.

"Diam deh lo! Gue lagi ngelukis, nggak usah ganggu," ucap Bella dengan nada tegas.

"Santai aja kali, marah-marah mulu, cepet tua nanti," ujar Angga sambil tersenyum nakal.

Bella hanya diam dan melanjutkan lukisannya. Namun, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, membasahi lukisan Bella.

"Aaah, masa gue capek-capek ngelukis malah hujan, sih? Sia-sia dong lukisan gue!" ucap Bella dengan kecewa.

"Udah, nggak apa-apa. Nanti bisa dilukis lagi. Ayo pulang, hujan makin deras, gue takut lo sakit," kata Angga, mencoba menenangkan Bella.

Tiba-tiba terdengar suara petir yang sangat keras, dan Bella, yang terkejut, langsung memeluk Angga karena merasa takut.

"Huaaa... Angga, gue takut!" ucap Bella dengan suara gemetar.

"Udah, jangan nangis. Gue ada di sini," kata Angga dengan lembut.

"Tapi gue takut, Angga," jawab Bella, masih terisak.

"Yaudah, sini, gue gendong," kata Angga dengan sabar.

Bella pun naik ke punggung Angga, dan mereka segera bergegas pulang. Setelah sampai di rumah, Varo melihat Bella yang masih terbungkus oleh pelukan Angga.

"Loh, Bella, kamu kenapa?" tanya Varo heran.

"Tadi Bella lagi ngelukis di taman, tiba-tiba hujan besar, terus ada petir. Bella takut, jadi ya gue gendong aja," jawab Angga menjelaskan.

"Yaudah, bawa Bella ke kamarnya, kasihan dia," kata Varo, terlihat cemas.

"Akhir-akhir ini memang lagi musim hujan. Makanya tadi gue nyuruh Angga buat jagain Bella, takutnya hujan turun dan Bella ketakutan," lanjut Varo menjelaskan.

Angga membawa Bella ke kamar dengan hati-hati. Bella yang masih ketakutan segera berbaring di ranjang, dengan selimut tebal menutupi tubuhnya. Angga duduk di samping tempat tidur, mencoba menenangkan Bella.

"Udah, nggak usah takut. Hujan cuma sebentar kok," kata Angga, sambil mengusap rambut Bella dengan lembut.

Bella mengangguk pelan, masih merasa sedikit cemas. Tapi melihat perhatian Angga yang tulus, ia mulai merasa lebih tenang. Suara hujan yang deras di luar rumah semakin pelan, dan Bella pun mulai tertidur, merasa nyaman di bawah perlindungan teman-temannya.

Varo, yang melihat situasi itu, memutuskan untuk kembali ke ruang tamu bersama teman-temannya. Ia tahu bahwa meskipun Bella terlihat kuat, kadang-kadang dia membutuhkan perhatian dan perlindungan, terutama saat cuaca buruk atau saat situasi membuatnya merasa takut.

Lentera di tengah perbedaan || END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang